Part 3. Jadi Stalker

1.2K 77 0
                                    

Happy Reading!!
Jangan Lupa Bahagia...

***

Gua nggak akan nyerah.
- Aldy Maldini -

***

(Namakamu) masuk ke kamarnya. Ia melempar tasnya sembarang arah. Ia kesal. Kenapa harus dirinya? Ada banyak perempuan yang berharap menjadi pacar Aldi, lalu kenapa Aldi malah mendekatinya? Ia jelas risih. Ia hanya ingin menjadi siswi seperti biasanya. Yang normal tanpa ada gangguan seperti tadi.

"Gilaaa... gilaaa... gilaa...," teriak (Namakamu).

"Siapa yang gila?"

(Namakamu) menoleh. Laki-laki paruh baya sudah ada di pintu kamarnya menatapnya dengan kening berkerut. "Papa? Papa udah pulang?"

"Menurut kamu? Kalau misalnya Papa ada di sini artinya Papa udah pulang, dong."

"Iya-iya." (Namakamu) duduk di tepi ranjangnya. "Tumben cepet." (Namakamu) menatap satu-satunya orang tuanya itu.

"Ini hari kamis, (Nam..)."

"Oh iya." (Namakamu) baru mengingat jika hari kamis Papanya hanya mengajar sampai siang hari. Ayahnya seorang dosen yang mengajar di salah satu universitas tidak terkenal sama sekali.

"Siapa yang kamu bilang gila tadi?" tanya Edwin, papa (Namakamu).

"Ya, orang gila," jawab (Namakamu) seadanya.

"Kalo ada masalah bilang sama Papa. Ya udah. Kamu masak, yah. Papa mau mandi dulu."

"Iya, Pa."

(Namakamu) menutup pintu kamarnya setelah Papanya pergi. Ia mengganti seragamnya dengan pakaian santai. Ia harus memasak. Semenjak Mamanya meninggal beberapa tahun yang lalu, yaitu saat (Namakamu) SD kelas 2, ia belajar memasak karena Papanya tidak bisa diandalkan dalam urusan dapur.

Papanya tidak menikah lagi. (Namakamu) juga tidak melarang. Hanya saja Papanya yang tidak ingin. Ia mencintai Mama (Namakamu) dan juga tidak ingin (Namakamu) merasa kasih sayangnya terbagi walau nyatanya itu tidak akan terjadi. Sampai saat ini (Namakamu) tidak mempermasalahkan alasan Papanya itu.

Gaji Papanya juga pas-pasan. Walau Papanya seorang dosen, tapi bisa dibilang ia seorang dosen kalangan menengah bawah. Papanya bukan dosen sains, matematika, ekonomi, atau akuntansi. Bukan. Bukan salah satu dari itu. Papanya seorang dosen Kewarganegaraan.

(Namakamu) dari kecil sudah ditekan untuk mandiri berusaha tidak merepotkan Papanya. Ia berangkat ke sekolah naik bus atau bajaj. Ia tidak pernah minta diantar walau sering Papanya mengajaknya berangkat bareng dengan mobil tua keluaran tahun 80-an yang menjadi satu-satunya alat transportasi yang mereka miliki. Uang jajannya juga selalu disisakannya untuk ditabung. Ia bisa menggunakan uangnya untuk keperluan mendesaknya, mungkin.

Setelah selesai memasak, (Namakamu) memanggil Papanya. Mereka berdua menyantap makanan buatan (Namakamu). Bakat lain (Namakamu) yang tidak diketahui siapa pun kecuali Papanya seorang. (Namakamu) sangat pintar memasak.

***

"Kenapa lo?" tanya Steffi melihat adiknya uring-uringan di kamar. Ia berniat memanggil Aldi makan malam, tapi melihat adiknya berwajah kusam, akhirnya ia bertanya lebih dulu.

"Nggak apa-apa," jawab Aldi. "Ada apa?" tanyanya menatap sekilas kakaknya.

"Yakin nggak apa-apa?" tanya Steffi tidak yakin adiknya baik-baik saja. "Gua udah liat lo kek gini dari tadi pas pulang sekolah."

Pacar!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang