"HANINDYA."Vina menoleh begitu namanya dipanggil. Dia melihat seorang guru honorer, yang kalau dia tidak salah ingat adalah salah satu penjaga perpustakaan. Ini sudah hampir seminggu semenjak dirinya masuk sekolah, dan tempat yang paling sering dia kunjungi selain kantin adalah perpustakaan. Biasa, untuk menuntaskan hobinya membaca berbagai macam novel dan membuat kliping-kliping tentang aktivitas kriminal.
Jangan ditanya untuk apa. Dia sedang mendalami genre misteri dan thriller, niatnya ingin membuat sebuah fiksi bertema pembunuhan.
"Em, Pak Dion? Ada apa ya Pak?" Vina berjalan mendekat dengan memegang dua bola basket di tangan. Dia dan ketua kelas baru saja mengambil beberapa bola besar untuk permainan olahraga hari ini. Ketua kelas sendiriㅡMegaㅡsudah kembali dengan bola voli dan bola sepak.
"Saya mau minta tolong tapi, sepertinya, kamu sedang sibuk."
Sibuk sih iya, tapi, mending ngadem di perpus. "Gak apa Pak, saya gak sibuk sama sekali. Apa yang bisa saya bantu?"
"Bisa kamu bantu saya panggilkan Reydan kelas XI IS 4? Bawa dia ke perpustakaan."
Reydan? Kayak kenal. "Oke Pak. Tapi, saya taruh bola sekalian minta izin ke guru pengajar lebih dulu."
"Biar saya saja, kamu langsung ke Gedung Ips." Pak Dion mengambil pelan kedua bola basket di tangan Vina.
"Oh, baik Pak." Vina mengangguk dan berterima kasih kemudian, melangkah pergi.
Harusnya gadis itu berganti pakaian saja sebelum pergi ke Gedung Ips. Vina pikir dirinya tidak akan diperhatikan karena, ini sudah hampir seminggu dia masuk sekolah. Tapi, ternyata tetap saja. Semua pasang mata masih memperhatikan gerak-geriknya dengan cermat. Apalagi Vina sedang menggunakan baju olahraga. Selain dikira anak baru, dia juga dikira adik kelas. Mengingat jadwal pelajaran olahraga hari ini hanya dua kelas sebelas dari Gedung Ipa dan dua kelas sepuluh dari Gedung Ips.
Duh, kelasnya Reydan paling pojok lagi, keluhnya dalam hati. Sebelas IS empat adalah kelas terganas dari seluruh angkatan. Vina bahkan bisa mendengar betapa ramainya kelas itu daripada yang lain saat dirinya masih berada di koridor lantai dua. Pantas sih, ternyata tidak ada guru yang mengawasi.
Kalau setiap ada guru saja sudah ramainya seperti pasar. Apalagi kalau tidak ada guru? Ramainya seperti empat kali lipatnya pasar. Bisa hancur gendang telinga Vina.
"Permisi," ucap Vina dengan mengetuk pintu kelas yang terbuka.
Kelas yang awalnya seramai empat kalinya pasar itu, langsung hening seketika saat Vina datang. Vina yang biasa saja ditatap sedemikian rupa oleh setiap orang di dalam kelas, hanya menatap balik wajah mereka satu persatu. Dia tidak tahu Reydan seperti apa tapi, instingnya bisa dipercaya. Vina pasti bisa menemukan Reydan, meskipun dia tidak pernah bertemu secara jelas dengan orang itu.
Tapi, setelah penelusuran singkatnya. Tidak ada yang cocok dengan instingnya. Vina baru saja akan bertanya saat seorang sudah bersiul dan membuka suara terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ReyVina
Teen FictionUNDER CONSTRUCTION! SELESAI : 11 Sep 2019 Revisi I : 06 Jan 2020 Revisi II : 01 Jan 2021 * * * Sialnya, tidak semua akhir adalah yang terbaik bagi semua orang * * * Key, Jan18