Bagian 5

15.1K 744 24
                                    

Kayla membanting pintu mobil Faiq, kekesalannya masih memuncak. Kayla turun dari mobil langsung berjalan kepekarang rumahnya meninggalkan Faiq begitu saja tanpa mengucap sepatah kata pun. Faiq tersenyum melihat gelagat Kayla. Menurutnya Kayla lucu saat marah membuatnya ingin selalu dekat dengan Kayla. Entah! Kapan perasaan suka itu bersemayam di hatinya.

Faiq memutar mobilnya meninggalkan rumah mewah itu. Dari kejauhan Kayla memperhatikan mobil Faiq yang sudah berjalan sangat jauh dan hilang dari pandangannya. Kayla masuk ke rumah  dengan menghentak-hentakkan kakinya. Kesal masih menguasai hatinya. Merajalela.

"Kak, bisa nggak sih sekali aja Faiq nggak ngikutin Kayla?" ucapnya kepada pria tampan yang sibuk dengan laptop silver merk Apple. Jari-jemari pria itu terlihat lincah bernari di atas keyboard laptop mahal itu.

"KAK Al!" pekiknya karena tidak mendapat respon apapun dari pria yang dipanggilnya kakak itu.

Al lebih tepatnya Althaf Abrisam, Al adalah kakak pertama Kayla dengan postur tubuh tegap, tinggi 175cm, kulit kuning langsat yang pasti kalah putih dari Kayla, hidung mancung kecil, alis mata tebal dengan satu lesung pipit di pipi kiri, otak jangan ditanya Al mempunyai IQ di atas rata-rata begitu juga dengan Kayla dan Qila. Mereka terlahir dari keluarga yang memiliki kecerdasan yang luar biasa.

Al menutup kedua telinganya kemudian menggosok-gosok telinganya. Sedetik kemudian memutar kursinya menghadap Kayla.

"Kenapa?"

Aish! Kayla berdecak kesal. Jadi dia nggak dengerin aku ngomong. Wajar saja dia temenan sama si kutu itu, mereka sama-sama menyebalkan!

"Kakak nyebelin!" Kayla mengerucutkan bibirnya.

"Ya maaf..., kenapa dek?"

Rasanya Al pengin Kayla guyur pakai air biar peka. Dasar kak Al nggak peka!

"Nggak jadi. Kakak nyebelin kayak kak Faiq."

Kayla merengut kesal membuang muka kemudian menenggelamkan wajahnya di antara bantal.

"Jadi..., karena Faiq? Faiq masih suka ngikutin kamu?"

Kayla bangun dari posisi berbaringnya kemudian mengangguk.
Sedetik kemudian Al tergelak. Tangannya memegang perut menahan tawa yang sedari tadi pecah.

"Nggak lucu kak!"

"Kamu sama dia yang lucu," ucap Al disela tawanya. "Kamu suka sama dia? Biasanya kalau awalnya benci lama-lama bisa jadi cinta lo dek." 

Sontak mata Kayla membulat sempurna. Di ambilnya bantal kemudian memukul Al sepuasnya. Geram rasanya bukannya membelanya malah mengoloknya. Apa maksudnya coba?

"Bisa aja kan dek?"

"Idih..., amit-amit! Ogah!" Kayla menarik selimut membungkus rapat tubuhnya.

                           ❤❤❤

Aku bersimpuh di hadapan Allah. Berbisik kepada bumi akan namanya dan namaku semoga kelak bisa berlabuh di pelaminan. Memohon agar Allah mengabulkan keinginanku. Setetes air mata jatuh membasahi sajadahku mengetuk pintu langit berharap agar Allah membukakan sedikit untuk do'aku agar dikabulkan oleh-Nya.

Oh..., Allah, hamba tidak meminta banyak dari-Mu. Cukup Engkau sandingkan saja nama hamba dan namanya, cukup Engkau buat antara hamba dan dia terikat sesimpul tali halal. Itu saja sudah cukup, maafkan hamba jika terkesan memaksa namun hamba tidak ingin menjadi perempuan munafik yang selalu menepis rasa dengan mengatakan aku tidak mencintaimu.

Pertemuan dimana membuat hatiku berdebar karena senyumnya yang meneduhkan dan tutur katanya yang sopan. Perasaan yang tak pernah ku harapkan nyatanya bersemayam di hatiku. Mengobrak-abrik isinya memecah setiap keping lalu utuh kembali. Kubiarkan rasa ini hingga akhirnya aku sendiri tidak sanggup terus-menerus memendamnya namun tidak sanggup pula untuk mengungkapnya. Kubiarkan ia membawa pergi sekeping hati milikku. Aku tidak keberatan karena cinta ini membuatku ikhlas menerimanya dalam hidupku.

Kubiarkan cintaku berlayar lalu berlabuh di hatinya berharap ia pun merasakan hal yang sama sepertiku menyelipkan namaku di setiap do'anya. Bertahun lamanya aku memendam rasa, menjaganya agar tetap suci tanpa ia tahu betapa sakit mencintainya. Melihat senyumnya saja sudah membuatku bahagia. Dikala hatiku terluka tiada obat yang paling mujarab dari senyum tulusnya. Dikala aku terpuruk tiada obat sebaik tutur katanya. 

Ilham..., dia lelaki yang kucintai Aku berharap akan ada masanya dimana aku dan dia duduk bersanding di pelaminan, saling menggenggam dan menyematkan cincim di jari manis pertanda aku dan dia saling memiliki.

Pernah kutepis rasa ini nyatanya aku tak mampu melawan rasa yang bergejolak di dada. Ingin rasanya kuungkapkan namun aku tak ingin mendapatkan penolakan yang membuat hatiku sakit.

Biarlah kupendam rasa ini. Mencintaimu dalam diam. Kusembunyikan rapat perasaan ini. Biarlah aku merasakannya sendiri.

"Kayla." Keisha berlari kecil menghampiriku memeluk tubuhku erat.

Aku menatapnya meminta penjelasan walau aku sendiri sudah tahu apa yang menyebabkan wajahnya tampak sumringah. Keisha memang tidak seperti biasanya, senyumnya, tingkahnya kentara sekali kalau ia sedang bahagia. 

"Aku kangen banget sama kamu. Kamu kok nggak ikut kerumah aku sih?" ucapnya.

Kemarin malem kak Al, Bunda dan Ayah ke rumah Keisha untuk mengkhitbahnya. Aku dan Qila bukannya tidak mau datang tapi alangkah lebih baiknya cukup Ayah dan Bunda saja yang ikut. Bukankah perihal khitbah tidak seharusnya beramai-ramai.

Sudah sejak lama kak Al menyimpan rasa kepada Keisha dan baru kamarin malam dia berani mengkhitbah, itupun karena aku terus mendesaknya. Keisha juga sangat mencintai kak Al, kupikir jika dua orang saling mencinta akan lebih baik di segerakan.

Maka dari itu kak Al memilih untuk segera menghalalkan sahabatku ini. Setelah menikah mereka bebas mengungkapkan rasa. Ah..., cinta mereka sangat indah diam-diam mencinta dan akhirnya sebentar lagi cinta itu akan berlabuh di pelaminan dimana saat-saat mendebarkan itu sangat dinantikan.

Aku juga menantikan hari itu. Berharap kelak yang menggenggam erat tangan Ayah dan menyebut namaku itu adalah dia yang kucinta dan kesebut namanya di dalam do'aku.

"Padahal aku pengin banget kamu ada di sampingku saat kak Al mengkhitbahku," suara khas Keisha berhasil menyadarkanku dari lamunan.

"Maaf..., masih ada walimah yang bisa aku hadirin kan ?" godaku.

Keisha tersipu malu, pipinya bersemu merah. "Pokoknya walimahan nanti kamu harus dampingi aku. Titik!"

Aku terkekeh geli. Saat seperti ini Keisha terlihat gemas. Kucubit pipi merona itu membuatnya mengaduh kesakitan. Biarin dah pipi calon istrinya kak Al melar karena cubitanku yang kuat. Kak Al, pasti sangat bahagia bisa memperistri Keisha. Aku yakin dia tidak akan mampu menahan tangannya untuk tidak mencubit Keisha saat seperti ini.

"InsyaAllah. Aku pasti nemenin kamu," ucapku masih mencubit kedua pipinya. "Oh ya..., Adiba mana?"

Aku tidak melihat Adiba sejak kelas selesai. Dia menghilang begitu saja padahal biasanya kalau di hendak keluar pasti selalu pamitan.

"Adiba pulang, Abahnya sakit."

"Ya Allah..., terus Abahnya udah dibawa ke rumah sakit?" aku khawatir ada apa-apa dengan Abahnya.

"Katanya sih udah."

"Kalau gitu sepulang ini kita kesana jengukin Abah."

Semoga abah baik-baik saja. Senantiasa dalam lindungan Allah swt.

Bersambung.....

23.56

Jangan lupa baca Al Qur'an

Afwan kalau ceritanya sedikit membosankan, semoga kalian suka😄
Jangan lupa vote dan voment ya.

Sayang kalian😘






Kamulah Takdirku (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang