8. Genderuwo

493 19 6
                                    

Saat semua itu terdiam,, kami melihat pemandangan yang ada didepan mata kami semua.

Pertarungan antara dua makhluk gaib yang tidak menimbulkan apapun, tidak menimbulkan kerusakan. Mereka bertarung dalam diam. Mereka bertarung di alam yang berbeda. Alam tidak bisa kami masuki dan kami tempati. Alam yang khusus untuk semua makhluk tak kasat mata.

Aaaaaaaaaa!!!!!!!
Ningsih berteriak dengan suara yang tinggi, suara itu layaknya paku yang digesekan di kaca. Ngilu..

Kami semua hampir tidak tahan dengan suara ningsih itu. Menutup telinga sebisa mungkin agar tidak bisa mendengar teriakan dari ningsih. Tapi menutup telinga dengan tangan hanya percuma, suara teriakan tetap terdengar begitu jelas. Kami berusaha tidak mendengar, tapi percuma.

Gendang telinga seperti hampir pecah. Saat ningsih berteriak, kami menemukan pemandangan kembali, pocong itu melompat mundur dengan perlahan.

Perlahan melompat mundur tapi seakan dia melompat itu seperti ada yang menahannya, dia tidak leluasa melompat.

Semakin lama lompatan pocong itu semakin pelan, terus pelan dan akhirnya pocong itu terdiam dan berhenti melompat.

Pocong itu membatu, lalu ningsih menghentikan teriakannya.

Akhirnya suara teriakan yang membuat ngilu itu berhenti. Kami melihat pocong itu berubah menjadi batu, dia menghitam, lalu berubah menjadi arang, sampai akhirnya dia berubah menjadi abu.

Hancur lebur pocong itu seperti kayu yang di bakar. Abu pocong itu menggunduk seperti gunung kecil disitu. Seketika itu angin berhembus perlahan, menerbangkan abu abu itu. Suasana pun menjadi seperti semula. Suasa yang tenang.

Ningsih melirik ke arah kami dan dia tersenyum. Aduh... Dia bukan manusia tapi senyumnya manis.

"Makasih ningsih", ucap Elsa.

Ningsih tersenyum dan mengangguk. Tanpa ada lagi yang berbicara, dia kembali berjalan memipin kami semua menuju pohon besar itu.

***

Akhirnya sampai, kami berada di 30meter jauh dari titik pusat pohon. Ya karna pohon itu memiliki bundaran yang cukup luas dan dipenuhi rerumputan layaknya taman, tapi meski taman rumput tetap saja tidak terlihat seperti taman karna tempatnya yang menyeramkan juga angker.

Aku benar benar terkejut dengan apa yang aku lihat... Semua nya ada disini.

" aaaaaa banyak banget ini hantu nyaa", teriak Fitri ketakutan.

"Ah udah udah jangan lebay hihi" , novi sedikit meledek.

"Eh tapi serem juga loh, disini mukanya hampir semua rusak", Tiara mencoba menjelaskan.

" aduhhhh" , ucap sinta kaget.

"Kenapa sin?" , tanyaku

"Liat ini dibelakang aku ada anak kecil yang narik celana aku", jelas sinta.

Sinta sedikit bergeser ke kiri, dan ternyata emang bener, ada anak perempuan kecil yang sangat lucu , dia tidak seperti yang lainnya, dia seperti manusia, mirip sekali dengan manusia, dengan rambut pirang dikucir, memakai baju putri. kira kira umur 4-5 tahun.

" iiiihh lucu nya" , ucap fitri sambil menghampiri sinta yang bertujuan ingin melihat anak kecil itu lebih dekat.

Tapi saat fitri mendekat, anak kecil itu sembunyi di belakang sinta.

"Yah ko ngumpet sih, hey sini", fitri membujuk anak kecil itu..

" dia malu" jelas santi..

"Siapa nama kamu cantik?" tanya sinta pada anak kecil itu, sambil berjongkok dan menatap anak kecil itu.

Sebelum anak kecil itu menjawab, novi berbicara
"Kayanya bukan anak sini deh, soalnya mukanya keliatan bule gitu",

" siapa nama kamu?" sinta mengulang pertanyannya..

Anak kecil itu menjawab
'Alene'

"Tuh kan, bule" ucap novi.

"Alene? Bahasa mana?" tanya Tiara,

"Sebentar deh", kataku sambil mengeluarkan handphone ku dan mencari digoogle.

" ketemu" , kataku,

"Bahasa mana?" tanya novi,

"Belanda",

Kami semua terdiam lalu saling melirik satu sama lain. Elsa bertanya pada ningsih,

" ningsih, disini emang ada yang dari belanda juga? Atau hampir semua belanda?",

'Setengahnya..' jawab ningsih.

Setengahnya? Pantas saja ada anak kecil bule disini, dan pasti masih banyak makhluk lainnya yang berasal dari belanda.

Kami meneruskan langkah menuju titik pusat pohon besar itu. Sinta berjalan sembari menuntun alene anak kecil dari belanda itu, seperti adiknya sendiri.

Sampai berada tepat dibawah pohon itu, hawa pun menjadi semakin panas. Fitri, Novi dan Santi tidak kuat dengan hawa panas ini, aku juga sebenarnya tidak kuat karna hawanya benar benar panas. Rasanya seperti dalam suatu ruangan sempit dengan hanya satu ventilasi lalu diruangan itu terdapat banyak orang yang berdempetan membuat pengap dan panas.

Tapi Elsa memberikan solusi agar bisa menahan sedikit hawa panas yaitu dengan membaca istigfar dalam hati.

Ningsih naik ke atas pohon, terbang tentunya bukan memanjat. "Ningsih mau kemana?" tanyaku. Ningsih hanya tersenyum dan menggeleng.

Kami semua duduk dibawah pohon itu. Melihat lihat sekitar. Kukira dititik pusat pohon ini akan banyak makhluk tapi masih sepi, hanya saja hawa nya yang panas dan baru melihat alene sama ningsih. Yah mungkin karna mereka tidak ingin menampakan diri dulu.

***

Beberapa menit berlalu, semua hanya terdiam melihat sekitar yang kosong.

"Aduhhh , pada kemana kok gak pada muncul sih", ucap Novi dengan nada sedikit kesal.

"Sabar aja dulu", kata Elsa.

Tak lama kemudian ada sesosok yang datang dengan perlahan dari kejauhan.

" eh liat itu ada yang datang" , kata Santi.

"Waduu", fitri kaget.

Semua melihat dan memerhatikan sosok yang berjalan itu termasuk ningsih dan alene. Sosok itu mendekati kami dengan perlahan tapi pasti.

Ya.. Sosok nya tinggi besar kira kira kira setinggi tiang listrik, dengan rambut panjangnya nya yang tebal dan lebat tetapi tidak menutupi wajahnya, wajahnya terlihat jelas. Ahh. Perlu di jelaskan wajahnya? Wajahnya busuk, terlihat ada belatung keluar dari wajahnya. Mata hanya terlihat satu mata kanan saja dan menyala terang, mata sebelah kiri hilang dan hanya menyisakan lubang. 2 gigi taring atas yang keluar dari mulutnya lumayan panjang, sedada makhluk itu. Makhluk itu mengenakan kain putih yang kotor dangan compang camping.

Ya tuhan.. Sungguh mengerikan mahkluk itu. Kenapa dia bisa berupa seperti itu? Apa yang terjadi pada masa hidupnya? Apa yang menyebabkan dia mati sampai terlihat begitu menyeramkan seperti itu.

" itu siapa?", tanya Elsa pada Ningsih.

'Lina' jawan ningsih.

Makhluk kita semakin mendekat dan berdiri dihadapan kita semua. Dengan tinggi besar.

"Ada yang berani ngobrol sama dia?" tanya Elsa.

Hampir semuanya menggelengkan kepala. Melihatnya saja seram apalahi berbicara dengannya siapa yang berani? Elsa tentu berani.

"Yaudah aku yang ngobrol kalian nyimak ya",

Semua mengangguk..

Penghuni Pohon BeringinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang