Bagian 1

31.6K 1.1K 87
                                    

Kayla Nadhifa Almaira

***

Aku memainkan jari-jemariku. Kakiku pun ikut melakukan hal yang sama, bergerak kesana-kemari di atas lantai halte. Angkot yang ku tunggu tidak kunjung datang padahal sudah hampir setengah jam aku duduk di sini. Kulirik arloji di tanganku menunjuk angka tujuh lebih tiga puluh menit membuatku semakin gelisah.

Pasalnya aku sering sekali datang terlambat menikmati omelan demi omelan dari Dosenku bahkan terkesan seperti ceramah saking seringnya.

Setelah kupikir-pikir, wajar saja jika aku mendapat omelan terus-terusan. Itu semua salahku. Aku tidak memungkirinya. Entah mengapa hampir satu bulan ini aku terus melakukan kesalahan. Aku sendiri bingung padahal aku tidak mempunyai masalah, masalah pribadi juga tidak. Hatiku juga baik-baik saja.

Aku tidak sedang patah hati, boro-boro mau patah hati yang di suka juga tidak ada. Eh.... Bohong deh! Aku menyukai seseorang tapi aku tidak tahu perasaannya terhadapku seperti apa. Tidak sedang sakit juga, magh, asam lambung, darah tinggi, anemia, asam urat, batuk, demam, pilek, insomnia, diabetes, kolestrol, cacingan, DBD, muntaber, cacar, ginjal masih banyak lagi bahkan aku juga tidak galau sehingga membuatku datang terlambat.

Jika di tanya bagaimana subuhku pasti akan kujawab baik-baik saja. Aku tidak pernah melewatkannya sekalipun. Allah SWT selalu No 1 di hatiku.

Waktu menunjukan tujuh lebih empat puluh menit. Kulihat angkotan berhenti tepat di hadapanku, dengan sigap aku masuk kedalam mengambil posisi duduk paling nyaman.

Mataku membulat sempurna saat kak Faiq duduk tepat di hadapanku. Tangannya sibuk membuka buku yang dia pegang kemudian dia hanyut bersama kata demi kata yang ada di dalam buku itu.

Aku mendengus kesal, lagi-lagi dia mengikutiku menjadi bodygard tanpa seizinku. Aku memutar bola mataku jengah.

Tidak mau kalah dengannya. Kuambil buku kemudian kututup wajahku kemudian menyandarkan kepala pada bagian angkot.

"Nggak usah sok nutupin wajah." suara baritonnya menarikku dari alam bawah sadarku.

Aku menyingkirkan buku dari wajahku menatapnya kesal. "Bisa nggak sih kak, sekali aja nggak ngikutin Kayla?"

"Yang ngikutin kamu siapa?" katanya masih dengan kesibukannya membaca buku.

"Ya kakak lah... Masa' hantu. Oh... Aku lupa kakak kan kutu nempel sana sini." kataku sembari tersenyum.

Julukan kutu memang cocok untuk kak Faiq yang senengnya ngikutin aku kemana-mana. Kak Faiq itu sahabat baik kakakku Althaf, nama lengkapnya Muhammad Faiq Akbar Syam. Aku bingung kenapa kakakku itu bisa punya sahabat seaneh dia?

Dia cowok nyebelin yang setiap hari bikin aku kesal dengan tingkahnya. Udah kayak suamiku kemana-mana selalu saja di sampingku layaknya hari ini.

"Kalau saya kutu. Kamu kulit kepalanya." sontak penumpang tertawa.

Lagi-lagi aku mendengus, geli sumpah. Geli banget ngebayangi kutu bertengger cantik di kepalaku. Ih... Sedangkan dia tersenyum puas. Dia menutup bukunya kemudian melipat kedua tangan di dadanya. Menatapku dengan tatapan ejekan.

Sumpah dia menyebalkan!

"Kiri bang." kataku setelah sampai di depan kampus.

Abang sopir menghentikan angkotnya. kemudian aku turun menghampiri abang sopir. "Bang, yang bayar dia ya sekalian bayarin penumpang lain."

Aku mendapat tatapan kekesalan darinya, dengan terpaksa dia membayar ongkos semua penumpang termasuk aku.

Yes.... Aku menang. Aku yakin besok dia nggak akan berani ngikutin aku lagi.

Kamulah Takdirku (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang