Cuaca hari ini terlihat mendung. Padahal, Aku harus berangkat ke Panti Jompo Indah. Kulihat mentari enggan menampakan cahayanya, seperti dia yang juga ikut enggan terdengar kabarnya.
"Matahari, keluarlah aku rindu!" ucapku lirih.
Rindu? apa iya aku merindukan dia, rindu kepada sosok yang belum pernah kutemui, rindu pada lelaki aneh yang mengganggu kedamaian hatiku.
Mengapa penyesalan selalu datang terlambat?
Harusnya kemarin aku menemuinya meski sebentar."Asalamu'alaikum mba. mba masih di puskesmas. Aku di rumah temen mau ketemu Mba Lea, bisa?" itu pesan yang dia kirim kemarin. Sebenarnya inginku balas pesannya itu, aku juga ingin bertemu dia, namun aku urungkan karena tiba-tiba Leon datang menjemputku di puskesmas.
Leon sudah sembuh, kulihat tubuhnya sudah membaik. Tapi entah mengapa raut wajahnya terpancar kesedihan.
"Lea, aku minta maaf. Intan sudah menceritakan semuanya padaku, maafkan aku Lea, yang tidak percaya padamu," ucap Leon dengan sedih.
Aku melihat, raut wajahnnya penuh penyesalan, memandang wajahnya yang seperti ini aku merasakan iba.
"Leon, Aku sudah maafin kamu, lagian semua ini hanya salah paham di antara kita," ucapku jujur, sambil tersenyum kearahnya.
"Bagaimana kabarnya Intan? Kamu tahu engga Ion, Intan sangat sedih saat kamu kecelakaan, kamu beruntung memiliki dia, dia begitu menyayangi kamu," ucapku tersenyum tulus pada Leon.
Leon hanya diam, ia menundukan kepalanya, wajahnya terlihat sedang memikirkan suatu hal."Lea, kalau aku suka sama kamu, bagaimana?"
Entah kenapa kata-kata yang aku tunggu tiga tahun ini, terdengar biasa saja, terasa hambar tidak ada artinya, bahkan saat dekat dengannya hati ini tak bergetar lagi. Mungkinkah rasa cinta itu telah pudar? Bukannya aku harus bahagia saat mendengarkan bahwa Leon menyukaiku? Mengapa? ada apa dengan hatiku? Apakah rasa sukaku kepada Leon sudah menghilang??
"Lea, aku mencintaimu. Aku takut, aku sangat takut kehilanganmu, Lea." Leon menggenggam tanganku, tatapan matanya sangat menusuk ke indra penglihatanku.
kutarik nafasku dengan berat. Maafkan aku Leon.
"Leon, a-ku, aku juga suka sama kamu, bukan hanya suka tapi juga sayang. Tapi, itu dulu saat aku belum tahu kamu menyayangi intan," kutarik nafas mengambil sebuah jeda. "Sekarang rasa sayang itu emang masih ada, tapi hanya sebatas rasa sayang kepada sahabatnya, Leon. Aku sadar, selama ini rasa sayangku hanya sebatas shabat, seperti sayangku ke Tiva, Riski, Bagas."
Aku melihat ke arah Leon sejenak, raut wajahnya terlihat bimbang.
"Leon, kamu tahu'kan, ada perempuan yang benar-benar menyukaimu bahkan dia mencintaimu. Aku yakin kalian saling menyayangi satu sama lain," kulihat Leon masih terdiam, seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi enggan untuk dikatakan.
"Leon, coba kamu dengarkan hatimu? Aku yakin, rasa sayangmu padaku, masih lebih besar rasa sayangmu ke Intan. Dari tatapanmu aja, aku tahu, kalau kamu sangat menyayanginya."
"Tapi Lea, Intan? dia pergi meninggalkanku,"
"Kok bisa? kamu habis bertengkar sama Intan?"
Leon hanya menganggukan kepalanya.
"Gini, Leon. suatu hubungan pasti ada masa kita terlihat romantis, harmonis, tapi ada juga masa saat bertengkar, iya kan?" Aku lihat dia mengangguk dan menoleh ke arahku, mengisyaratkan dia ingin mendengar lebih apa yang akan ku katakan.
"Nah saat terjadi pertengkaran ini aku yakin semua masih memegang prinsip keegoisannya masing-masing, tidak ada yang mau mengalah, tidak ada yang mau meminta maaf terlebih dahulu, tidak ada yang mau disalahkan, dan semua memegang prinsip bahwa aku yang benar kamu yang salah," lanjutku bercerita kepadannya.
"lalu, apa yang harus aku lakukan, Lea. Minta maaf kepada dia? aku sudah sering mengalah, dia terlalu egois," jawab Leon dengan nada frustasi
"Nah itu poinnya, kamu masih mengutamakan egomu, kamu ngga ikhlas memaafkannya. Coba kamu meminta maaf dengan lembut, bicara dari hati ke hati, aku yakin dia pasti akan luluh dan mengakui kembali kesalahannya. Kamukan lelaki, perempuan itu perlu perhatian lebih, jadi ngga ada salahnya kan cuma meminta maaf lebih dulu?" terangku panjang lebar seolah aku pakar cinta, padahal aku jomblo sudah lama.
"Terimakasih, Lea. Kamu memang sahabat terbaikku. Aku jadi nyesel, kenapa Aku ngga bisa jatuh cinta sama kamu? Maafkan Aku, Lea. Atas semua kesalahan dan perkataanku yang pernah melukai hatimu,"
"hahaha, Leon ... Leon, berarti memang kamu bukan jodohku. Sudah ngga usah nyesel, Aku ngga masalah, malah Aku jadi dapat pembelajaran dari Kamu. Dan yang penting jangan lupain Aku jadu sahbatmu," ucapku sambil tertawa.
"Aku ngga akan lupain sahabat terbaiku,"
"Ya udah, Leon. Aku pulang dulu, jangan lupa sampaikan salamku buat Intan, Asalamu'alaikum," pamitku kepadannya.
Ada kelegaan di hatiku, akhirnya masalahku dengan Leon sudah berakhir. Semoga kau selalu bahagia dengannya kawan.
~~~~
Langit masih saja mengkelabu,
mengiringi kepergianmu.
wahai hati kuikhlaskan dirinya bahagia bersamanya.kini tunjukanlah cahaya kebahagiaan untukku, dengan dirinya yang sedang ku rindu.
di mana kini kau berada matahariku.
kuingin melihatmu bersinar kembali, menyinari hariku.----------------------------------------------
hy reader gimana ceritannya ku harap kalian suka.
iya si aku juga merasa gaje sama jalan ceritannya.
tapi kuharap kalian menyukai.jangan lupa tinggalkan vote dan comen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengikhlaskanmu Di Ujung Senja (PROSES REVISI)
Teen FictionIkhlas. Bisakah aku mengikhlaskan kau pergi, sedangkan di lubuk hatiku, namamu masih bersemayam di hati. Ikhlas. Apakah aku bisa mengikhlaskanmu? Sedangkan rindu ini hanya untukmu. Ikhlas. Apa itu ikhlas? Apakah benar aku sudah mengikhlaskan kepergi...