"...kau bisa duduk dipangkuanku."
.
.
.
Jujur saja, siapa yang tak merona dan tersipu malu jika mendengar kalimat seperti ini terlontar mulus dari mulut seorang pemuda tampan seperti Naruto?
Bahkan orang kelas kakap macam Sasuke saja wajahnya sudah semerah kepiting rebus sekarang.
"Bagaimana?"
Naruto melihat ekspresi Sasuke yang begitu menggemaskan dari ekor matanya. Wajah Sasuke tentu memerah. Mungkin pria itu tersipu. Naruto hanya perlu menunggu Sasuke untuk berkata iya atau baiklah atau semacamnya, dan mereka akan duduk berdua dengan mesra di bawah pohon yang rindang.
.
.
.
"Tidak!"
"Baiklah."
Naruto reflek melepas pelukannya dari pinggang Sasuke. Dan itu membuat Sasuke jengkel serta sedikit menyesal mungkin.
"Hei! Apa-apaan kau ini!?"
"Hehehe! Aku hanya bercanda dattebayo!"
Sasuke merengut mendengar Naruto yang dengan entengnya berkata itu hanya bercanda. Hal seromantis itu dibilang bercanda? Oh Man, ayolah. Hati Sasuke itu rapuh, dia gak akan kuat jika hanya sebatas dibecandain kaya begitu. Sasuke itu sosialita gampang baper sama orang ganteng.
"Duduklah. Aku jamin, rumput ini tidak sekotor yang kau bayangkan."
Naruto menepuk-nepuk tempat di sampingnya. Rumput hijau sebagai alas duduk bukanlah hal yang buruk. Anggap saja itu karpet dari Mesir dengan kualitas nomor satu dengan motif singa sebagai hiasannya. Duduk di rerumputan sambil memandangi keindahan alam seperti ini dan di temani pemuda tampan si petani stroberi.
.
.
.
"Hn."
Sasuke menyerah, akhirnya dia memilih untuk ikut duduk di samping Naruto. Toh, Sasuke juga memang tidak suka panas meski hanya sedikit saja.
'Nyaman juga.' Batin Sasuke.
"Nah, tidak kotor kan?" Tanya Naruto riang saat melihat Sasuke sudah duduk disisinya. Dan Sasuke hanya mengangguk sebagai jawaban. Anggap saja rumput ini sebagai karpet mahal berkualitas nomor satu dari Meair dengan motif singa sebagai hiasannya.
"Jadi, apa yang membawamu kemari Sasuke?"
"Rasa penasaran."
"Penasaran? Soal apa?"
"Ibuku bilang, Kirigakure merupakan desa terindah. Lalu, aku kemari untuk membuktikannya."
"Umm.. begitu."
.
.
.
Pandangan Naruto beralih, yang sedari tadi focus pada wajah Sasuke. Kini berubah halauan untuk menerawang jauh ke depan sana. Dimana banyak lahan stroberi terhampar dengan cantiknya yang menyejukkan mata, dan langit yang menaunginya terlihat begitu biru sebiru iris matanya.
"Sasuke, Ibumu memang benar."
Sasuke segera menoleh untuk melihat wajah Naruto.
"Kirigakure memang sangat indah. Kami hidup dalam kesederhaan dan menyatu dengan alam. Itu lah yang membuat desa kami menjadi begitu indah dimata orang-orang."
Naruto terkekeh, rasanya bangga sekali saat menceritakan desanya ini. Banyak kebahagian yang Naruto temukan disini.
"Suatu saat, jika aku memiliki seorang pendamping hidup. Aku akan membawanya untuk tinggal bersamaku disini, dattebayo."
.
.
.
DEG!
Jantung Sasuke mendadak seperti mendapat sebuah serangan. Rasanya seperti ada yang mengejutkan, tapi entah apa itu. Mungkinkah karena Sasuke yang melihat senyum Naruto yang terlalu lama? Atau karena aura pemuda ini yang begitu kuat?
