"AAAAAAAAAaaaaaaa!!!"
Suara teriakan Adeera memecah keheningan, membuat burung burung yang semula hinggap tenang di pohon depan rumah langsung berterbangan. Begitupula kegiatan penghuni rumah di pagi ini.
Bastiar yang sedang menyesap teh hangatnya hampir tersedak.
Sedangkan bu Ani yang berada di dapur hampir menjatuhkan panci yang baru saja ia cuci.
"Apaan sih?" Tanya Rama pertama kali, pasalnya tugas menggambar yang harus dikumpulkannya pagi ini tercoret panjang ketika mendengar teriakan Adeera.
"Adeera?" Tanya Bastiar mendekati pintu kamar mandi. "Ken-"
"Jangan mendekat!"
Bastiar terkejut, begitupula dengan bu Ani dan Rama yang berada di belakangnya. Ketiganya bersamaan mundur menjauhi pintu karena merasa terinterupsi.
"Aaaaaa!" Adeera teriak lagi. Setelah itu terdengar isak tangis. "Ayah."
"Ada kecoa ya? Kelabang?-" Bastiar terdengar khawatir.
"ENGGA!"
"Kecoanya bisa terbang ya?" Tanyanya masih berusaha.
"ENGGA!"
Bastiar menepuk jidat, "Cob-."
"GAMAU!"
"Kenapa gamau?" Kali ini Rama yang bertanya, ia mulai kesal.
"Em," Adeera menjeda. "Ga..pake..."
"Apa?"
"Pokoknya gamau!" Ucap Adeera. "Gapake celana!" Adeera keceplosan, ia menutup mulutnya sendiri karena mengatakan itu. Terimakasih pada pintu yang membatasi mereka. Jika tidak, wajah Adeera pasti sudah seperti kepiting rebus, malu sekali.
Sementara Bastiar dan Rama bertatapan canggung, merasa aneh dengan apa yang baru saja didengar.
"Adeera?" Bastiar kali ini mengetuk pintunya perlahan.
Tidak ada jawaban, terdengar isak tangis lagi.
"Nangis, yah?" Tanya Rama berbisik, Bastiar menggidikkan bahu. Ia memilih menempelkan telinganya dipintu, ingin mencari tahu apakah Adeera benar menangis atau tidak.
"DIAM!"
"Adeera, ini ayah."
"TAU!"
"Kenapa di dalam?"
Adeera menangis lagi, "A-ayah..."
"Iya?" Bastiar menjawab.
"Ini," Adeera mulai bicara dengan sesenggukan. "Berdarah."
"Ha?!" Ketiganya kaget.
"Yah! Berdarah! Deer buka Deer!" Rama akhirnya maju, ia mengetuk pintu dengan keras. "Yah! Dobrak aja, Yah!"
"JANGAN! KALO DI DOBRAK AKU BENCI SEMUANYA!"
Bastiar menahan Rama, lalu menatap Rama dan bu Ani bersamaan. Ketiganya membuat lingkaran kecil tak jauh dari pintu kamar mandi.
"Ayah, jangan jangan Adeera-" Rama terlihat berpikir, mengingat sesuatu.
"Kenapa, Ma?" Bastiar bertanya, penasaran.
"Itu, siklus perempuan yang..." Rama me canggung, tidak tahu bagaimana .
"Astaghfirullah." Bu Ani menepuk tangan, menyadari sesuatu. "Biar Adeera saya urus saja, mas, pak."
Rama menghela nafas, "Bu Ani, udah paham kan?"
Bu Ani mengangguk, tersenyum.
Sedang Bastiar masih menatap heran, belum mengerti arah pembicaraan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Other Love
EspiritualTidak ada yang mudah dengan menerima anggota keluarga baru. Adeera teringat dongeng cinderella yang pernah papah bacakan sebelum ia tidur. Apakah rasanya akan seperti itu? Adeera ragu, Lagipula mamah tidak akan mengijinkan anak seusinya bertemu pang...