STRAWBERRY UNDERAGE (Chapter 05)

6.6K 582 44
                                    

"Jaminan itu adalah kau, Uzumaki Naruto."
.
.
.
"Huh!?"
Jika saja Naruto paham, sudah pasti Dia akan berteriak histeris tak percaya di depan Itachi saat itu juga. Namun sepertinya, Pangeran Pirang kita satu ini sama sekali belum paham akan maksud Itachi.
"Aku kemari untuk membawa dirimu."
"Ppppffftt!!"
"Hm? Apa ada yang lucu?"
"Hihihi! Tentu saja ada, dattebayo!"
.
.
.
Itachi hanya menatap Naruto heran. Ekspresi Naruto sungguh diluar dugaan Itachi. Apa ada yang salah dengan cara penyampaiannya? Atau memang Naruto yang masih belum memahami semua ini, dan menganggap ini hanyalah gurauan belaka. Entahlah.
"Itachi-san, aku tahu hutang itu memang wajib untuk di bayar. Jangan khawatir, aku bukan tipe orang yang ingkar janji dan lari dari tanggung jawab. Tenang saja, dattebayo. Pasti akan ku bayar."
"Sepertinya, kau memang belum paham Naruto."
.
.
.
Lagi-lagi, Itachi menarik satu tarikan napas panjang. Sepertinya, Naruto bisa diajak kerja sama dalam hal pemahaman disini. Itachi harus berusaha lebih jelas lagi. Semoga saja, dugaan Itachi tidak meleset.
"Apa maksudmu?"
"Kedua orang tuamu, sudah menjadikan dirimu sebagai jaminan hutang sejak kau baru di lahirkan. Kedua orang tua mu telah membuat perjanjian dengan kami, jika mereka meninggal tapi hutang belum lunas, kami bisa membawamu."
"APA!?"
.
.
.
'Akhirnya, bereaksi normal juga.'
Mendengar teriakan keras Naruto, entah kenapa Itachi hanya tersenyum seadanya. Meski sedikit kaget juga sih. Batinnya juga bermonolog ringan, rasanya lega jika Naruto sudah bereaksi seperti ini sesuai dugaannya. Itu tandanya, Naruto sudah paham akan maksudnya.
"APA MAKSUDNYA MENJAMINKAN DIRIKU?? APA AKU DIJUAL OLEH ORANG TUA KU SENDIRI, ITACHI-SAN!?"
"Ah tidak. Bukan seperti itu, Naruto. Maksudnya menjaminkan disini adalah, kami membawamu untuk bekerja di tempat kami. Tapi kau hanya akan menerima separuh gaji, dan separuhnga untuk mencicil hutangnya setiap bulan."
"Fyuh~ syukurlah. Aku tidak dijual, dattebayo."
.
.
.
Itachi kembali terkikik melihat ekspresi Naruto yang bisa dengan mudah berubah-ubah seperti itu. Padahal tadi, Itachi sudah ingin memutar lagunya Dewi Persik yang berjudul Indah Pada Waktunya untuk mengiringi teriakan dramatis Naruto. Ekspresi Naruto yang tadinya shok menjurus ke emosi, kini bisa berubah dengan mudah menjadi sangat lega.
Sepertinya memang benar kata Fugaku, kalau Itachi memiliki kemampuan diplomasi yang luar biasa. Saking luar biasanya, hingga membuat Deidara bertekuk lutut di bawahnya. Lho?
"Sudah paham, Naruto?"
"Sudah, dattebayo! Kalau begitu aku akan bekerja sepenuh hati pada kalian!"
"Umm.. sebenarnya, itu hanya pendahuluan saja. Inti dari kedatanganku belum ku sampaikan."
"Hah!?"
.
.
.
Naruto kembali cengo, Itachi sudah berbicara panjang lebar seperti itu masih bisa bilang kalau dia belum bicara soal inti kedatangannya? Hei Bung! Yang benar saja.
"Inti kedatanganku kemari adalah untuk menjemputmu. Untuk.."
