"Aku juga mencintaimu."
.
.
.
Batin Naruto merasa terkejut. Sejauh ini, Naruto mengira cintanya hanya bertepuk sebelah tangan saja.
Meski Naruto telah melakukan itu dengan Sasuke, tapi saat melakukan itupun Sasuke belum menjawab semua pernyataan cinta Naruto padanya.
.
.
.
"Kau sungguh-sungguh?"
Sedikit ragu, Naruto hanya ingin memperjelas pernyataan Sasuke ini. Sasuke serius atau hanya ingin melegakan hatinya saja. Naruto juga butuh kepastian.
"Tentu saja aku serius, Bodoh."
"Cium aku sekarang, dattebayo."
"Apa?"
"Cium aku. Katanya kau juga mencintaiku."
Naruto nampak membentangkan kedua tangannya. Seperti orang yang sedang menanti sebuah pelukan.
.
.
.
"Aku tidak akan sudi berciumam di tempat umum!"
Sasuke membentak Naruto. Kekanakkan sekali jika melakukan hal itu di muka umum. Memang benar sih, Naruto kan sebenarnya memang masih anak-anak/remaja. Tapi kan setidaknya Naruto tidak menginginkan ciuman dengan Sasuke di muka umum.
"Aku kan cuma minta bukti."
Ingin rasanya Sasuke melempar kepala kuning itu dengan kunci mobilnya.
Disini Naruto yang tidak paham atau bagaimana. Sasuke itu gengsinya tinggi. Mana mau melakukan hal yang menurutnya memalukan itu di tempat umum.
Ditambah, tempat Nona Haruno berada ini sudah masuk kawasan elite dimana biasanya banyak teman sosialita Sasuke yang melintas disini. Jika salah satu teman Sasuke melihat adegan ciuman mereka, apa kabar imej Sasuke nanti.
.
.
.
"Ck! Aku bisa menciummu nanti di rumah."
"Tidak mau, dattebayo."
"Jangan keras kepala, Usuratonkachi!"
"Ayolah, hanya sekilas saja. Satu kali saja, Teme."
Kok rasanya Sasuke jengkel ya. Sebenarnya sih, kawasan ini belum terlalu ramai. Jadi mungkin tidak akan ada yang lihat jika mereka sekilas berciuman.
Ah tapi tetap saja, bagi Sasuke itu adalah hal yang memalukam dan sangat tidak elite.
.
.
.
"Tidak akan ada yang melihatmu." Tambah Naruto. Sasuke sepertinya memang type orang yang memang harus sedikit di paksa ya.
"Oke. Sekilas saja. Jangan meminta lebih."
"Baiklah, dattebayo!"
'Haah~ Dasar bodoh.' Umpat Sasuke dalam batinnya.
Hati Naruto sudah sangat berbunga-bunga karena akan segera mendapatkan ciuman dari Sasuke. Sebenarnya, ini bukan ciuman pertama mereka sih. Tapi kan biasanya yang nyosor duluan kan Naruto.
Tapi kali ini, Sasuke yang akan mencium Naruto. Pasti akan sangat berbeda rasanya nagi Naruto.
.
.
.
Sasuke perlahan mendekatkan dirinya pada Naruto yang masih stay menempel di pintu mobilnya. Menghela napas sejenak, demi menghilangkan sedikit groginya. Entah kenapa Sasuke menjadi begitu kikuk saat ini. Padahal dalam kamus hidup Sasuke, tidak ada yang namanya Sasuke itu canggung.
'Baiklah, Sasuke. Jangan grogi, ingat-ingat saja semua uangmu. Jangan ingat rasa bibir anak itu.'
Batin Sasuke berusaha meyakinkan dirinya sendiri. Grogi sih, Sasuke belum pernah yang namanya mencium. Kalau dicium sih sudah biasa dilakukan Itachi dulu. Tapi semenjak Itachi sudah menikah, Itachi jadi jarang mencium Sasuke lagi.
.
.
.
'Aku cinta padanya.'
Cup! Akhirnya bibir tipis Sasuke menempel pada bibir Naruto. Sekuat apapun Sasuke meyakinkan dirinya bahwa semua ini demua seluruh aset keuangannya, pada akhirnya kalimat yang muncul justru kata cinta. Memang ya, isi hati seseorang tidak pernah bisa berbohong.
.
.
.
Naruto tersenyum puas di dalam hatinya. Melihat respon Sasuke yang seperti ini, benar-benar membuatnya bahagia sampai ke sumsung tulang. Sepertinya setelah menikah nanti, Naruto harus berziarah ke makam orang tua nya sebagai wujud terima kasihnya. Karena berkat hutang mereka, Naruto bisa memiliki sosok sesempurna Sasuke di dalam hidupnya yang serba kekurangan.
.
.
.
"Aku punya satu pesan untukmu, Usuratonkachi."
"Apa itu?"
"Aku sangat tidak suka disakiti. Maka dari itu, jangan coba-coba untuk menyakitiku."
"Tidak akan pernah, Sasuke. Aku berjanji padamu."
Mereka pun berpelukan sekilas setelah perbincangan kecil dan ciuman mereka tadi. Cinta memang selalu bisa mengubah segalanya.
.
.
.
Yang kemudian mereka mulai masuk ke tempat Nona Haruno untuk fitting baju mereka. Memilih jas untuk pernikahan mereka nanti agar terlihat sangat sempurna dan menjadi kenangan terindah dalam hidup mereka nanti. Yang akan menjadi cerita indah yang akan selalu menarik untuk kembali diceritakan.
Dimana pernikahan mereka nanti akan di gelar semegah mungkin oleh Fugaku. Karena pernikahan Sasuke ini akan menjadi pernikahan terakhir yang diadakan Fugaku.
Dilaksanakan di hotel bintang lima dengan tamu undangan rata-rata para konglomerat dan para elit di Konoha.
Pernikahan Sasuke ini, akan menjadi pernikahan yang termewah dalam sejarah Uchiha.
.
.
.
Hari yang di tunggupun datang.
Seluruh persiapan pernikahan sudah beres dan acara akan segera di gelar. Para tamu sudah mulai berdatangan dan memenuhi gedung yang menjadi tempat pernikahan Naruto dan Sasuke digelar. Semuanya benar-benar terlihat mewah dan elegan bahkan para tamunya pun juga begitu.
Hanya tinggal selangkah lagi, Naruto dan Sasuke akan segera resmi menjadi pasangan suami istri.
.
.
.
"Bisa bantu aku?"
Sasuke melirik Naruto sekilas. Pria itu nampak sedikit kesulitan untuk menali dasinya sendiri. Sedangkan Sasuke, dia sudah rapi sejak tadi.
"Maaf, aku tidak terbiasa menali dasi, dattebayo."
Naruto tertawa renyah saat Sasuke mulai menali dasi itu untuknya. Membuatnya serapi mungkin agar terlihat sempurna. Semua yang sempurna, Sasuke menyukainya.
"Sudah."
"Terima kasih, Teme."
Sasuke kembali ke tempatnya semula. Berdiri di dekat jendela, dimana dia bisa melihat semua tamu yang berdatangan di bawah sana. Raut wajahnya tidak berubah sejak tadi. Datar.
.
.
.
"Tanganku berkeringat."
Ucap Sasuke saat menyadari Naruto menyusulnya dan berdiri sedikit di belakangnya. Sedatar apapun wajahnya, Sasuke tetap tidak akan mampu jika harus berbohong pada Naruto tentang apa yang tengah dirasakannya.
"Kenapa?"
"Aku sedikit gugup."
"Biar ku lihat."
Naruto kemudian menarik Sasuke. Membawanya menjauh dari jendela itu dan memeriksa kedua telapak tangan Sasuke.
Memang benar, telapak tangan Sasuke sedikit berkeringat. Sepertinya memang Sasuke sedikit gugup.
.
.
.
Naruto kemudian merogoh sakunya. Mengambil sebuah sapu tangan berwarna putih gading itu lalu mengusapkannya lembut pada telapak tangan Sasuke yang berkeringat.
"Kenapa kau bisa setenang ini?"
"Kenapa ya.. Aku juga tidak tahu. Aku hanya merasa lega saja karena sebentar lagi aku akan memiliki pendamping hidup."
Naruto kembali memasukkan sapu tangannya. Lalu beralih untuk memegang kedua telapak tangan itu, dan membawa tangan kanan Sasuke untuk di kecupnya mesra.
"Terlebih itu dirimu."
.
.
.
Sasuke sedikit merona saat Naruto melepas genggamannya dengan begitu lembut. Seakan tangan putihnya itu akan retak jika tidak dilepas secara perlahan. Sasuke akui, Naruto memang selalu bersikap lembut padanya.
"Kau tidak menyesal?" Tanya Sasuke. Mereka hanya berdua di ruangan minimalis ini. Menunggu waktu untuk mereka keluar lalu saling mengikat janji.
"Untuk apa menyesal?"
"Aku jauh lebih tua darimu. Kau putus sekolah karena hutang yang ada di keluarga ku. Lalu dengan seenaknya, keluargaku menikahkanmu denganku. Bukankah ini seperti beban untukmu?"
Naruto menggeleng. Menyanggah kalimat Sasuke barusan dengan isyarat.
"Usia bukan masalah bagiku, asal itu dirimu, Sasuke. Aku putus sekolah memang karena keinginanku, kedua orang tuaku sudah tiada. Aku lah yang harus bertanggung jawab atas segalanya. Mereka tidak seenaknya, mereka memintaku secara terhormat dan aku menyetujuinya. Tidak ada beban padaku. Tidak ada paksaan."
.
.
.
Sasuke hanya mampu diam sekarang. Perkataan Naruto sudah seperti orang tua saja. Terdengar begitu bijaksana padahal Naruto itu idiot bagi Sasuke.
"Bukankah kau juga mencintaiku, Sasuke?"
Satu pertanyaan Naruto lontarkan sembari memberikan seringai tergantengnya. Dia tahu, Sasuke hanya sedikit gugup. Dan tugas Naruto adalah meyakinkan pria ini bahwa semua akan baik-baik saja.
"Hn."
Naruto semakin melebarkan seringainya saat Sasuke merespond pertanyaannya. Wajah Sasuke yang merona benar-benar membuat hatinya bergemuruh. Berjuta kupu-kupu seakan ada di dalam batin Naruto dan menggelitikinya.
.
.
.
Setelah sedikit berbincang, seseorang datang untuk menjemput Naruto agar keluar lebih dulu.
Orang itu tentu salah seorang dari pihak wedding organizer yang di bayar Fugaku demi kelancaran acara pernikahan putra bungsunya.
.
.
.
Naruto kemudian berjalan dengan di dampingi Deidara. Menuruni satu persatu anak tangga yang berlapis karpet merah. Berjalan perlahan dan elegan berkesan gagah menuju ke altar di depan sana. Naruto benar-benar terlihat seperti seorang pangeran hari ini.
"Kau harus bisa, un. Jangan grogi ya."
Deidara berbisik sepelan mungkin di sela senyumannya yang cerah yang ia persembahkan kepada para tamu. Deidara memang selalu menjadi yang ter-charming dimanapun dia berada. Aura cerianya memang selalu membuat siapapun ikut bahagia meski hanya melihat senyumannya.
"Oke, dattebayo."
Jawab Naruto tak kalah pelan.
.
.
.
Ketika hampir mendekati altar, Deidara melepas Naruto untuk berjalan sendirian. Membiarkan anak muda itu untuk melangkah sendirian dengan segala pesonanya.
Beberapa langkah kemudian, Naruto sampai di depan altar.
Seluruh tamu undangan tentu saja terkejut dengan hadirnya sosok Naruto yang tergolong mendadak. Mereka tidak pernah melibat sosok itu sebelumnya. Sama sekali belum, bahkan saat acara besar dengan seluruh konglomerat di Konoha pun, tidak ada yang pernah menjumpai Naruto ada di acara seperti itu. Tentu saja tidak pernah, Naruto kan memang bukan orang konglomerat. Dia hanya anak yatim piatu dari keluarga petani stroberi di desa pinggiran.
Yang saat ini berhasil membuat banyak orang kaya terpana dengan paras tampannya.
Ini sedikit aneh bagi mereka. Pasalnya, tidak biasanya Keluarga Uchiha melakulan pernikahan semendadak ini. Tapi kali ini, para tamu benar-benar dibuat terkejut.
.
.
.
Keterkejutan mereka sesungguhnya tertuju pada sosok Naruto. Yang memang nampak begitu tampan dan gagah dengan setelan jas hitam dan sepatu hitam yang mengkilat itu. Sebuah dasi dengan rapi bertengger di leher Naruto.
Rambut pirang, kulit tan, senyuman yang mempesona dan ditambah dengan bentuk rahang yang tegas, semua pasti mengira Naruto adalah anak orang kaya raya dan sudah cukup umur.
Apalagi badan Naruto yang memang tetgolong atletis di usianya yang masih muda, menambah kesan penuh wibawa di dirinya.
.
.
.
"Aku gugup, Niisan."
"Kau hanya harus tenang. Dan biarkan semua berjalan sesuai dengan yang seharusnya."
Sasuke menelan ludahnya paksa saat Itachi sudah datang menjemputnya. Mendampinginya untuk berjalan menuju ke pelaminan dimana Naruto sudah berdiri disana lebih dulu.
.
.
.
Sasuke dan Itachi berjalan beriringan menuruni anak tangga. Lalu dengan gaya khas Uchiha mereka, berjalan perlahan di karpet merah yang digelar membelah para tamu undangan. Itachi memang selalu mempesona dengan perawakan tenangnya.
Sasuke tentunya tak kalah mengagumkan. Kulit putih dan tubuh ramping itu nampak indah dibalut setelan jas putihnya. Rancangan Nona Haruno memang tak pernah mengecewakan.
"Itu kah putra bungsu Fugaku?"
"Jadi itu yang namanya Sasuke."
"Benar-benar mengagumkan."
"Ah, beruntung sekali pria pirang itu mendapatkan Sasuke-kun~"
"Mereka serasi ya. Yang satu tampan dan gagah, yang satu anggun dan mempesona."
.
.
.
Ketika Naruto berbalik untuk melihat kedatangan Sasuke, telinganya menangkap beberapa percakapan kecil dari para tamu undangan. Pujian demi pujian Naruto dengar, dan itu untuk Sasuke.
Ya Sasuke nya. Sasukenya yang terlihat sangat sempurna hari ini.
'Kau memang sempurna, Sasuke.'
Batin Naruto bahagia saat Sasuke kini sudah berdiri di sampingnya.
Sudah saatnya untuk mengikat janji sehidup semati.
.
.
.
Ketika orang tua yang berdiri di depan Naruto dan Sasuke mulai berbicara, Naruto kemudian menganggukan kepalanya dan menjawab bahwa dirinya akan sehidup semati dengan Sasuke.
Hal yang sama juga ditanyakan kepada Sasuke, yang tentu saja dijawab sama dengan jawaban Naruto.
"Silahkan lingkarkan cincin itu di jari mempelaimu."
.
.
.
Naruto kemudian menghadap Sasuke, kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil berwarna merah.
Dimana nampak dua cincin bersinar ketika tutup kotak itu dibukanya.
Naruto kemudian mengambil satu cincin dan memasangkannya di jari manis Sasuke.
'Aku tak percaya ini terjadi.'
Sasuke membatin haru ketika cincin itu sudah benar-benar melingkar di jari manisnya. Dan kini, gilirannya untuk melakukan hal yang sama di jemari Naruto.
.
.
.
Sasuke kemudian mengambil satu cincin yang tersisa di kotak itu. Lalu perlahan memasangkannya di jemari Naruto.
'Tangannya gemetar.' Batin Naruto.
Dia melihat tangan Sasuke sedikit bergetar saat memasangkan cincin itu di jemarinya.
Tapi Naruto yakin, Sasuke gemetar hanya karena satu hal. Yaitu kebahagiaan.
.
.
.
Seluruh tamu dan keluarga Uchiha pasti merasa haru ketika dua insan di depan mereka sudah resmi menikah.
Mikoto yang tak mampu menahan air matanya, dikuatkan dengan rangkulan Fugaku. Deidara dan Itachi tersenyum penuh kelegaan. Dan para tamu penuh suasana haru.
"Aku mencintaimu."
"Aku juga, Naruto."
Naruto dan Sasuke kemudian saling berciuman. Dimana seakan ciuman mereka tengah diiringi sebuah lagu dari Christina Perri yang berjudul A Thousand Years.
Yang menambah suasana semakin tenggelam dalam kesyahduan yang penuh haru.
Hari ini, Sasuke dan Naruto sudah menjadi pasangan yang resmi yang penuh dengan kebahagiaan.
.
.
.
Setelah acara besar itu berlalu dengan lancar. Tentu semuanya merasa lelah bukan. Termasuk semua anggota keluarga Uchiha, yang kini hanya duduk-duduk santai di gazebo taman rumah mereka sembari merilekskan otot mereka yang memang selalu kaku.
"Jadi begitu Sasuke, besok siang Ayah Ibu dan Itachi harus segera terbang ke Suna selama beberapa hari untuk meninjau cabang kita yang ada disana."
"Kenapa mendadak sekali, Ayah?"
"Yang namanya masalah, semua pasti datang tiba-tiba Sasuke."
.
.
.
Sudah dapat dipastikan, Sasuke memasang wajah kesalnya setelah perkataan Fugaku itu. Sasuke sebenarnya masih ingin berkumpul dengan keluarganya di hari kebahagiaannya ini. Tapi, semuanya justru harus pergi esok hari.
"Lagipula, kau kan sudah ada Naruto-kun." Ucap Mikoto riang sambil merangkul menantu barunya ini.
Sasuke hanya melirik Ibunya sekilas. Pandangannya sungguh gak niat.
"Deidara juga ikut?"
"Tidak. Besok Dia akan ke Iwa. Mengunjungi orang tuanya."
Sasuke kembali manggut-manggut, itu artinya besok Dia hanya akan berdua dengan suaminya itu.
.
.
.
"Sesuai janji Ayah padamu Sasuke. Ayah kembalikan semua aset keuanganmu. Pergunakan itu sebaik mungkin. Kurangi hobi foya-foyamu."
Itachi kemudian memberikan sebuah tas hitam mahal yang dulu sempat disita Fugaku. Yang mana di dalam tas itu berisi semua aset keuangan Sasuke. Dan akhirnya, tas itu kembali beserta isinya.
.
.
.
Dengan senang hati, Sasuke menerima tas itu dari tangan kakaknya. Lalu membukanya dan mengecek isinya.
"Ayah menambahkan sedikit uang di rekeningmu. Anggap saja itu hadiah dari Ayah untuk pernikahanmu dengan Naruto."
Fugaku kemudian berdiri. Sepertinya dia hendak meninggalkan gazebo ini. Karena malam juga semakin larut.
"Segera tidur ya, Sasuke-kun." Ucap Mikoto pada putranya.
"Ibu kembali dulu, Naruto-kun."
"Baiklah, Ibu."
.
.
.
Fugaku, Mikoto dan Itachi kemudian berjalan meninggalkan gazebo itu. Menyisakan Naruto dan Sasuke berdua disana. Hanha berdua saja, biarkan mereka menikmati malam pertama mereka dengan berbincang lebih dulu.
"Apa semua isinya lengkap, Sasuke?"
"Ya."
"Kau pasti bahagia sekali kan. Akhirnya, semua milikmu kembali ke tanganmu dattebayo."
Sasuke mengangguk, lalu kembali menutup tas itu. Dan menyingkirkannya dari pangkuannya.
.
.
.
BRUG!
Dengan tiba-tiba, Sasuke menjatuhkan kepalanya ke paha Naruto. Entah kenapa rasanya ingin sekali bersantai sejenak di pangkuan suaminya itu. Untung saja Naruto memiliki gerak reflek yang sangat bagus, hingga dia berhasil membiarkan kepala Sasuke jatuh ke pangkuannya.
"Kau lelah ya." Ucap Naruto sambil membelai lembut kepala Sasuke yang ada di pangkuannya. Wajah Sasuke sedikit tertutup oleh helaian hitamnta yang memang panjang.
"Sedikit." Jawab Sasuke sekenanya.
"Tidurlah, aku akan menjagamu."
"Nanti saja."
.
.
.
Naruto dan Sasuke diam, sepertinya Sasuke terlalu nyaman berada dipangkuan Naruto. Ditambah dengan belaian lembut dari tangan besar suaminya itu, semakin membuat Sasuke keenakan.
.
.
.
Pagi pun tiba, semalam Sasuke ketiduran di pangkuan Naruto. Membuat mau tak mau, Naruto harus menggendong Sasuke untuk pindah ke kamar mereka. Jika dibiarkan, tentu Sasuke akan sakit esok harinya.
.
.
.
Seperti biasa, pagi memang menjadi saat yang sibuk di kediaman Uchiha.
Fugaku sibuk dengan beberapa berkasnya. Mikoto sudah selesai membereskan piring dan gelas kotor bekas sarapan bersama Deidara. Sedangkan Itachi, sibuk dengan ponsel dan e-mailnya.
Beberapa menit kemudian setelah semuanya siap, mereka berempat pun segera berangkat ke kantor. Kecuali Deidara, dia harus segera mengejar penerbangannya untuk ke Iwagakure.
.
.
.
Sementara itu, Sasuke terlihat masih tidur nyenyak dengan selimutnya. Terlihat begitu damai karena sinar matahari bahkan sama sekali tidak bisa mengusik Sasuke dari tidur nyenyaknya.
"Masih belum bangun?"
Naruto sendiri sudah bangun sejak tadi. Jauh lebih awal dari Sasuke, tapi Naruto sama sekali tidak keluar kamar. Hanya melakukan beberapa hal kecil seperti mandi, dan membereskan sedikit hal.
"Padahal ini sudah siang."
Naruto duduk di tepi ranjang. Tangannya mengelus dahi Sasuke. Berharap pria itu segera bangun.
.
.
.
KRING!
"Hm?"
Naruto mengalihkan pandangannya. Ada yang berbunyi di meja kecil disana. Naruto pun segera berdiri dan memeriksa dari mana sumber bunyi itu.
"Ini, handphone Sasuke."
Dilihatnya benda hitam tipis nan mahal itu. Sejak tadi memang hp itu berbunyi. Mungkin ada beberapa pesan yang masuk.
.
.
.
Naruto masih memandangi benda itu, jujur saja dia penasaran. Siapa yang membuat hp Sasuke berbunyi begitu sering sepagi ini.
Naruto memutuskan untuk menekan tombol on/off yang ada di samping itu. Seketika layar handphone itu menyala dan menampakkan sebuah wallpaper yang sudah dapat dipastikan itu foto Sasuke sendiri.
"5 pesan. 7 panggilan tak terjawab."
Naruto bergumam membaca apa yang tertera di notif handphone itu.
Kedua alisnya sedikit bertaut.
.
.
.
Naruto penasaran, sangat penasaran malah. Siapa orang yang mengirim begitu banyak pesan dan menelpon sampai 7x sepagi ini. Itu cukup mencurigakan.
"Aku buka saja."
Naruto pun menggeser layar itu keatas dengan ibu jarinya. Sedikit memeriksa pesan istri di handphone tidak salah bukan?
.
.
.
Pesan pertama, berisi ucapan selamat pagi. Oke, itu tidak cukup membuat Naruto untuk memiliki pemikiran negatif.
Pesan kedua, si pengirim berkata bahwa dia ingin bertemu dengan Sasuke sore ini. Ditambah dengan emotikon cium di akhir pesan.
"Brengsek!"
Naruto reflek mengumpat geram. Pesan ini terlalu mesra jika di kirimkan ke istri (suami) orang.
.
.
.
Pesan ketiga dan keempat, isinya sama persis dengan pesan yang kedua. Dan itu sudah membuat Naruto mulai naik pitam.
Kemudian dengan tergesa, Naruto membuka pesan kelima. Yang mana isinya adalah ucapan selamat atas pernikahan Sasuke dan satu kalimat pengingat bahwa si pengirim akan menunggu di bar yang biasanya petang nanti. Dan si pengirim akan mentraktir minum Sasuke sampai pagi seperti biasanya.
.
.
.
"Siapa si brengsek ini, dattebayo!"
Naruto segera membaca siapa nama pengirim pesan beruntun itu. Karena tadi dia sudah terlanjur emosi, maka Naruto tak sempat membaca nama pengirimnya.
"Neji Hyuuga?"
Naruto memgerucutkan bibirnya. Dari namanya terdengar dia pasti juga anak orang kaya.
Naruto pun beralih untuk mengecek missed calls yang berjumlah 7 panggilan.
"Brengseek!"
Naruto kembali meraung setelah tahu siapa yang menelpon Sasuke sebanyak itu. Orang yang sama, Hyuuga Neji.
.
.
.
"Jangan teriak-teriak, Dobe."
Mendengar suara Sasuke yang serak-serak basah, Naruto segera menghampiri pasangannya yang masih ada di posisi tidurnya. Rupanya Sasuke hanya memperingatkan Naruto, karena dirinya merasa terganggu dengan teriakan Naruto.
.
.
.
"Sasuke, Sasuke tolong bangun sebentar dattebayo."
Naruto melompat ke kasur dan duduk di sebelah Sasuke yang masih berbaring. Dengan handphone Sasuke yang masih ada di genggaman Naruto tentunya ya.
"Apa?" Jawab Sasuke ogah-ogaham tanpa mengubah posisinya membelakangi Naruto yang sudah penasaran setengah mati.
"Ayolah buka matamu sebentar, Teme. Ada hal penting yang mau ku tanyakan padamu."
Merasa terganggu dengan kebisingan Naruto yang terus mendesaknya. Sasuke terpaksa bangun dan membuka matanya. Taat pada suami itu memang bagus bukan? Sasuke harus mulai terbiasa dengan hal itu mulai saat ini karena dirinya sudah menikah dengan Naruto.
.
.
.
"Apa?"
Dengan judesnya Sasuke bangun dan duduk di depan Naruto sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Aku memeriksa handphonemu tadi. Dan aku menemukan ini. Siapa itu Hyuuga Neji?"
Sasuke melotot saat Naruto menunjukkan handphone miliknya itu tepat di depan mukanya.
"Berikan padaku!"
"Eeit!! Tidak."
Naruto spontan menjauhkan handphone itu, membuat Sasuke gagal untuk meraih ponsel miliknya dari tangan Naruto.
.
.
.
Sasuke merengut, melihat Naruto berusaha menjauhkan ponsel itu dari jangkauannya. Tapi bagaimanapun Sasuke harus mendapatkan kembali ponselnya dan segera mengurus pesan itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Jawab aku, Sasuke."
"Ck! Dia hanya oramg tidak penting! Berikan ponselku!!"
"Tidak."
"Naruto!! Kau tidak berhak memeriksa isi ponselku seperti itu."
"Oh ya? Tentu aku punya hak. Aku suamimu sekarang. Dan aku punya hak atas ponsel ini dan dirimu."
.
.
.
Skak mat!
Sasuke diam seketika. Benar juga, dirinya sudah menikah dengan Naruto. Jangankan dengan ponsel itu, Naruto saja punya hak penuh atas dirinya. Bagaimana bisa Sasuke berkata seperti itu.
"Ayolah. Dia hanya orang yang selalu mengangguku."
"Menggangu dengan cara merayumu? Menunggu mu di bar biasanya dan mentraktirmu minum?"
"Apa dia bilang akan menunggu ku di bar?"
"Iyap. Itu yang dia kirimkan disini."
.
.
.
Sasuke menghela napas. Ini baru hari pertama mereka resmi menjadi pasangan sehidup semati. Tapi sudah ada kejadian seperti ini.
"Jadi bagaimana. Siapa itu Hyuuga Neji?"
"Dia anak dari rekan Ayah. Lebih tepatnya, Neji itu anak dari bawahan Ayah."
"Dia terlihat menyukaimu."
"Tentu saja. Siapa yang tidak suka padaku, eh?"
Naruto sweardrop. Ternyata seperti ini wajah asli Uchiha Sasuke yang terkenal dingin itu. Dingin dari mana. Sasuke malah selalu terlihat narsis dan kepedean aaat di depan Naruto.
.
.
.
"Lanjutkan, Sasuke." Kata Naruto. Dia masih menunggu semua detilnya dari mulut Sasuke.
"Yaa, aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Aku tidak menyukainya. Dia hanya sering mengajakku minum dan setelahnya kami saling berpelukan secara tidak sadar di bar semalaman. Maklum ka--tunggu maksudku.."
Sasuke mulai gugup saat dia baru saja sadar dengan apa yang dia katakan. Sasuke terlalu fokus dengan ceritanya sendiri. Hingga dia lupa untuk tidak mengatakan hal yang seharusnya tidak dia ceritakan saat minum dengan Neji pada Naruto.
.
.
.
Akibat dari perkataannya itu, wajah Naruto kini menghoror dan melotot ngeri ke arah Sasuke yang tanpa ada beban mengatakan hal memalukan itu di depannya. Benar-benar tepat di depan mukanya, di hari pertama mereka setelah menikah.
Sasuke nampak menelan ludahnya paksa. Naruto tampak mengerikan sekali dengan aura membunuhnya. Ini kesalahan fatal bagi Sasuke. Habislah sudah.
'Aku akan mati.'
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Mohon maaf apabila masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY UNDERAGE
Roman d'amourNaruto harus bertanggung jawab atas seluruh hutang ke dua orang tua nya pada Keluarga Uchiha. Tapi sayang, Naruto yang masih sangat muda itu harus membayar hutang kedua orang tua nya melalui pernikahannya dengan Sasuke yang punya hobi berfoya-foya! ...