Entahlah, Sasuke tidak tahu.
'Ada apa dengan jantungku?'
Sasuke menunduk, tangan kanannya reflek menyentuh dadanya. Jantungnya sedang berdegub kencang di dalam sana. Ini yang pertama kalinya, Sasuke merasa canggung berada di samping seorang pria.
'Kenapa hatiku berdebar-debar seperti ini?'
.
.
.
Angin berhembus pelan, membawa sensasi sejuk yang semakin menjadi-jadi. Udara di pegunungan memang selalu sejuk. Tak jarang kabut tebal juga mendadak turun disertai dengan rintik hujan.
Tapi sepertinya, cuaca Kirigakure sedang cerah saat ini. Mungkin matahari ingin melihat Naruto lebih lama bersama Sasuke di awal pertemuan mereka.
Karena begitu nyamannya akan cuaca hari ini, Naruto merenggangkan badannya. Rileks sekali rasanya.
"Haaah!! Sejuk sekali!! Iya kan, Sasuke? Ehh?"
.
.
.
"Kau mengantuk ya."
Naruto hanya membuang napas, seakan memaklumi Sasuke yang sekarang tertidur bersandar di bahunya.
"Pantas saja dari tadi tidak menyahut."
Naruto membelai rambut Sasuke yang menutupi sebelah matanya. Rambut Sasuke bisa dikatakan panjang untuk seukuran pria.
"Rambutmu halus ya." Kata Naruto.
Senyumannya masih terpatri di wajah tampannya. Tangannya juga masih setia memberi belaian lembut dikepala Sasuke. Yang kemudian beralih untuk mendekap Sasuke untuk semakin menempel padanya. Menyamankan Sasuke yang bersandar pada dirinya, rasanya seperti ada kesenangan tersendiri bagi Naruto.
"Tidurlah, aku akan menjagamu."
.
.
.
Perasaan memang tidak pernah berbohong pada siapapun. Bahkan untuk jatuh cinta pada pandangan pertama, itu bukanlah hal yang mustahil. Ketika rasa suka itu perlahan berubah menjadi rasa sayang, dapat dipastikan bahwa itu adalah kata hatimu yang sesungguhnya. Hanya ada dua pilihan, membiarkannya tumbuh bersama kepercayaan atau berusaha melupakannya karena keraguan. Semua itu ada pilihannya masing-masing.
.
.
.
Siang yang cerah perlahan berubah menjadi sedikit berkabut. Kabut yang awalnya tipis, perlahan semakin menebal dan memberi perubahan suhu yang ekstrem. Kirigakure memang selalu seperti ini, kabut sudah seperti teman para petanu sehari-hari.
"Nngg.."
Sasuke menggeliat manja dalam tidurnya. Tangan putihnya kemudian memeluk dirinya sendiri demi menghangatkan badannya. Tubuh Sasuke mendadak merasakan hawa yang dingin yang menusuk.
"Dingin ya, Sasuke?" Tanya Naruto.
Dan Sasuke mengangguk mengiyakan tanpa membuka matanya. Sasuke masih dalam mode tidurnya.
"Kemari, aku bisa memelukmu."
Naruto kemudian memeluk Sasuke yang bersandar padanya. Dagu nya yang tegas Naruto sandarkan di puncak kepala Sasuke. Sementara si Uchiha Bungsu malah semakin terlelap karena merasa terlalu nyaman dalam pelukan ini.
.
.
.
"Sepertinya akan hujan." Gumam Naruto. Kedua iris birunya menatap ke langit yang mulai menggelap. Cuacapun juga semakin dingin. Membuat Sasuke mau tak mau harus membuka matanya perlahan. Dan memeriksa keadaan sekitar kenapa bisa jadi sedingin ini. Padahal dirinya sedang tidur dengan lelapnya.
"Eh? Kau sudah bangun Sasuke?"
"Huh!?"
"Ayo kita pulang. Sebentar lagi hujan, dattebayo!"
Sasuke mengedipkan matanya beberapa kali. Nyawanya belum terkumpul semua.
Siapa pemuda ini? Kenapa Sasuke ada disini? Lalu apa-apaan pelukan mesra ini? Banyak pertanyaan muncul di kepala Sasuke. Sepertinya otaknya juga butuh waktu untuk memproses semua kejadian hari ini.
.
.
.
"Hei! Bangun, Sasuke!"
"Jangan menepuk pipiku sembarangan, Dobe! Perawatan wajahku ini seharga satu kebun stroberimu!"
Naruto mengerucutkan bibirnya lucu. Tangannya memang menepuk-nepuk pipi Sasuke tadi. Naruto melakukan hal itu karena Sasuke hanya bengong menatapnya seperti orang habis kena gendam.
"Ck! Kenapa harus perawatan segala?"
"Kenapa? Tentu saja agar terlihat awet muda dan tampan. Dasar bodoh."
"Haa?! Perawatan agar tampan? Omong kosong! Aku saja yang tidak perawatan sudah tampan!"
Kali ini giliran Sasuke yang cengoh. Wajah Naruto tampan? Tampan dari sebelah mananya? Jika buka karena Sasuke ini orang yang sangat suka jaga imej, Sasuke sudah pasti tertawa terbahak-bahak sekarang.
.
.
.
"Kau tidak jauh lebih tampan dari pada pembantu ku, Dobe."
"Itu penghinaan. Asal ka---eh hujan!?"
Naruto panik seketika saat langit tanpa permisi menjatuhkan air nya. Mengguyurnya tanpa aba-aba. Tentu saja Naruto akan segera basah jika hujannya sederas ini.
"Sial! Baju ku tidak tahan air!"
Sasuke mengumpat saat baju yang dia kenakan kali ini tidak bisa melindunginya dari air hujan. Satu-satunya pelindung mereka saat ini hanyalah si pohon rindang.
"Kita harus berteduh, Dobe! Aku tidak mau sakit."
"Tidak ada tempat berteduh disini. Kita harus menerobos hujannya."
"Apa!?"
"Ku bilang, kita akan menerobos hujannya dattebayo!"
.
.
.
Naruto kemudian melepas bajunya. Hanya sebuah kemeja sederhana yang pas ditubuhnya. Naruto harus melakukan sesuatu.
"Woi woi! Stop! Mau apa kau, Dobe?"
Sasuke berseru panik saat melihat Naruto sudah shirtless di depannya. Jujur saja, Sasuke pasti khawatir pada dirinya saat ini. Naruto mendadak melepas bajunya di tengah hujan seperti ini? Dasar bodoh atau idiot, Sasuke benar-benar tidak mengerti akan tingkah Naruto.
'Damn it. Perutnya berotot!' Batin Sasuke heboh saat melihat abs Naruto terpampang jelas di matanya.
.
.
.
"Hei! Jangan tinggalkan aku sembarangan disini! Bagaimana kalau ada yang menculik lalu memperkosaku?!"
Naruto berjengit, dia baru saja selangkah di depan Sasuke. Tapi pria itu sudah meneriakinya bak seorang maling.
"Siapa yang hendak meninggalkanmu?"
"Kau."
Naruto memutar bola matanya. Sasuke ekstrem juga pemikirannya. Padahal Naruto hanya sedang mengecek seberapa deras hujannya. Bukan untuk meninggalkan Sasuke disana. Naruto mana tega.
"Aku tidak meninggalkanmu, Teme."
Naruto kemudian menarik Sasuke. Membawa Sasuke keluar dari lindungan pohon rindang itu dan berada dibawah hujan bersamanya.
"Kau ingin membuatku sakit, hah!?"
"Ck! Cerewet!"
.
.
.
SET!
