Wanita paruh baya itu datang ke dalam mimpi Alaia malam ini. Dia datang dengan menampakkan senyum pada Alaia. Sementara Alaia datang dengan emosi yang sudah tidak bisa ia tahan. Mereka memulai pembicaraan itu untuk kedua kalinya.
"Woah! Apa Anda tahu...saya...benar-benar merasa hari ini adalah hari terburuk dalam hidup saya. Itu benar-benar memalukan. Tentu saja dia tidak percaya padaku!" Alaia mulai emosi.
"Tidak apa-apa. Bukankah kamu masih punya dua kesempatan lagi?" sahut wanita itu.
"Tidak. Aku tidak akan menggunakannya. Aku akan membiarkan diriku sial seumur hidupku, daripada aku harus bertemu dengannya lagi dan mengatakan hal konyol itu." Alaia terlihat seperti anak kecil yang mengadu pada ibunya.
"Alaia...dengarkan aku. Aku tidak mungkin sembarang bicara padamu. Aku tidak mungkin memanggilmu malam itu jika bukan karena memang kamu ditakdirkan untuknya. Hei...dengarkan aku sekali lagi, dia mungkin menganggapmu konyol hari ini. Tapi suatu hari nanti dia akan bersikap berbeda padamu. Dia akan melihatmu dari sudut pandang yang berbeda. Kalian...hampir semua sifat yang ada dalam diri kalian sama. Seharusnya kalian tidak bisa disatukan karena kalian sama-sama keras kepala. Tetapi saat kalian bersatu...," belum selesai wanita itu bicara, Alaia tak tahan ingin menghentikan ucapan wanita itu.
"Sudah cukup! Hentikan omong kosong itu. Aku begitu menyesali harus memilih mengatakan hal itu padanya. Aku bahkan tidak tahu kalau dia seseorang yang terkenal. Jika dia bukan orang terkenal, itu tidak masalah." Alaia menggerutu.
"Itulah rintangannya. Jika dia orang biasa, maka aku tidak akan memintamu mengatakan hal itu padanya. Kalian akan bertemu dengan sendirinya, tapi karena dia bukan orang biasa, aku harus memintamu untuk menemuinya dan mengatakan hal itu. Dia sekarang sangat fokus dengan karir, cintanya perlahan redup karena ia merasa harus bekerja lebih keras lagi. Kamu...ditakdirkan datang untuk membuat dunianya lebih berwarna."
"Lalu bagaimana dengan duniaku?"
"Apa kamu tahu arti dari namamu?"
"Namaku?"
"Alaia artinya kebahagiaan. Kamu berhasil membuat orang lain yang berada didekatmu merasa jauh lebih baik. Apa kamu sadar dengan hal itu?"
"Aku bahkan tak menyadari hal itu sekalipun. Wah, apa itu benar?" Alaia merasa tak menyangka dirinya begitu bermakna untuk orang lain. Dia senang bisa membuat orang lain bahagia.
"Apa sekarang kamu mengerti alasanku memintamu untuk mendekatinya?"
Alaia mulai mengeluh lagi, "aku ingin sekali bilang tidak. Aku bahkan tak ingin melihat wajahnya lagi. Aku benar-benar membencinya." Dia menghela napasnya. "Apa aku harus mencobanya lagi?" tanyanya. Wanita paruh baya itu langsung mengangguk. "Saat kesempatan itu datang lagi...gunakan itu sebaik mungkin karena...di kesempatan keduamu hanya ada kamu dan dia. Tidak seperti hari ini. Kamu tidak perlu merasa malu lagi, lalu yakinkan dia."
Alaia seketika mengingat tentang kesialan yang akan menimpa dirinya. "Kesialan itu akan tetap terjadi. Tapi kesialan itu akan membuat jarak kalian dekat."
"Ah, ini terdengar seperti dongeng. Apa aku sedang berada di negeri dongeng? Atau jangan-jangan aku ada di dunia Harry Potter?"
Wanita itu menambahkan lagi, "jika kamu sekarang berada di negeri dongeng apa kamu percaya dengan Happy ending? Tapi jika kamu sekarang berada di dunia Harry Potter, apa kamu percaya dengan magic?". Wanita itu tersenyum pada Alaia.
"Woah...," Alaia tak percaya dengan apa yang sedang terjadi padanya. "Ada apa denganku? Kenapa Anda harus memilihku?"
"Ini sudah pagi. Kamu harus kuliah. Pulanglah. Kita akan segera bertemu," wanita itu pun seketika menghilang dari hadapan Alaia.
>>> NEXT PART: Kesialan yang memangkas jarak <<<
YOU ARE READING
Do You Believe In Magic? #2
FanfictionThe 2nd series of December Is Coming, when all of Alice's life bring her into the magic land. Everything tell the truth and everything has changed. Justin isn't Justin as you know before and Alice isn't Alice as like you read. It was like the truth...