Naruto masih memperhatikan Itachi, sembari menyeruput teh buatannya. Sayang kalau tidak segera di minum.
"..dinikahkan dengan Adik ku."
.
.
.
BRUH!!
Naruto menyemburkan teh dalam mulutnya. Untung Naruto menyemburnya ke arah lain, hingga semburan itu tak harus mengenai wajah tampan Itachi.
"APA!!?"
Lagi-lagi, Naruto dibuat shok. Seperti naik roller coaster rasanya, naik turun. Bagaimana tidak shok, dengan entengnya Itachi berkata bahwa Naruto akan dijemput untuk dinikahkan dengan Adiknya? Woi, itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan hutang yang harus Naruto tanggung. Oke, putar lagu Mbak DePe sekarang.
"Ya begitulah."
"Tunggu.. Tunggu.. Tunggu sebentar, Itachi-san. Apa maksud perkataanmu barusan? Kita sedang membicarakan pelunasan hutangku disini. Kenapa tiba-tiba kau malah membicarakan hal yang tidak ada sangkut paut nya sama sekali padaku?"
.
.
.
Alis Naruto seakan naik-naik sendiri karena saking bingungnya, untuk tidak sampai lepas sendiri. Apa salah dan dosanya? Hingga harus terdampar dalam urusan hutang yang aneh ini. Memang sih, Dia anak yang nakal dan bandel pada orang tuanya. Tapi setidaknya, jangan hukum Naruto secepat ini juga. Kasihan, dia terlalu muda untuk dijadikan mainan para Uchiha disana.
"Begini Naruto. Ayahku, Fugaku Uchiha. Mengutusku kemari untuk misi menjemputmu. Beliau ingin kau menjadi menantunya. Menikahi Adikku satu-satunya. Semua biaya akan kami yang tanggung. Kau tidak perlu memikirkan hal lain selain menghapal janji suci pernikahan nanti."
.
.
.
Begitu syok nya Naruto hingga dia tak mampu berbicara. Semua ini terlalu menohoknya. Sampai tenggorokannya mendadak seperti tercekik dan dirinya tak sanggup berbicara. Hanya mangap-mangap tak jelas di depan Itachi bak ikan yang dipaksa keluar dari air.
"Gyaa!! Tunggu! Tunggu dulu, dattebayo!! Apa-apaan semua ini?!" Teriak Naruto pada akhirnya sambil menjambak heboh rambut pirangnya sendiri.
"Apa masih belum jelas?"
"Bukan! Bukan belum jelasnya! Maksudku, kenapa Ayahmu yang terhormat itu menyuruhku untuk menikahi Adikmu hah!? Apa tidak ada orang lain dattebayo!!"
.
.
.
"Duduklah Naruto. Bair ku jelaskan."
Berkat sikap Itachi yang memang kalem, kalem-kalem kejem maksudnya. Naruto yang sudah mencak-mencak sambil sesekali menuding-nuding Itachi, berhasil dijinakkan. Kini Naruto kembali duduk, meski napasnya masih seperti banteng mengamuk. Maklum, menangkap rubah liar dan menjinakkannya tidaklah mudah.
"Adikku, dia gay yang gila harta. Punya hobi foya-foya. Hingga dirinya tak sadar bahwa dia sudah harus menikah."
'Kakak macam apa Dia ini?' Batin Naruto sewot saat kalimat Itachi dirasa terlalu kejam untuk mendeskripsikan sikap Adiknya sendiri.
"Adikku bilang, Dia tidak ingin menikah. Kecuali jika ada orang yang lebih kaya dari kami di Konoha. Kau tahu itu mustahil."
'Dasar Uchiha gila harta.' Batin Naruto tambah sewot.
"Lalu, Ayahku berinisiatif untuk memberi pelajaran pada Adikku. Bahwa hidup tak selalu bergantung pada harta. Dan saat itu bertepatan dengan meninggalnya kedua orang tuamu. Ayahku ingat tentang sebuah jaminan yang pernah dimilikinya di Kirigakure. Itu dirimu, Naruto."
.
.
.
Naruto menelan ludahnya paksa. Tatapan Itachi seakan mengintimidasinya. Terlihat sayu, tapi tajam. Terlihat berharap, tapi penuh dengan intimidasi. Oke, ini mengerikan.
"Ayahku, memintamu secara terhormat untuk menjadi menantunya. Atas nama keluarga Uchiha, kami berharap padamu Naruto."
"Kenapa kalian yakin padaku?" Tanya Naruto serius.
"Karena, kami mengenal betul seperti apa itu kedua orang tuamu. Dan kami juga ingin membahagiakanmu, dan Adikku."
.
.
.
Itachi tersenyum, senyum tulus yang teramat sangat tulus. Yang hanya Dia tunjukkan pada orang tertentu yang menurutnya pantas untuk diberikan senyum seperti ini darinya. Kedua matanya menyipit karena senyumannya.
Jujur saja, Naruto diambang keraguan. Bimbang dan ragu. Harus percayakah atau menolaknya? Tapi menolakpun sepertinya percuma. Karena yang namanha jaminan jika sudah sampai pada batasnya, pasti akan diambil juga.
"Jika aku setuju, apa aku juga masih membayar hutang kedua orang tua ku pada kalian?"
"Tidak. Hutangmu akan lunas."
.
.
.
Kedua mata Naruto membola. Melebarkan iris birunya yang mempesona. Hutang sebesar itu dianggap lunas dengan mudahnya hanya dengan syarat pernikahan? Apa itu benar? Keluarga Uchiha yang terkenal akan segala kehormatannya dan tak pernah memiliki skandal kriminal ini, ingin dirinya yang miskin itu menjadi menantu dari Uchiha Fugaku?
"Lunas.."
Naruto bergumam lirih sambil menundukkan kepalanya. Masih bimbang. Apa yang harus dilakukannya?
Kedua matanya lantas terpejam sejenak, samar-samar wajah kedua orang tuanya muncul dalam benaknya.
'Ayah, Ibu.'
Batin Naruto lirih. Beberapa kenangan juga ikut muncul sekarang. Banyak perkataan orang tuanga yang mendadak Naruto ingat.
'Aku yakin, mereka tidak akan menjerumuskanku dalam hal yang buruk. Mereka menyayangiku. Aku harus berani dan yakin!'
.
.
.
Naruto mendadak berdiri. Sudah diputuskan.
"Aku terima dattebayo!"
Itachi kembali tersenyum saat melihat Naruto berkata dengan penuh keyakinan di depannya. Disertai senyum cerah itu, Itachi tahu bahwa Naruto pasti sudah memantapkan hatinya. Untuk menikahi adik semata wayangnya, Uchiha Sasuke.
"Baiklah, ikut denganku sekarang Naruto. Kita temui Ayahku."
"Um!"
.
.
.
Itachi lalu membawa Naruto untuk segera menuju mobil mereka. Untung saja selama perjalanan menuju mobilnya, Naruto berpapasan dengan Iruka. Langsung saja Naruto meminta ijin untuk ikut bersama Itachi saat itu juga pada Iruka. Seperti biasa, respon Iruka awalnya sangat tidak merestui kepergian Naruto. Sepahamnya Iruka, Naruto akan diapa-apakan oleh Uchiha Keriput ini, padahal sih tidak.
Naruto baru berpamitan. Belum menjelaskan apa-apa. Tapi Iruka sudah secemas itu.
Tapi sepertinya memang Naruto sedang beruntung, karena saat Iruka tak rela, selalu ada Kakashi yang menenangkannya. Hingga Naruto bisa pergi bersama Itachi dengan restu Iruka.
.
.
.
"Apa itu tadi pemilik kebun tempatmu bekerja?"
"Iya. Dia sudah seperti Ayah kedua ku dattebayo."
"Sepertinya dia sangat menyayangimu."
"Memang. Iruka-sensei memang sangat menyayangiku."
