Part 11

17.3K 1.6K 225
                                    

WARN! Carefull with typo(s)!!!
*
*
*

   
   
   
    
   
    
   
Selama tiga puluh menit setelahnya, Jimin dan Jungkook hanya berdiam diri tanpa mengeluarkan sepatah kata hingga membuat Jimin bosan.
    
    
"Ayo kembali." Ujar Jimin datar sambil berdiri.
    
    
Jungkook mendongak menatap Jimin dan mengangguk sekenanya, lalu dengan susah payah ia pindah ke kursi roda dan kakinya kembali terasa nyeri. Seperti ada listrik yang menyengat di antara tulang kering dan sendi di lututnya sekilas.
       
    
  
Jimin dengan cuek mendorong kursi roda Jungkook setelah Jungkook baru saja duduk diatasnya.
   
   
  
   
   
  
"Jimin-hyung? Apa hyung tahu alasan mengapa appa dan eomma membawaku ke dalam keluarga ini? Aku tak tahu kenapa itu terjadi? Hyung tahu? Sebelum aku berada di panti asuhan, aku tinggal dan dibesarkan appa. Ayah kandungku. Beliau pria yang keras dalam mendidik tapi aku tahu beliau menyayangiku. Aku tak tahu siapa ibu kandungku. Appa tidak memberi tahu apapun tentang ibu. Tapi entah mengapa tiba-tiba appa membawaku kesebuah panti. Sebelumnya aku tak tahu itu tempat apa. Appa bilang, beliau akan menjemputku setelah ia pulang dari dinasnya di luar negeri. Ia bilang aku tinggal disana dulu sementara hingga ia balik menjemputku. Aku hanya mengiyakan karena aku yakin appa pasti cepat kembali dan menjemputku. Appa menyayangikuㅡ"
   
   
   
  
"Untuk apa kau menceritakannya? Kau pikir aku peduli?" Ketus Jimin memotong cerita Jungkook.
  
  
  
Jungkook hanya tersenyum mendengarnya tapi ia tak peduli dan tetap melanjutkan.
  
  
"Aku tahu appa menyayangiku. Tapi saat aku menunggu kedatangannya untuk menjemputku hari demi hari hingga berubah minggu demi minggu dan berakhir bulan demi bulan, appa tak kunjung datang untuk menjemputku. Tapi aku tidak patah harapan, aku terus menunggunya. Berharap esok hari pria itu muncul memelukku dan membawaku pulang. Namun, bukan yang kuharapkan itu yang datang menghampiriku. Tapi sebuah kabar dari ibu panti yang mengatakan jika appa, ayahku meninggal dalam kecelakaan pesawat satu minggu yang lalu, mayatnya tak di temukan. Dan akhirnya yang aku tahu. Aku harus tinggal disana lebih lama lagi entah sampai kapan. Aku menangis saat itu, entah apa yang aku tangisi tapi aku sebagai bocah berusia hampir sepuluh tahun saat itu aku hanya merasa perlu menangis saja. Hingga satu bulan kemudian, Siwon appa dan Soonkyu eomma datang dan membawaku pada kalian, ditengah kalian. Hyung tahu? Aku sungguh sangat senang mengetahui aku memiliki banyak kakak yang pasti akan sangat menyenangkan saat bermain bersama." Dan hingga saat ini pun dirinya tetap berharap seperti itu.
   
    
Jungkook menghentikan ocehannya tepat saat mereka sampai di depan pintu kamar rawatnya.
 
   
   
Jimin diam saja sambil membuka pintu lalu mendorong kursi roda masuk dan paman Han standby di dalam segera menyambut dan melanjutkan membantu Jungkook hingga kembali pada ranjangnya. Jimin mengerut bingung.
   
    
"Mana Taehyung, Seokjin-hyung dan appa?" Tanyanya sambil duduk di sofa.
   
    
   
"Tuan Kim harus pergi ke kantor karena ada meeting dadakan. Kemudian Tuan Seokjin harus pulang untuk menyelesaikan pekerjaannya dan Tuan Taehyung ikut pulang bersama Tuan Seokjin karena ia sakit perut." Jawab paman Han menjelaskan dengan sopan.
    
    
"Hah?!" Jimin menatap paman Han terkejut juga marah dan tak percaya.
   
    
"Paman memperbolehkan Taehyung pulang? Aish! Menyebalkan. Dasar Kim Taehyung!" Jimin mengumpat kemudian mengambil ponsel dan mulai mengutak-atiknya.
    
   
   
Dasar Kim Taehyung. Jimin menyuruhnya kembali ke rumah sakit tapi kembaran menyebalkannya itu tak mau karena masih beralasan sakit perut. Jimin tahu itu akal-akalan Taehyung saja. Tapi memaksa anak itu untuk kembali ke sini juga sangat sulit.
       
    
  
Helaan nafas kesal dari Jimin terdengar.
      
     
    
Jungkook memperhatikan raut wajah kesal Jimin.
     
      
       
"E-emm.. H-hyung.. Jika hyung keberatan menjagaku disini.. Hyung.. Hyung bisa pulang. A-aku tidak akan bilang apapun pada appa." Ujar Jungkook berusaha agar tidak takut.
    
    
     
    
"Tks! Diamlah." Balas Jimin ketus dan hanya melirik Jungkook sekilas.
    
    
     
    
Jungkook diam. Tak berani bicara apapun lagi.
    
        
      
   
Di saat keadaan kembali hening, paman Han tiba-tiba menerima panggilan di ponselnya. Pria paruh baya itu izin untuk mengangkat panggilan kemudian berjalan sedikit menjauh dari ranjang Jungkook.
      
           
Jimin hanya melirik saja paman Han yang sedang berbicara dengan sopan pada seseorang di seberang sambungan telepon itu. Dan Jungkook hanya memperhatikan dalam diam.
   
   
   
"Maaf, tuan. Saya harus pergi ke kantor Tuan Kim. Beliau membutuhkan saya. Karena tuan Jimin disini, beliau meminta anda untuk tetap menjaga tuan muda Jungkook." Ujar paman Han sopan setelah ia menyelesaikan panggilan telpon.
    
    
    
Mendengar itu, Jimin mendecak kesal. Mengapa ayahnya tidak peka sekali jika ia bosan disini? Kenapa juga ayahnya tidak memarahi Taehyung yang berasalan saja sakit perut dan pulang, membiarkan dirinya sendiri di sini? Menyebalkan.
    
    
  
"Tuan muda Jungkook, saya pamit dulu. Saya akan secepatnya kembali ke sini." Jungkook tersenyum lebar pada paman Han kemudian mengguk.
    
     
"Tak masalah, paman hati-hati ya."
   
    
Paman Han tersenyum hangat melihatnya, ia mengangguk sopan kemudian membungkuk kecil pada Jungkook. Ia juga membungkuk sopan pada Jimin sebelum ia melewati pemuda itu dan keluar dari kamar rawat.
    
     
     
Setelah paman Han pergi, atensi Jungkook beralih pada Jimin yang tengah mengutak-atik ponsel dengan raut wajah tertekuk kesal dan bosan.
   
   
   
"Jimin-hyung, itu... jika hyung benar-benar keberatan di sini. Tidak apa jika hyung pulang. Sungguh, aku tak akan mengatakan apapun pada appa."
    
    
    
    
Jimin menyentak ponselnya pada sofa di sampingnya yang kosong dan menatap Jungkook kesal.
   
   
"Bukankah tadi kusuruh diam?"
    
   
    
Bibir Jungkook terkatup rapat mendengar bentakan Jimin. Ia terkejut. Dan karena terkejut itu, ia tak sadar matanya berkaca-kaca.
    
      
    
Jimin melihat itu. Jungkook yang terkejut akan bentakannya dan mata pemuda itu tampak berair. Helaan nafas Jimin keluarkan. Ia terlalu berlebihan sepertinya.
    
     
Jungkook sadar dari keterkejutannya, ia mengerjab beberapa kali kemudian mengusap kedua matanya yang berair. Lalu menunduk menatap kedua tangan dengan masing-masing jarinya yang ia mainkan.
    
     
Beberapa menit kembali terisi oleh keheningan.
   
   
Jimin melirik jam dinding yang terpasang di dalam kamar rawat. Sudah petang.
   
    
   
"Tumben teman tiangmu itu tidak kesini?"
   
    
   
Jungkook mengangkat kepalanya dan menatap Jimin dengan mata membulat. Ia terkejut mendengar Jimin mau bicara dan bahkan bertanya padanya lebih dahulu.
     
     
Jimin hanya membuang muka ketika ditatapi seperti itu oleh Jungkook.
   
     
Dengan intonasi ceria Jungkook menjawab, "Oh itu, Mingyu kemarin bilang padaku jika dia tak bisa kesini hari ini. Ada acara keluarga yang tidak bisa ia lewatkan. Ibunya akan marah jika Mingyu pergi saat acara keluarga hari ini. Begitu katanya, hyung." Jungkook mengakhiri dengan senyum lebar.
    
     
Jimin hanya mengangguk sekali tanpa berniat menimpali atau membuka suaranya. Dan meski begitu, Jungkook tidak kecewa atau sedih. Ia tetap tersenyum senang. Karena bagaimana pun juga, Jimin sudah mau berbicara dengannya. Tanpa Jungkook harus memulai dan malah mendapati balasan ketus atau bahkan sama sekali tak dipedulikan.
   
    
Tok Tok Tok
    
    
Pintu kmar rawat di ketuk dan tak lama kemudian terbuka dan menampakan seorang perawat wanita dengan nampan di tangan. Ia tersenyum manis pada Jimin yang juga membalas sopan.
    
    
"Halo, Jungkook-ssi. Waktunya makan malam." Ujar perawat itu ceria.
    
    
Jungkook tersenyum sambil memposisikan dirinya duduk, "Halo, noona. Senang bertemu denganmu lagi, noona."
    
    
Perawat itu tertawa mendengar pernyataan polos Jungkook. "Senang juga bertemu denganmu lagi, Jungkook-ssi. Kali ini kau harus menghabiskan makananmu agar cepat sembuh." Peringat sang perawat.
    
     
Jungkook menatap makanan yang di letakan di meja disamping ranjangnya dengan alis berkerut, "Uhh.. Apa tidak ada yang lain selain nasi lembek ini, noona?"
    
     
"Hei, makanan disini tidak begitu buruk. Jangan menatapnya seperti itu. Ini sehat."
   
    
Jungkook mencebik sekilas, "Arra, arra."
    
    

Hurt (Story Of Jungkook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang