PROLOG

9.9K 290 47
                                    

Kau boleh membeciku sesuka hatimu, tapi ketahuilah, aku tak akan pernah bisa membenci kamu.
~Azelea~

******

"Tugas oh tugas, mengapa kau selalu menumpuk, macam mana, macam mana aku mengerjakannya!!!"

Argh... sepertinya aku sudah gila dengan tugas-tugas yang bercibun ini, belum lagi dengan tugas praktik yang menyita waktu dan tenagaku.

Ada kalanya aku merasakan lelah, ingin menyerah, ingin menangis, lalu mengadu pada seseorang. Namun sayang aku tak bisa melakukannya.

Pikiranku terasa penat, belum lagi masalah pertengkaranku dengan sahabat baikku.

Sepertinya otakku sudah tak sanggup untuk berpikir kembali.
Arghhh ingin ku menjerit berteriak seperti orang gila di luar sana, sepertinya enak menjadi mereka yang tak memiliki beban hidup. Dan jika aku gila seperti mereka tentu aku tak perlu susah mencari objek untuk penelitian tugas akhirku, karena aku bisa mengamati diriku sendiri, Oh sungguh pintar otakku ini.

"Lea!! Lo di panggil Bu Rus tuh di ruangannya," panggil temanku Dewi, salah satu teman praktikku di RS Abasa.

Perkenalkan, namaku Lea lebih tepatnya Azelea Ratna Sachi nama pemberian dari almarhum kakekku.
Saat ini aku sedang menduduki bangku kuliah semester akhir, jurusan Bogor-Depok, tentu bukan itu, apa lagi jurusan menuju hatinya, andai ada fakultas itu sudah aku memilihnya, namun apa daya, Aku hanya mahasiswa jurusan Keperawatan di salah satu Universitas ternama di Depok.

"Makasih Dew," jawabku pada dewi dan melangkahkan kaki menuju ruangan Bu Rus.

Ada getaran aneh saat aku ingin masuk ke ruangan yang terlihat horor itu, bukan tempatnya yang horor melainkan pemilik tempat itu alias Ibu Ruswanti. Untuk informasi saja, Bu Rus itu pembimbing yang galak. Bahkan, kemarin ada temanku yang menangis karena dimarahi oleh beliau.
Arghh ... mengapa bulu kidikku jadi merinding begini. Ayo, Lea, kamu pasti bisa melewati tantangan ini.

Kutarik nafas dalam, mencoba merelaksasikan pikiranku terlebih dahulu. Bismillahirahmanirahim, ya Allah, tolong selamatkan aku dari prasangka burukku ini, aamiin.

"Tok ... tok ... tok. Permisi bu, tadi kata Dewi, Ibu memanggil saya?" tanya ku dengan nada berhati-hati.

"Iya Lea, masuk. Ini tugas dan resume kelompok kalian sudah Ibu nilai.
Untuk ujiannya berkelompok saja ya, nanti kalian siapkan alat dan bahan yang di perlukan, dan ini, Ibu kasih SOP-nya jangan lupa di fotocopy," jelas Bu Rus sambil memberikan lembaran kertas padaku.

"Baik Bu, terima kasih, kalau begitu saya permisi dulu," pamitku dan segera keluar dari ruangan Bu Rus. Meskipun tidak ada apa-apa, rasanya berduaan dengan Bu Rus begitu horor, bahkan irama jantungku berdetak begitu cepat layaknya bertemu gebetan.

******

Kulangkahkan kakiku menuju indekosku, hari ini benar-benar melelahkan.

Aku mengaktifkan ponselku yang sengaja aku matikan saat sedang praktik. Mungkin itu sudah kebiasaan karena aku tak ingin layar pipih ini mengganggu konsentrasi saat sedang bekerja.

Aku melihat ada beberapa pesan masuk, namun tidak ada yang spesial, contohnya pesan dari dia yang selalu aku tunggu.

Aku menyipitkan mataku saat membaca pesan dari seseorang yang tidak aku kenal.

Akhir-akhir ini dia selalu mengirim pesan padaku, sungguh sok kenal, sok dekat kali dia padaku. Sering kali aku sengaja tak membalas pesan tak jelasnya darinya, tapi dia begitu gesit selalu megirim pesan singkatnya, hingga akhirnya Aku sedikit penasaran tentang dia. Bagaimana tidak penasaran, dia tiba-tiba tahu mengenai sekolah asalku dulu, bahkan aku lihat profilnya saja, jarak rumah di antara kita terbilang cukup jauh.

 Mengikhlaskanmu Di Ujung Senja (PROSES REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang