Aku terus mengikuti Kak Shani yang berjalan dengan santainya di gedung mewah ini, siang ini Mami mengajak kami makan siang di luar. Tapi Kak Shania tidak bisa ikut karena masih ada jadwal kuliah, aku terus berjalan hingga sampailah di depan sebuah lift, sebenarnya aku tidak tau mau kemana, aku kira Mami mau mengajak kami makan di tempat makan yang biasa. Tapi kok ini malah ke tempat yang begini, kalau dilihat dari mewah dan tinggginya gedung ini, sepertinya ini sebuah hotel atau mungkin gedung perkantoran ya.
"Ayo Gracia"
Kak Shani menuntun tanganku agar segera memasuki lift, lalu Kak Shani memencet angka 45. Aku menelan ludahku dengan susah payah, kenapa harus tinggi banget sih huffft.
"Kamu kenapa Gracia?"
"Gak apa-apa Kak"
Aduh gimana ini, aku kan takut ketinggian kenapa Mami harus memilih tempat seperti ini sih. Padahal lebih seru kan kalo makan di pinggir jalan.
"Udah tenang aja"
Kak Shani sepertinya mengerti keresahanku, dia menggenggam tangan kananku. Pintu lift tertutup dan aku merasakan benda ini bergerak, jantungku langsung berdetak lebih kencang. Sebenarnya aku bukan takut menaiki benda ini, hanya saja mungkin belum terbiasa.
Karena sepertinya Kak Shani mengerti ketakutanku, jadi tidak ada salahnya kan kalau aku memanfaatkan hal tersebut. Aku melingkarkan kedua tanganku pada tangan Kak Shani, lalu merapatkan tubuhku lebih dekat dengannya. Kak Shani menoleh ke arahku, tapi aku malah mengalihkan wajahku ke sembarang arah. Aku hanya sedikit takut kalau Kak Shani merasa tidak nyaman dengan posisi ini.
Kak Shani meraih daguku agar bertatapan dengannya, dia tersenyum sambil menatapku dengan mata indahnya. Tatapan Kak Shani begitu dalam, mata itu seolah ingin berkata sesuatu padaku. Saking fokusnya aku menatap mata indah itu, aku sampai lupa untuk berkedip.
"Kamu kalah"
"Eh, apanya Kak?"
"Ya kamu kalah, karena ngedip duluan"
"Ih curang" aku memukul lengan Kak Shani yang masih kupeluk.
"Curang apanya Gracia"
"Aku kan gak tau kalo lagi kontes tatap-tatapan"
"Haha, bahasa kamu apa banget deh, kontes tatap-tatapan"
"Ya pokoknya itulah"
"Yaudah, pokoknya aku yang menang" Kak Shani cekikikan menertawakanku.
"Gak bisa gitu Kak, kita ulangi lagi ayo"
Kali ini aku yang meraih dagu Kak Shani dan mengarahkannya untuk menatapku.
Kami masih saling tatap untuk beberapa detik, dan aku bisa melihat bayangan wajahku di kedua bola mata Kak Shani. Entah kenapa tatapan Kak Shani kali ini terlihat berbeda, dan aku agak sedikit kaget ketika tiba-tiba tangan Kak Shani mengusap pipiku.
Jangan mau kalah Gracia, Kak Shani pasti hanya mau membuyarkan konsentrasimu. Ayo terus tatap mata Indah milik Kak Shani.
Aku terus menyemangati diriku sendiri agar tidak kalah, tapi tiba-tiba Kak Shani malah semakin memajukan wajahnya. Dia mau ngapain lagi coba, eh eh kok Kak Shani malah merem sih.
"Yeyy aku menang" teriakku, karena mata Kak Shani malah tertutup.
Aku benerkan berkedip itu adalah kegiatan menutup kelopak mata yang dilakukan dalam hitungan cepat, nah berarati merem juga sama karena menutup mata juga.
Jika diibaratkan mungkin gini kali ya, berkedip itu kayak kita bikin titik. Nah kalo bikin titik nya banyak dan tanpa jarak, titik-titik itu akan jadi garis. Jadi berarti menutup mata itu sama dengan kita bikin garis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Little Princess
FanfictionAku bukan tidak mau mendapat predikat tersebut, tapi aku memang tidak pantas mendapatkannya. Tolong jangan perlakukan aku seistimewa itu. aku hanya ingin kalian ada di sampingku dan mendengarkan keluh kesahku. Mom, this is me Sist, hug me And You, (...