Dengan segera, Naruto membentangkan kemejanya di atas kepala Sasuke. Merangkul Sasuke di bawah lengannya dan melindungi kemeja Sasuke dengan kemejanya. Tak masalah jika Naruto harus bertelanjang dada untuk melawan derasnya hujan. Setidaknya, dengan begini Naruto bisa sedikit memberi perlindungan bagi Sasuke.
"Nah, ayo. Kita ke rumah ku, Teme. Tidak jauh kok. Hehehe!"
'Anak ini.'
Sasuke bungkam atas semua tindakan Naruto padanya. Meski Sasuke akan tetap basah, tapi Naruto tetap berusaha melindunginya. Bahkan sampai membiarkan dirinya bertelanjang dada dan basah kuyup hanya demi menghalangi hujan yang akan membasahi Sasuke.
"Ayo lari, dattebayo!!"
.
.
.
Naruto dengan riang memberi aba-aba pada Sasuke untuk berlari bersamanya. Menembus hujan yang cukup deras. Menuju ke rumah Naruto yang sederhana, dekat dengan kebun stroberinya.
'Ada apa denganku?'
Sasuke bertanya dalam hatinya. Kenapa dia bisa begitu menurut pada pemuda yang baru di kenalnya ini. Bahkan rangkulan Naruto yang berusaha memayunginya dengan kemejanya pun tak Sasuke tampik. Sasuke justru menikmatinya.
'Kenapa aku merasa seperti ini?'
.
.
.
Hujan masih deras mengguyur Kirigakure, dimana rintikan air itu jatuh dengan tanpa beban membasahi bumi. Mengirim aroma khas hujan yang menenangkan bagi sebagian orang. Atau membuat aroma tanah yang basah yang mampu membuat jiwa-jiwa gundah gulana menjadi mengingat semua kenangannya.
"Ini, kau bisa memakai bajuku."
Sasuke memandang Naruto yang sedangmenyodorkan satu set pakaian sederhana itu padanya.
.
.
.
Ketika mereka sampai di rumah Naruto, mereka berdua dalam keadaan basah kuyup. Hujan memandikan mereka berdua selama berlari menuju ke rumah Naruto yang tak seberapa jauh.
"Aku tahu pakaian ini sama sekali tak memiliki merk. Tapi setidaknya ini tidak akan membuatmu sakit karena kedinginan."
"Hn."
Sasuke memutuskan untuk mengambil pakaian itu. Sebuah celana pendek putih dan kaos berwarna biru tua. Warna favorit Sasuke.
"Kamar mandinya disana. Aku sudah siapkan handuk di dalamnya."
.
.
.
Setelah itu, Naruto memutuskan untuk menuju ke arah dapur sembari menunggu Sasuke selesai berganti baju. Saat hujan seperti ini memang membuat perut keroncongan.
Satu bakat yang tak banyak di ketahui orang lain soal Naruto. Diam-diam anak ini lihai dalam hal memasak. Kushina saja sampai mengaku kalah saat adu masak dengan Naruto kala itu. Bakat Naruto ini tentu saja, diturunkan dari Kushina yang memang ahli memasak.
.
.
.
Beberapa sayur, sedikit daging, dan bumbu-bumbu sudah selesai Naruto siapkan. Tinggal dimasak sesuai apa yang dia inginkan. Dengan bahan seadanya, Naruto memang bisa mengolah hal sederhana itu menjadi hal yang luar biasa. Memasak makanan dengan sepenuh hati akan menghasilkan masakan yang memiliki cita rasa yang luar bias.
'Kenapa aku membawanya pulang ya?'
Naruto membatin tak mengerti akan tingkahnya sendiri. Tubuhnya seperti reflek saja untuk membawa Sasuke pulang ke rumah.
'Padahal dia orang yang menyebalkan.'
Teflon itu sesekali Naruto angkat sekilas ke udara, membuat masakannya bercampur rata dengan bumbunya tanpa harus mengaduknya. Sudah seperti koki profesional saja.
.
.
.
TAP!
"Naruto?"
"Ya? Oh, kau sudah selesai, Sasuke."
"Hn."
