20 - Pergi

2.7K 184 4
                                    

Engga sibuk dong aku hari ini hehehe :v

Jadi bisa update lebih awal deh.

Selamat membaca semuanya :)

.

.

.

Nancy menutup matanya rapat-rapat sambil memeluk tubuh Olivia. Ia terus memanjatkan doa memohon pengampunan pada Tuhan. Kalau pun ia harus mati hari ini, ia benar-benar berharap seseorang datang untuk menyelamatkan Olivia dari kejahatan Bona.

Namun hingga tiga kali suara tembakan terdengar, Nancy sama sekali tidak merasakan kesakitan ditubuhnya. Malah sebaliknya, Nancy merasakan seseorang memeluk dirinya dan Olivia. Pelukan yang begitu Nancy hapal dan Nancy sukai. Perlahan, Nancy membuka matanya. Ia mendapati Sean memeluk dirinya dan Olivia. Nancy yang kalut pun melepaskan pelukan Sean dari tubuhnya dengan kasar. Ia membalik tubuh Sean dan mendesah lega ketika tak menemui luka disana.

" Tembakan itu ? " lirih Nancy. Sean tak menjawab, ia hanya memberikan kode kepada Nancy melalui matanya. Nancy mengikuti arah mata Sean dan menemukan Bona dan laki-laki berpakaian serba hitam tadi sudah terkapar dengan darah mengalir dari tubuh mereka. Nancy pun memindai sekitarnya dan menemukan beberapa polisi berada disana.

" Olivia. " Nancy pun berbalik dan membantu Sean yang sudah lebih dulu melepaskan tali yang mengikat tubuh Olivia dengan kursi. Tanpa berkata apa-apa, Sean mengangkat Olivia dalam gendongannya dan berjalan meninggalkan bangunan gudang itu.

Nancy mengernyit heran ketika Sean sama sekali tidak mengajaknya pergi. Akhirnya, Nancy memutuskan sendiri untuk mengikuti Sean dari belakang. Sean masuk ke mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh Yuta. Setelah Sean naik, Yuta memberi kode pada Nancy untuk ikut masuk ke dalam mobil itu. Kemudian, mobil melaju dengan cepat menuju rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Sean sama sekali tidak menanyakan keadaan Nancy. Ia hanya memeluk Olivia dengan erat dan sesekali menciumi wajah Olivia.

*-*-*-*-*

Dokter telah selesai memeriksa keadaan Olivia. Gadis kecil itu masih dalam pengaruh obat bius yang untungnya tidak berbahaya dan akan segera sadar beberapa jam lagi. Sean juga telah mengabari kedua orang tuanya, Matt, serta keluarga Sophia mengenai apa yang baru saja menimpa Olivia dan Nancy. Dan mereka semua sedang dalam perjalanan untuk menemui Sean, Nancy, dan Olivia.

Sean terduduk di kursi samping tempat tidur Olivia. Ia terus menggenggam tangan mungil putrinya itu. Ia tidak bisa membayangkan jika ia lengah sedikit saja, pasti Olivia atau Nancy sudah tiada di dunia ini. Ia patut bersyukur karena menjadi salah satu laki-laki yang peka di dunia.

Nancy berjalan lemah menuju ke arah Sean. Hingga detik ini, Sean sama sekali tidak mengajaknya bicara. Nancy pun memutuskan untuk mengajak Sean berbicara lebih dulu.

" Sean. Kau mendiamkanku sejak tadi. Apa aku berbuat salah ? " tanya Nancy dengan suara yang begitu lirih.

" Kenapa kau tidak jujur padaku ? " Sean balik bertanya dengan suara yang begitu rendah, seolah sedang menahan amarahnya.

" Mereka mengancam akan menembak kepala Olivia jika aku datang bersamamu. Karena itu aku tidak bilang. " jawab Nancy apa adanya.

" Dengan atau tanpa diriku, mereka akan tetap menembak salah satu dari kalian! " seru Sean dengan sinisnya.

" Setidaknya aku bisa mengorbankan diriku untuk menggantikan Olivia!! " balas Nancy. Ia marah. Sangat marah. Ia berharap Sean paham dengan posisinya yang tidak mudah saat itu. Namun di luar dugaannya, Sean justru marah padanya.

" Apa ada jaminan setelah kau mati, putriku akan hidup ?! Tidak Nancy!! "

" Lalu kau mau aku bagaimana ? Jujur padamu ? Datang bersamamu ? Lalu membiarkan kepala putriku tertembak ? Aku lebih memilih mati daripada melihat Olivia mati ! "

Nothing Like Us [Sequel STAY.2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang