Bagian 23

15.7K 685 73
                                    

Takkan pernah hilang rasaku meski kau jauh dariku. Mencintaimu karena Allah adalah salah satu cara memelihara cinta itu agar tetap selalu suci. Humairaku.

***

Muhammad Faiq Akbar Syam

“Jangan pulang sebelum saya menjemputmu,” ucapku seraya mengecup keningnya lembut.

“Siap kak.” Kayla mencium punggung tanganku.

Kuusap lembut kepala Kayla kemudian masuk ke dalam mobil meninggalkannya. Kuperhatikan dia dibalik kaca spion, dia masih berdiri diposisinya. Aku tersenyum, meskipun sudah jauh cantiknya masih terlihat.

Kayla Nadhifa Almaira. Perempuan yang usianya terpaut 9 tahun dariku, lebih tepatnya usianya 19 tahun, empat bulan yang lalu resmi menjadi istriku. Mahasiswi semester satu, aku menikahinya atas dasar cinta karena Allah, karena ketaatannya kepada Sang Khaliq, tutur katanya yang lembut membuatku jatuh hati meskipun dia sering marah jika aku mengikutinya layaknya bodyguard.

Awal pertemuanku dengannya sejak aku duduk di bangku SLTA, saat itu aku baru berteman dengan Althaf, dimulai dari teman biasa hingga bersahabat. Tepat hari minggu aku dan yang lainnya mengerjakan tugas kelompok di rumah Althaf, saat itu tenggorokkanku terasa sangat kering lalu aku beranjak dari duduk untuk pergi ke dapur sekedar mengambil minum. Saat aku hendak kembali tidak sengaja mataku menangkap sosok Kayla kira-kira usianya sembilan tahun. Dia sedang berlari-lari kecil bersama adiknya Qila kira-kira usia Qila delapan tahun. Aku fokus menatapnya, dia lucu, tertawa dengan manisnya sambil menembakkan pistol air tanpa sengaja kaki Qila kecil tersandung ke gazebo dan dia menangis. Dengan sigap Kayla kecil membujuk Qila kecil agar berhenti menangis. Aku tersenyum saat Kayla kecil mampu membuat Qila kecil berhenti menangis, dia membujuk Qila kecil dengan sangat lembut layaknya perempuan dewasa. Saat itulah aku mulai menyukainya.

Aku tersenyum mengingat masa itu, masa itu yang seharusnya belum mengenal cinta namun nyatanya di usia delapan belas tahun aku menyadari bahwa aku telah menyukai Kayla karena kedewasaan sikapnya. Satu-satunya cara agar aku bisa dekat dengannya adalah mengantarnya sekolah dan menjemputnya saat pulang. Setiap kali aku mengikutinya, dia akan marah bahkan tidak segan-segan menghentakkan kakinya kesal di hadapanku. Kemarahannya tidak membuatku takut malahan membuatku gemas ingin segera menghalalkannya.

“Dokter,” kuhentikan langkahku memutar tubuh menghadap seseorang yang memanggilku barusan, ternyata suster Elly.

“Ya, ada apa sus?”

“Dokter sudah ditunggu untuk perkenalan dengan coas yang berada dalam bimbingan dokter nantinya.”

Aku mengangguk seraya tersenyum. “Saya akan segera ke sana,” kataku.

•••

Perkenalan selesai, aku kembali ke ruangan kerjaku merebahkan kepala ke sofa, memejamkan mata sejenak. Di benakku terbayang wajah istriku yang cantik seketika aku bangun dari posisi bersandar kemudian merogoh handphone disaku celanaku. Dua puluh panggilan tidak terjawab tujuh whatsapp masuk, mengambang indah dilayar handphone. semuanya dari Humairaku.

Astaghfirullah..., aku lupa memberi kabar kepadanya. Kubuka pesan singkat Kayla satu-persatu.  Aku menepuk jidatku, karena perkenalan sampai lupa dengan istriku sendiri.

Humaira :  Sudah sampai?

Humaira : Kakak sibuk ya?

Humaira : Sedang ada operasi ya Kak?

Kamulah Takdirku (SUDAH TERBIT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang