Selamat menikmati :)
.
.
.
Sean menatap pemandangan yang terlihat dari jendela besar di kantornya. Memandang gedung yang menjulang tinggi serta awan hitam kelabu. Dibawah sana, lampu-lampu mobil sudah terlihat menyala menyusul awan yang semakin kelam. Perlahan-lahan rintik air hujan turun membasahi kota. Mengubah siang yang harusnya cerah menjadi gelap dan dingin. Persis seperti hati Sean.
Putra pertama keluarga William yang kini berusia 27 tahun itu masih bertahan di kantornya, meski waktu makan siang sudah lewat. Hal yang selalu Sean lakukan sejak 5 tahun yang lalu. Melewatkan makan siangnya. Tidak ada yang tau akan hal itu. Hanya Sean dan sekretarisnya, Yuta, pria asal Jepang yang mengerti kebiasaan Sean tersebut.
Semenjak Kris memberikan Sean kesempatan untuk memegang perusahaan miliknya, Sean sudah memilih. Perusahaan di Manhattan, New York lah yang menjadi pilihan Sean. Kedua orang tuanya, Kris dan Krystal memilih untuk tinggal di Kanada, dirumah yang dulunya adalah rumah orang tua Kris sebelum meninggal dunia. Matt ikut bersama Kris dan Krystal. Kakaknya Sophia dan suaminya juga berada di New York. Cukup dekat sehingga Sean sering mampir ke rumah mereka.
Tapi itu dulu. Hampir 5 tahun ini Sean lebih banyak menyendiri. Tidak bertemu orang tua dan adiknya. Juga tidak bertemu dengan kakak dan kakak iparnya. Lima tahun ini, Sean lebih menggunakan waktunya untuk merenung. Merenung dan menyesali segala sesuatu yang sudah terjadi.
" Tuan Sean, sudah waktunya makan siang. " ujar Yuta yang telah masuk ke ruangan Sean tanpa Sean sadari
" Ya, nanti saja. " sahut Sean tanpa memandang Yuta
" Tuan, mengenai sekretaris bantuan, pimpinan HRD mengatakan jika mereka sudah menemukan yang cocok. "
" Benarkah ? " pembicaraan mengenai sekretaris bantuan itu akhirnya menarik perhatian Sean
" Ya tuan. Pimpinan HRD bilang jika sekretaris tambahan itu akan datang besok. " tutur Yuta
" Baiklah. Tolong kosongkan jadwalku besok. Aku mau aku sendiri yang turun tangan memberi tutor pada sekretaris tambahan itu. " pinta Sean
" Baik, tuan. Saya permisi. " pamit Yuta lalu keluar dari ruangan Sean.
Dan Sean sendiri lagi. Keheningan itu menyelimutinya lagi. Hujan semakin lebat. Bahkan kabut sudah mulai turun dan menghalangi pemandangan dari kantornya. Sean pun menutup jendela besar itu dan kembali mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya.
Seperti inikah cara rindu dan sesal itu bekerja ?
*-*-*-*-*
Nancy berdiri dengan payung di depan Preschool Of America. Menanti putri tercintanya, Olivia yang sebentar lagi akan pulang dari kinderganten tempatnya belajar dan bermain. Ini adalah hal yang menyenangkan yang menjadi favorit Nancy sejak setahun yang lalu, sejak Olivia bergabung di Preschool Of America.
" Mumma!! " dan inilah puncak kebahagiaannya
" Hallo sayang! Bagaimana sekolahmu ? " tanya Nancy setelah menangkap Olivia dalam pelukkannya
" Menyenangkan mumma! Aku mulai belajar berhitung! " seru Olivia sambil menunjukkan kesepuluh jari panjangnya
" Wow!! Anak mumma pasti pintar belajarnya. "
" Tentu mumma!! Aku keluar pertama setelah menjawab pertanyaan. Lihat yang lain belum keluar. " Olivia menunjuk pintu yang masih sepi, sepertinya teman-teman Olivia sedikit kesulitan menjawab pertanyaan mengenai berhitung tersebut.
Nancy tersenyum pada Olivia dan membelai lembut wajah putrinya itu. Olivia menatap Nancy. Memindai keadaan ibunya dari kepala hingga ke kaki. Lalu wajahnya mendadak cemberut.
" Ada apa sayang ? " tanya Nancy setelah melihat perubahan raut wajah Olivia
" Maafkan aku, mumma. Aku melarang mumma masuk dan membuat mumma kedinginan karena menunggu di luar. Lihat, bahu mumma basah. Pasti karna kena air hujan. " tuturnya sambil menunjuk bahu Nancy. Nancy kembali tersenyum.
" Mumma tidak apa-apa sayang. Mumma justru bangga padamu karena tidak mau mumma tunggu di dalam. Mumma tidak kedinginan kok. Kan ada Oliv yang bisa menghangatkan mumma. " ujar Nancy yang berhasil mengembalikan wajah ceria Oliv
" Kalau begitu, ayo kita pulang mumma. Aku mau minum coklat panas buatan mumma lalu selimutan sama mumma dikamar. Ayo ayo ayo. " seru Oliv sambil menarik tangan Nancy untuk ikut bersamanya.
Nancy memandang Oliv yang berjalan di depannya dengan payung kecil yang melindungi tubuh jangkungnya dari tetesan air hujan. Usia Oliv memang baru lima tahun. Tapi secara fisik, tinggi badannya sudah seperti anak usia 7 atau 8 tahun. Nancy tau betul dari mana gen tinggi Olivia itu berasal. Siapa lagi jika bukan dari ayahnya.
Mengingat tentang ayah Olivia, membuat Nancy sedih. Pernikahan yang hanya sekejap mata namun penuh dengan air mata begitu membekas di ingatannya. Olivia hadir pun bukan didasari karena cinta. Walaupun begitu, Nancy tetap memberikan Olivia cinta yang besar. Meski hanya ia sendiri yang memberikannya. Ya, dia sendiri.
*-*-*-*-*
Olivia tengah berbaring sambil memeluk Nancy di bawah selimut yang tebal. Sesuai permintaannya, usai meminum coklat panas buatan mummanya, Olivia mengajak Nancy untuk bergelung manja di selimut yang hangat.
" Oliv sayang. " Nancy berusaha mendapatkan perhatian putrinya
" Ya, ma. " sahut Oliv lalu memandang Nancy
" Besok, mumma sudah mulai bekerja. " ujar Nancy
" Jam berapa mumma pulang bekerja ? " tanya Oliv. Sangat terlihat betapa putrinya itu sedang menahan tangis
" Jam 4 mumma baru pulang sayang. " jawab Nancy sambil mengelus lengan Oliv di perutnya
" Apa aku akan dititipkan di kelas siang seperti teman-teman yang lain ? "
" Maafkan mumma, sayang. " dan detik selanjutnya hanya tangis Olivia lah yang terdengar di teling Nancy.
Nancy merasa amat sangat bersalah pada putrinya. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Uang tabungan yang ia miliki sudah tak mampu lagi menghidupinya dan Olivia. Jadi, mau tidak mau Nancy harus bekerja. Walaupun ia harus mengorbankan waktunya bersama Olivia menjadi berkurang. Tapi lagi-lagi ini semua demi kebaikan Olivia. Demi membahagiakan Olivia.
" Apa Olivia tidak bisa ikut mumma bekerja ? Olivia janji tidak akan nakal. " pintanya
" Mumma belum tau sayang. Mumma baru bertemu bos mumma besok. " ujar Nancy
" Kalau begitu, besok mumma tanyakan ya. Siapa tau bos mumma mengijinkan aku ikut mumma bekerja. "
" Tapi dari jam 12 sampai jam 4 sore itu lama sayang. "
" Tidak apa-apa. Jika Oliv bersama mumma, semuanya terasa menyenangkan. "
Nancy tak tahan lagi untuk tidak mengecup putri kesayangannya. Ia akan mempertimbangkan permintaan putrinya pada bosnya besok. Ia harap, bos barunya mengijinkan ia untuk membawa Oliv ketika bekerja.
.
.
.
.
.
Part 1 done!!!
Bagaimana gengs ?
Lanjut or delete ?
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing Like Us [Sequel STAY.2]
General Fiction[Sequel STAY.2] Kisah cinta Sean yang tak semudah dan seindah kisah cinta kakaknya, Sophia William. Sean tahu sekali jika waktu tidak dapat berjalan mundur untuk memperbaiki kesalahannya. Yang Sean tahu perpaduan antara rindu dan penyesalan yang bek...