"Duduklah. Makanannya sebentar lagi akan matang."
Sasuke menurut, mendudukkan dirinya di sebuah kursi makan yang ada di dapur sederhana Naruto. Di meja depannya, sudah ada dua gelas teh hangat. Uap dari teh itu bahkan masih mengepul syahdu di depan wajah Sasuke.
"Tenang sekali." Gumamnya.
Gemericik air hujan yang masih terdengar, seperti membuat kepala Sasuke yang awalnya terasa begitu panas menjadi dingin seketika. Mungkin, Sasuke memang harus membenarkan perkataan Mikoto, jika Kirigakure adalah desa terindah.
Mungkin desa ini bisa Sasuke jadikan alternatif jika saja Dia merasa penat akan hiruk pikuk perkotaan.
.
.
.
"Melamun, Teme?"
"Tidak."
"Ini, makanannya sudah matang."
Sasuke menautkan kedua alisnya saat melihat sepiring makanan itu tersaji di depan matanya. Masakan apa ini, Sasuke baru melihatnya kali ini.
"Tenang saja. Aku tidak akan meracunimu."
Naruto terkekeh, dia sendiri sudah duduk di depan Sasuke sambil menyantap makanan buatannya. Raut wajahnya nampak mengisyaratkan bahwa dirinya begitu puas akan hasil masakannya.
"Apa ini?"
"Hanya makanan sederhana dengan sedikit daging, dattebayo."
Sedikit ragu, Sasuke mengambil sendoknya. Dan mulai menyendok makanan itu lalu mengunyahnya. Tampilan sederhana makanan ini, terlihat begitu menggiurkan di mata Sasuke.
"Bagaimana? Enak kan?"
Sasuke tersipu pada suapan pertamanya. Rasanya enak sekali, padahal ini hanya irisan sayur dicampur sedikit daging lalu di masak. Tapi kenapa rasanya bisa seenak ini coba?
.
.
.
Naruto dan Sasuke pun makan dalam beberapa menit. Sepertinya memang mereka berdua kelaparan. Bahkan sebenarnya jika diperbolehkan Sasuke ingin nambah, tapi sepertinya Naruto cuma membuat dua porsi pas.
Setelah keduanya selesai, Naruto mengumpulkan piring kotor dan meletakkannya di wastafel. Akan lebih baik jika segera dicuci.
"Biar aku saja."
"Ah, tidak usah. Kau duduk saja, dattebayo."
"Tidak! Aku sudah cukup merepotkanmu. Setidaknya biarkan aku membantu."
Naruto menoleh ke belakang, Sasuke sepertinya memang bersi keras untuk mencuci piring kotor ini. Lihat saja wajahnya yang terlihat semakin judes itu.
"Baiklah-baiklah. Memangnya kau bisa mencuci piring, Teme?"
"Jangan remehkan aku, Dobe! Minggir."
.
.
.
Naruto baru saja di tepis paksa oleh Sasuke untuk menyingkir dari wastafel. Sasuke mengambil alih untuk mencucikan piring kotor ini. Andai saja, ada kedua orang tua Sasuke dan Kak Itachi sekarang, aku yakin mereka akan memotret Sasuke tanpa henti saat mencuci piring. Ini moment langka. Sangat langka. Sasuke yang sombong? Bisa tahu balas budi saat ini dan hanya di depan Naruto.
.
.
.
Naruto memandangi Sasuke yang sedang mencuci piring itu tanpa berkedip. Wajah putih bersih, hidung mancung, dan bibir tipis yang menggoda. Benar-benar membuat Naruto meneguk ludahnya jika memperhatikan Sasuke terlalu lama.
'Dia menarik sekali.' Batin Naruto kagum.
Ingin rasanya mengenal Sasuke lebih jauh, bertanya beberapa hal tentu bukan masalah bukan.
"Hei, Sasuke. Berapa umurmu?"
"37 tahun."
"APA!!!!?"
"Urusai!"
