Sebelas

2.2K 162 3
                                    

Selepas permintaan maafnya beberapa hari lalu, Mentari menyadari kalau Haga berusaha memperbaiki sikapnya pada Mentari. Pemuda itu selalu memberinya kabar, meneleponnya, bahkan menawarkan diri untuk menjemputnya di sekolah saat ia tidak kelas yang harus ia ikuti di kampus. Ia tidak banyak protes, menerima sikap Haga dengan hati riang. Setidaknya, Haga terlihat ingin berubah demi Mentari menjadi pacar yang lebih baik dan perhatian. Termasuk dengan menjemputnya selepas latihan band sore ini.

Suara klakson membuyarkan lamunan Mentari. Ia melambaikan tangannya pada Gara, Kai, dan Nino yang melesatkan motornya melewati gerbang sekolah. Bahu Mentari mendadak kaku. Kalau ketiga pemuda itu sudah lewat, maka sebentar lagi Nusa pasti akan lewat juga dan—

"Pulang bareng gue?"

Nah, kan. Mentari menoleh ke arah suara itu. Ia tersenyum rikuh, "Oh—ehm, ngg ... gue—"

"Mentari pulang sama gue,"

Mentari merasakan sebuah lengan merangkul pundaknya, menarik dirinya merapat ke si pemilik tubuh. Nusa menatap Haga yang berdiri di samping Mentari dengan tatapan tak terbaca.

"Oh, mau kencan."

Mentari mengangkat alisnya. Kenapa Nusa mengatakannya dengan nada aneh? Mencibir? Meledek? Sinis? Entahlah. Tapi nada itu dingin sekali.

"Bukan urusan lo."

"Kak, gue pulang duluan, ya." Mentari buru-buru menyela dua pemuda yang entah kenapa mengeluarkan aura ingin saling bunuh itu. Ia bergegas menarik lengan Haga untuk menjauh dari Nusa yang masih menatap mereka sampai mereka menghilang ke mobil Haga.

"Kenapa dia tiba-tiba nawarin kamu pulang bareng?" tanya Haga begitu mereka di dalam mobil.

Karena aku dan dia udah pernah dua kali pulang bareng. "Mana aku tahu,"

"Mana mungkin dia tiba-tiba ngajakin kamu pulang kalau nggak ada angin nggak ada hujan," Haga membalas dengan ketus. "Kamu habis ngapain sama dia?"

"Ya ampun, nggak habis ngapa-ngapain!" seru Mentari sambil menoleh pada Haga. Haga balas menatapnya tajam. Mentari menghela nafas dan berujar pelan, "Aku habis latihan band sama dia,"

"Apa!? Latihan band!? Sama dia!?" Haga berteriak. "Dan kamu nggak ngasih tahu aku soal itu!?"

Apa ia lupa? Mentari mengingat-ingat. Terakhir ia bercerita soal latihan band, sepertinya ia memang baru bercerita tentang drummer baru yang akan dikenalkan Haga. Ia belum pernah bercerita bahwa drummer itu adalah Nusa.

Sama sepertinya dan Nusa, Haga juga tidak pernah menyukai Nusa, walau sepengamatan Mentari, Haga dan Nusa tidak pernah terlibat konfrontasi langsung. Tapi kedua pemuda itu memang selalu memancarkan aura perang jika berpapasan, entah kenapa.

"Keluar dari band sekolah,"

Kalimat Haga mengembalikan Mentari ke pertengkaran mereka, "Apa?"

"Keluar dari band sekolah," Pemuda itu mengulangi dengan nada tajam.

"Nggak bisa," sahut Mentari. "Aku baru satu bulan disana, dan kamu nyuruh aku keluar gitu aja?"

"Sejak awal aku nggak pernah setuju kamu ada disana."

Iya, karena disana ada banyak cowok. Haga sudah pernah mengatakannya. Dulu, Mentari hanya mengiyakannya, agar tidak memicu pertengkaran. Untuk kemudian di hari-hari berikutnya, tidak berhenti membujuk Haga—dengan janji ia akan menjaga jarak dari cowok-cowok itu. Hingga Haga mengiyakan dengan setengah hati. Mentari pikir, hal ini tidak akan mereka ungkit lagi, hingga sekarang.

"Aku nggak mau,"

"Apa?" Haga menoleh padanya dengan mata menyipit.

"Aku bilang, aku nggak mau," sahut Mentari tegas. "Kalau kamu masih mau ngeributin masalah ini, mending acara makan kita batal dan kamu langsung antar aku pulang."

Langit, Bulan, dan MatahariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang