Empat Belas

2.2K 157 7
                                    

"Luna! Langit!"

Langkah dua remaja yang sedang berjalan ke arah parkiran motor itu terhenti. Mereka berdua berbalik, mendapati Mentari berlari kecil ke arah mereka dengan setumpuk kado, boneka, dan coklat di pelukannya. Begitu tiba di hadapan kedua sahabatnya, gadis itu tiba-tiba mengalihkan barang-barang di pelukannya ke tangan Luna dan Langit yang menatapnya tidak mengerti.

"Ini apaan?" tanya Langit bingung.

"Hadiah dari penggemar lo?" Luna ikut bertanya.

"Bukan," sahut Mentari pendek.

Bukan? Lalu dari siapa?

"Bukan dari penggemar, tapi dari cowok-cowok yang nembak." Mentari menyeringai melihat reaksi kedua sahabatnya yang membelalak terkejut. "Nanti kalian simpan di rumah Nana aja."

"Bawa sendiri aja kenapa, sih?" Langit berdecak jengkel. "Lagian, kalau lo nggak mau hadiah ini, kenapa lo nggak buang aja?"

"Gue mau latihan band," sahut Mentari. "Lagian, daripada dibuang, mending kasih ke anak-anak panti aja, ya kan, Na?"

Panti yang Mentari maksud berada di dekat kompleks rumah mereka. Sejak kecil, mereka bertiga sering bermain kesana, kadang membawa barang-barang mereka yang sudah tidak terpakai lagi. Khusus bagi Mentari, barang-barang dari penggemarnya menjadi salah satu barang yang sering ia berikan.

"Gue titip, ya! Dah!"

Mentari melambaikan tangannya pada kedua sahabatnya, lalu berlari-lari kecil ke gedung sekolah.

"Ada-ada aja deh," Langit menatap berbagai barang di tangannya. Bungkusan kado, boneka, coklat, bahkan bunga sekalipun ada disana. Ia menatap Luna, "Gimana bawanya, Na?"

"Gue bawa tas jinjing di ransel,"

Langit tertawa. Sahabatnya yang satu ini memang punya ransel yang seperti kantong Doraemon, serba ada. Benda wajib yang pasti ada di ranselnya adalah mukena, payung, tempat minum, buku catatan kecil, dan tempat alat tulis. Tempat alat tulis yang bukan hanya berisi pensil dan pulpen, melainkan alat tulis lengkap yang juga terdiri dari penghapus, tip-ex, penggaris, sampai stabilo dan penjepit kertas. Alat kesehatan seperti minyak telon, kayu putih, obat-obatan ringan, plester dan juga perban ada di satu wadah khusus. Dengan berbagai buku tulis dan buku pelajaran yang ada disana, juga kotak bekal yang tiap hari tidak pernah absen untuk Luna bawa, Langit heran kenapa ransel gadis itu tidak pernah jebol. Ransel biru muda berpadu krem milik Luna itu bahkan tahan berbulan-bulan, tidak pernah diganti walau Langit dan Mentari berganti tas hampir tiap semester karena tas yang jebol atau risletingnya macet.

Pemuda itu meletakkan sebagian barang Mentari di bangku semen di dekat mereka, lalu beranjak ke belakang Luna. Tangannya bergerak membuka risleting ransel Luna dan meraih-raih ke dalamnya, mencari satu tas jinjing yang berada di tas Luna. Tas yang sering Langit juluki dengan tas Doraemon karena banyak benda yang bisa ditemukan disana. Dari alat tulis, buku catatan, payung, sampai obat-obatan.

"Ngapain lo bawa-bawa tas jinjing?" tanya Langit saat ia menemukan benda itu.

"Kemarin habis bawa properti buat mading bulan ini. Gue lupa buat ngeluarin,"

Langit mengangguk-angguk. Ia memperhatikan selagi Luna menata barang-barang itu dalam tas jinjing. Begitu selesai, Langit mengambil tas itu dari Luna. Luna membuka mulutnya, hendak protes. Ia bisa membawanya sendiri, kok. Lagipula ia tidak suka merepotkan orang lain, Langit tahu itu. Tapi Luna juga tahu, Langit tidak akan mau menerima penolakan darinya.

"Tata nggak keliatan sedih ya," celetuk Luna saat mereka kembali berjalan ke parkiran.

"Bagus dong. Itu berarti dia udah bisa move on,"

Langit, Bulan, dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang