"Dyandra! Cepet bangun! Temen kamu udah nunggu di luar," pekik Indri dari luar kamar Dyandra.
Dyandra tidak bergerak di tempat tidurnya.
“Dyandra! Cepat! Mama tunggu di bawah,”
Dyandra terbangun dari tidurnya. Dan melirik jam dinding di kamarnya.
“Hah? Udah jam enam?” Dyandra terkejut ketika melihat jam yang sudah menunjukkan pukul enam pagi.
“Gue harus cepat, pasti Andra udah nunggu,”
Dyandra bergegas dari tempat tidurnya menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi Dyandra langsung mengenakan seragamnya lalu memoleskan sedikit bedak di wajahnya serta tak lupa mengoleskan lipsalve di bibir tipisnya.
Dyandra menyisir rambutnya asal. Kemudian keluar dari kamarnya dengan membawa tasnya.
“Ma, Dyandra pergi dulu ya,” ucap Dyandra sembari mencium punggung tangan Indri.
“Gak sarapan dulu?” tanya Indri.
“Udah telat nih, ma. Dyandra sarapan di sekolah aja.”
Dyandra pergi keluar dari rumahnya dan menemui Andra yang sudah menunggu lama di luar rumah.
“Udah, jangan lama-lama. Udah telat, ayo berangka!” ajak Andra dengan menarik tangan Dyandra kasar.
“Andra, jangan tarik-tarik ih. Sakit.” Ringis Dyandra pelan.
“Lo itu tidur jam berapa sih? Bangun siang banget, kan jadi telat,” gerutu Andra kesal sambil melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“Gue juga gak tau,” jawab Dyandra tanpa rasa bersalah.
Beberapa saat kemudian mereka sampai di depan gerbang SMA Tunas Bangsa yang sudah tertutup.
“Yah, terlambat,” cicit Dyandra.
“Itukan juga karena lo, kalau lo gak kesiangan kita gak bakal telat,” rutuk Andra kesal.
“Pak Budi! Bukain dong pak. Kita kan mau sekolah, sekolah mau belajar. Bukain dong pak gerbangnya,” ujar Dyandra pada pak Budi, satpam di SMA Tunas Bangsa.
“Sesuai peraturan, siswa tidak bisa masuk jika gerbang sudah ditutup!” tegas pak Budi.
“Yahh bapak, bukain dong pak. Kita janji deh gak bakal telat lagi,” ujar Dyandra dengan wajah memelas.
Karena merasa tak tega, pak Budi membukakan pintu gerbang untuk mereka berdua.
“Makasih pak Budi, bapak ganteng deh,” puji Dyandra, padahal pak Budi memiliki wajah yang super-duper sangar.
“Yuk Dra, masuk,”
Andra memarkirkan mobilnya di halaman parkiran.
“Dyandra! Telat terus kamu,” bentak seorang guru, siapa lagi kalau bukan bu Dian.
“Kamu juga Andra. Semenjak berteman dengan Dyandra kamu jadi urak-urakan begini.” bentak bu Dian.
“Lah... kok jadi saya lagi sih bu?” ucap Dyandra tak terima.
“Sudah! Jangan banyak ngeles kamu. Kalian berdua, sapu halaman sekolah sampai bersih!” titah bu Dian kemudian berlalu pergi.
“Tuh guru, pengen gue cabik-cabik mukanya,” umpat Dyandra sambil menghentakkan kakinya.
“Lo kayak bocah umur lima tahun gak dibeliin es krim,” ucap Andra.
“Eh? Terserah lah. Ayo sapu,” ajak Dyandra.
KAMU SEDANG MEMBACA
DYANDRA
Teen FictionAndra Guetta Pratama. Seorang lelaki yang dingin terhadap perempuan dan tidak banyak bicara. Ia di pertemukan dengan seorang gadis yang sangat buruk. Bisa di bilang badgirl. Tidak, bukan badgirl. Tetapi gadis yang bawel, nakal, dan tidak bisa dibil...