Naruto shok bukan main. Sasuke sudah 37 tahun? Dengan body dan wajah seperti itu, Sasuke sudah berkepala tiga? Yang benar saja!
"Kau bercanda ya?"
"Tidak."
Sasuke masih fokus dengan acara mencuci piringnya. Mengabaikan Naruto yang sudah mangap-mangap tak jelas di sampingnya. Sasuke cuek sih, gak peduli. Toh emang umur dia segitu.
"Apa ada yang salah?" Tanya Sasuke.
.
.
.
'Yang benar saja! Dengan muka dan tubuh seperti itu, Sasuke sudah 37 tahun! Malaikat macam apa Dia ini, Kamisama!!'
Batin Naruto memberontak, rasanya seperti tidak mau menerima kenyataan bahwa Sasuke sudah sangat dewasa.
"Kau bisa memastikannya jika kau berpikir bahwa aku berbohong padamu, Dobe."
"Hm? Memastikan?"
Seketika wajah Naruto berubah menjadi sangat usil. Seringai rubahnya muncul begitu saja tanpa Sasuke sadari. Memang dasarnya Naruto anak yang jahil, mendengar perkataan Sasuke yang seperti itu saja otak Naruto langsung memunculkan ide jahilnya.
.
.
.
GREB!
"Benarkah? Aku boleh memastikannya?"
"Apa yang kalu lakukan!?" Kata Sasuke sengak bin galak.
Naruto tiba-tiba memeluknya dari belakang. Membisikkan kata dengan nada aneh di telinganya. Tentu saja itu sangat menganggu Sasuke yang sedang konsentrasi mencuci piring.
"Memastikan bahwa Sasuke ini sudah sangat dewasa."
"Apa-apaan kau, Dobe! Menyingkir dariku!!"
"Tidak."
"Ku bilang menyingkir!"
"T-I-D-A-K."
.
.
.
Sasuke menyerah, Naruto sepertinya orang yang keras kepala dan tipe pembangkang. Percuma bukan mendebat orang seperti itu.
"Lalu apa mau mu?"
Sasuke sudah selesai dengan cuci piringnya. Tapi dirinya masih ditempeli Naruto di depan wastafel. Di tambah dengan si pirang ini justru meletakkan dagunya di bahu Sasuke, seakan dagu itu sudah menemukan tempat ternyaman untuk bersandar. Naruto manja sekali padanya.
"Tidak ada. Kau hangat, dattebayo."
"Kau seperti anak kecil, Dobe."
"Memang aku masih anak kecil. Aku kan masih 17 tahun."
.
.
.
Sehàrusnya, Sasuke meronta saat diperlakukan Naruto seperti ini. Dipeluk sembarangan, diperlakukan mesra, diajak pulang ke rumah. Padahal ini kali pertama mereka bertemu. Tapi Sasuke terima-terima saja diperlakukan seperti ini oleh Naruto.
"Bicara soal 17 tahun, aku jadi ingat perkataan Ayahku."
"Apa itu, Teme?"
"Aku akan segera dinikahkan Ayahku dengan seorang pemuda ya--huh!? Ada apa?"
"Kau akan menikah?"
Sasuke hanya diam sambil menatap Naruto yang sedikit menjauh darinya. Pelukan Naruto juga dilepaskan tiba-tiba, hingga membuat Sasuke tidak melanjutkan ceritanya.
"Kenapa kau tidak bilang padaku, Teme?"
"Apa?"
"Kenapa kau tidak bilang padaku bahwa kau akan segera menikah."
"Memangnya kenapa?!"
"Ck! Argh! Seharusnya kau bilang. Agar aku tidak berlaku seperti ini padamu, Teme. Aku memelukmu, padahal kau sudah mau menikah. Coba kau bayangkan, bagaimana perasaan calon pasanganmu jika mengetahui hal ini?"
.
.
.
Hampir saja Sasuke tersendak air liurnya sendiri. Heran sekali dia. Di dunia ini masih ada orang sepolos Naruto. Yang dengan frontalnya mengatakan hal semacam itu pada Sasuke. Hello, Sasuke saja belum tahu seperti apa bentuk dan rupa sang calon suami. Lagi pula, kalau pun ketahuan, Sasuke mana peduli dengan perasaan calonnya? Toh, Sasuke menikah juga agar semua aset keuangannya di kembalikan oleh sang ayah. Bukan karena cinta tau bahkan perasaan. Omong kosong macam apa itu.
"Kau menyesal?"
Sasuke berjalan mendekati Naruto yang nampak frustasi sambil mengacak-acak rambutnya. Merasa bersalah. Seumur hidup Naruto, Naruto tidak pernah ingin menjadi pelakor siapapun. Kata Kushina, itu hal yang berdosa.
"Aku dijodohkan. Bahkan aku belum tahu seperti apa bentuk dan rupa dari calonku itu."
"M-mundur, Teme."
.
.
.
Naruto sedikit ngeri saat melihat Sasuke dengan begitu sensual melangkah mendekatinya. Sorot mata yang sayu membuat Naruto menelan ludahnya paksa.
'Ibu! Ibu aku di goda pria ini! Apa yang harus ku lakukan!?'
Jika saja Kushina mendengar rintihan idiot putranya, sudah pasti Kushina tidak akan menyesal telah berada di surga sekarang.
"Ada apa, Dobe? Kau takut?"
"T-tidak."
Naruto gelagapan saat Sasuke sudah menempel padanya dan sedang menyentuh dagunya dengan jari telunjuk putih itu.
"Padahal, aku tidak ingin dinikahkan."
"Jangan menggodaku, Teme." Peringat Naruto. Dia remaja, hormonnya sangat labil. Bagaimana jika tiba-tiba Naruto tak tahan dan langsung memperkosa Sasuke? Lalu mereka berdua terjebak adegan 'hohohihe' di tengah cuaca yang mendukung seperti ini.
.
.
.
"Aku cemas, kalau calon ku itu pemuda yang dekil dan bau."
Naruto kembali menelan ludahnya paksa, setetes keringat muncul menggantung di pelipisnya. Sasuke seakan menulikan telinganya dari seluruh peringatannya, itu semakin membuat Naruto gemetar.
Seumur-umur, Naruto tidak pernah di goda sampai seperti ini. Bukan berarti Naruto tidak laku ya. Tidak! Naruto itu tampan, idaman para uke dan cewek-cewek gila ABS di desanya. Sayangnya, Naruto itu kelewat polos dan bego, jadi Naruto tidak pernah sadar bahwa dirinya memiliki banyak pengagum rahasia.
"Kenapa kau berkeringat, Naruto?"
"Kau menakutiku, dattebayo!!"
"Aku hanya menempel padamu."
'Sial!! Wajahnya menggoda sekali'
.
.
.
Sasuke menunduk, menurunkan telunjuknya untuk berpindah ke dada bidang Naruto. Telunjuk Sasuke menarik garis lurus, dari tenggorokan Sasuke hingga ke tengah-tengah dada Naruto, memberi sensasi tersendiri untuk Naruto.
"Sasuke?"
"Ya?"
.
.
.
CUP!
Sasuke membelalakkan matanya saat Naruto mencium bibirnya tanpa permisi. Naruto menggunakan kesempatan saat Sasuke mendongak untuk menatapnya, dan disitulah Naruto langsung dengan cepat membungkam bibir Sasuke yang begitu menggoda itu.
'Apa-apaan ini, Dobe!?'
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Mohon maaf apabila masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY UNDERAGE
RomanceNaruto harus bertanggung jawab atas seluruh hutang ke dua orang tua nya pada Keluarga Uchiha. Tapi sayang, Naruto yang masih sangat muda itu harus membayar hutang kedua orang tua nya melalui pernikahannya dengan Sasuke yang punya hobi berfoya-foya! ...