Kesempatan kedua itu tidak berlalu begitu saja

5 0 0
                                    

"Ya?" sahut Jungkook saat Jhope menelponnya.

"Aku lupa memintamu sesuatu. Bisakah kamu kembali?"

Jungkook merasa jengkel namun akhirnya dia kembali ke tempat makanan itu. Saat ia kembali, gang yang bersebelahan dengan tempat makanan yang ia beli begitu ramai. Dia penasaran dan mencoba mendekat. Dia terkejut saat ia melihat Alaia berdiri di situ melindungi seorang anak kecil. Dia juga melihat Alaia merasa kesakitan saat Alaia menyadari sesuatu di tongkat pukulan itu. Saat si ayah dari anak kecil itu mencoba memukul Alaia lagi, dia buru-buru menahan tangan si ayah itu dan memintanya berhenti untuk memukul orang lain.

Kini semua mata tertuju pada Jungkook. Dia juga melihat tangan Alaia berdarah tetapi Alaia masih sibuk membawa anak kecil itu ke tempat lain. Alaia membawa anak kecil itu ke restauran tadi. Dia mencemaskan keadaan batin anak itu. "Aku akan membawanya ke dokter," sahut Alaia pada salah seorang warga yang menemaninya. "Kamu juga perlu mengobati tanganmu," suara orang lain datang. Jungkook datang untuk menemui Alaia. "Ikutlah denganku. Kalian perlu ke dokter," sahutnya. Akhirnya Jungkook, Alaia, dan anak kecil itu pergi ke rumah sakit bersama seorang warga yang membawa pergi ke rumah sakit terdekat.

Setibanya di rumah sakit, Alaia meminta dokter untuk memeriksa anak itu lebih dulu. Dia menghiraukan lukanya. Saat anak kecil itu dibawa pergi oleh seorang dokter, Jungkook membawa Alaia pergi ke IGD. "Tanganmu...," sahut Jungkook. "...tanganku bukan seberapa dari apa yang anak kecil itu dapat," sahut Alaia saat tangannya diobati oleh seorang suster. Dia merintih sakit saat suster itu memberi obat pada lukanya. Keduanya terdiam usai Alaia bicara barusan. Selesai tangannya dibalut, Alaia mengucapkan terima kasih pada suster itu dan pergi keluar bersama Jungkoook.

"Terima kasih," sahut Alaia pada Jungkook. Jungkook membalasnya dengan senyuman. Sesaat ia hendak beranjak, ponselnya berdering. Taehyung menelponnya, "kamu dimana?" tanyanya. Alaia sedang mencari alasan, "aku tiba-tiba ada urusan dan...aku sudah mengirim makanan itu. Apa sudah kamu terima?" sahut Alaia. "Apa itu urusan penting?" tanya Taehyung penasaran. "Iya," jawab Alaia. Jungkook pergi saat Alaia menerima telpon itu.

Usai Alaia menutup telpon itu, dia menghampiri anak kecil itu. Dia melihat ibunya sudah bersama anak kecil itu. Sang ibu masih berderai air mata melihat anaknya dipukuli oleh suaminya dan dia juga berterima kasih pada Alaia dan warga yang menolong anaknya. Alaia menoleh ke sekitar mencari seseorang. "Apa dia pergi?" sahut batinnya. Akhirnya, Alaia kembali dengan taksi pulang ke rumahnya.

"Kesempatan kedua itu belum berakhir." Tiba-tiba Alaia mendengar suara wanita paruh baya dalam pikirannya. "Apa yang kamu lihat hari ini adalah sosoknya yang sebenarnya. Bukankahnya kesempatan keduamu datang tanpa kamu kira?" suara itu masih menggema di benak Alaia.

Sebelum Alaia benar-benar pulang, rupanya dia mampir ke sebuah toko untuk membeli beberapa kebutuhan dirinya. Tanpa ia duga, dia bertemu dengan Taehyung lagi. Memang, dia tak menyapanya lebih dulu karena Taehyung memang masker sehingga dia tak mengenalinya. Raut wajah Alaia menjadi cerita seketika ia melihat Taehyung. "Ada apa dengan tanganmu?" Taehyung dengan cepat menyadari hal itu. "Aku...terluka," jawab Alaia. Pada akhirnya Taehyung bisa mengantar Alaia pulang. Di dalam mobil, keduanya sedikit canggung hingga Taehyung menghidupkan radio dan secara tidak kebetulan musik yang terputar adalah lagu BTS.

"Apa kamu tahu lagu ini?" tanya Taehyung.

"Tidak." Alaia menoleh pada Taehyung. Dia melihat Taehyung sedikit kecewa karena dirinya tidak lagu yang Taehyung tanyakan barusan.

"Lagu siapa?"

"Namanya BTS."

Alaia tertegun. "Apa kamu tahu mereka?" Alaia berbohong.

"Kamu harus tahu mereka, gimana kalau kamu pacaran sama mereka suatu hari nanti?" sahut Taehyung secara tiba-tiba. Pertanyaan Taehyung terdengar aneh. Alaia menatap Taehyung dengan tatapan yang sedikit bingung sekaligus terkejut. "Aku tidak peduli." Taehyung semakin penasaran. "Apa.....kamu mau pacaran sama artis?" sahutnya lagi. "Kenapa tidak?" jawab Alaia. Taehyung terkejut dan langsung menginjak rem cukup keras. Tubuh Alaia seolah terlempar kedepan. Rupanya lampu merah menahan mobil Taehyung.

"Kamu mau?" sahut Taehyung.

"Itu dulu, aku pikir."

"Dulu...," Alaia mengorek ingatan lamanya. "...waktu aku masih sekolah...,"

"...memangnya sekarang sudah selesai sekolah?" sahut Taehyung.

Alaia menatap tajam Taehyung. Tentu saja Taehyung tidak salah, "...maksud aku masih di bangku sekolah. Sekarang namanya kuliah," sahut Alaia.

"Tapi sama saja kan sekolah?"

Alaia merasa, "iya sama kok."

"Terus?" sahut Taehyung.

"...jadi aku pernah berharap aku bisa pacaran sama salah satu idolaku tapi makin aku gede aku pikir kalau hidup menjadi seorang artis bukan perkara mudah. Pasalnya semuanya akan berhubungan, keluarga, karir, bahkan pacar. Aku...," Alaia menatap Taehyung tetapi tatapannya berlangsung cepat karena Taehyung harus fokus menyetir lagi. "...saat nanti aku pacaran nanti..." mata Alaia menatap lampu jalan yang cepat sekali hilang dari pandangannya. "...entah dia orang biasa ataupun dia seorang artis sekalipun, aku hanya ingin dia...," dia terhenti. Dia bingung apa yang ingin sampaikan. Taehyung masih menunggunya. "Kenapa aku bisa lupa ya sama ucapanku dulu padahal sepertinya baru kemarin aku bilang lagi," sahut batin Alaia. "Aku lupa...," Alaia menyesalinya. Taehyung tak begitu mempermasalahkan itu, "tidak apa-apa. Apa ini karena sudah malam? Oh!" seketika Taehyung teringat sesuatu. "...bukannya kamu harus tiba di rumah?" sahutnya. "Aku sudah ijin," jawab Alaia.

Sebelum Alaia benar-benar pulang, Taehyung mengatakan sesuatu lagi yang membuat jarak mereka semakin dekat. "Hey...Alaia! Ayo kita bertemu lagi," sahut Taehyung dengan senyum manisnya. Alaia menoleh, "temui aku besok sore. Apa kamu sibuk?" sahutnya. Taehyung berpikir. Dia sebenarnya punya jadwal kosong hingga akhir pekan ini. "Oke. Katakan dimana tempatnya, aku akan menemuimu." Keduanya berpisah di malam ini.

Taehyung tak pernah terpikir bisa sedekat ini dengan orang asing yang tak pernah ia duga sebelumnya, hadir masuk ke dalam hidupnya. Dia pun menelpon temannya. "Hari ini aku bertemu dengannya lagi," sahut Taehyung dalam telpon. "Benarkah? Apa kalian janjian?" sahut temannya. "Seandainya saja kamu tadi datang, kamu akan bertemu dengannya," Taehyung mengungkit masalah tadi saat temannya mendadak membatalkan janji mereka. "Itu mendadak...lagipula kamu sudah ketemu dia!" temannya terdengar mulai emosi. "Besok kita akan bertemu lagi," sahut Taehyung. "Gunakan waktu itu sebaik mungkin. Pikirkan dengan baik bagaimana perasaanmu sebenarnya?" sahut teman Taehyung. Raut wajah Taehyung mendadak suram, dia teringat dengan seseorang yang tadi ia temui. Seorang pria yang tampak lebih tua darinya datang menemuinya secara tiba-tiba. Pria itu membicarakan tentang sebuah perasaan pada Taehyung. "Aku memulainya dengan kebohongan. Apa seharusnya dia tahu perasaanku sebenarnya?" sahut batin Taehyung.

"Jangan pernah mempermainkan perasaan, apalagi itu perasaan orang lain yang bahkan kamu tidak bisa menebaknya ataupun menyentuhnya. Ini seperti halnya dengan, djangan bermain api jika kamu tidak ingin terluka. Iya, kan?" kata-kata pria itu menggema di pikiran Taehyung.

"Dia punya dua pihak saat ini, yang bahkan ia juga tidak tahu dimana dia berpihak. Dia berada di jalan dimana dia harus memilih. Kamu memulai segalanya dengan kebohongan, itu kesalahanmu!" sahut pria itu.

"Pikirkan dengan baik dan ambil resiko dari perbuatanmu. Tahu, kan? Bahwa teman adalah segala-galanya kamu tidak akan bisa menukarnya dengan apapun bahkan sekalipun dengan harga merk baju termahalmu. Teman adalah permata sesungguhnya, mahal! Saat kamu menghilangkannya, dia akan menjadi milik orang, jika tidak dia tidak akan kembali padamu. Pakai perasaanmu...Taehyung."


>>> NEXT PART: Taehyung datang seperti Justin <<< 

Do You Believe In Magic? #2Where stories live. Discover now