Itachi manggut-manggut. Mereka sedang di dalam mobil untuk perjalanan ke kediaman Uchiha. Misi Itachi, sukses.
"Jika kau bekerja, bagaimana dengan sekolahmu?"
"Aku keluar."
Sontak Itachi menengok ke arah Naruto dengan wajah syoknya. Naruto keluar dari sekolah demi sebuah pekerjaan di kebun stroberi? Apa sebegitu kejamnya kehidupan orang miskin yang terlilit hutang?
.
.
.
"Kenapa!?" Tanya Itachi sedikit tak terima. Baginya, pendidikan itu sangatlah penting.
"Ya kau tahu, demi membayar hutang. Tak masalah jika aku harus putus sekolah di SMA. Anggap saja ini sebagai usaha balas budiku pada orang tuaku yang belum sempat ku bahagiakan. Toh, jika tak ada hutang itu aku juga tidak akan lahir ke dunia dattebayo."
.
.
.
Sebenarnya, jika diperbolehkan. Itachi ingin memeluk Naruto sekarang juga setelah si pirang itu berkata begitu jujur padanya, berhubung Itachi sedang nyetir, jadi ya gak mungkin. Hatinya trenyuh.
Sebelumnya, Itachi belum pernah menjumpai orang sejujur Naruto. Dalam bisnis yang sedang dia jalankan, Itachi hanya menemui banyak orang dengan wajah-wajah penjilat yang memuakkan.
"Kita sudah sampai."
"Hm? Waahh!!"
"Selamat datang di rumah kami, Naruto."
.
.
.
Naruto mengabaikan ucapan selamat datang dari Itachi. Saat mobil yang ditumpanginya baru memasuki gerbang rumah Uchiha dan menuju ke garasi. Dimana ada dua mobil lain yang terparkir disana.
Sungguh rumah yang sangat mewah di mata Naruto. Hingga membuatnya terpana bukan main. Ini pertama kalinya, Naruto melihat rumah se-modern ini. Di Kirigakure, tidak ada yang seperti ini. Semuanya masih banyak yang tradisional. Bahkan untuk gaya rumah juga masih sangat tradisional.
.
.
.
Naruto dan Itachi pun turun. Seperti biasa, Itachi selalu merapikan diri setelah turun dari mobilnya. Tentu saja agar imej nya tidak hancur dong. Orang tampan harus perfek.
'Entah kenapa aku merasa seperti rongsokan disini.' Batin Naruto.
Baru kali ini Naruto merasa minder. Bahkan minder hanya dengan melihat bangunan rumah. Ini pertama kalinya Naruto merasa dirinya begitu miskin.
"Ayo, ikuti aku Naruto."
"Oh! Oke!"
.
.
.
Itachi kemudian menuntun Naruto dari garasi untuk menuju ke pintu depan. Itachi sih biasa saja, tapi Naruto benar-benar seperti orang desa yang mendadak dipindahkan ke istana. Gayanya yang sungguh apa adanya benar-benar membuat Itachi terheran-heran. Itachi suka sifat yang seperti ini, jujur dan tidak munafik. Apa adanya, tidak ada yang ditutup-tutupi.
.
.
.
GREK!
"Okaeri, Danna!!"
"Uwo! Kalem dong, Sayang."
"Aku kangen~"
Naruto sedikit ada rasa ingin muntah sekarang. Pintu besar itu tiba-tiba di buka oleh seseorang. Rambutnya sama pirangnya dengan dirinya. Bedanya pirang yang disana itu pirang panjang dan terawat.
Tadi Itachi terkihat reflek menangkap sosok itu ke dalam pelukannya. Mesra sekali mereka.
"Kamu kok sudah pulang? Udah bosen jalan-jalannya?"
"Umm! Bosen. Uang saku mu ga habis-habis soalnya. Ya udah, aku pulang aja."
"Benarkah? Tidak beli baju, Sayang?"
"Beli dong, Danna."
"Nice, Sweetheart."
.
.
.
'Astaga. Obrolan macam apa ini?!'
Naruto cengo saat melihat kemesraan Itachi dengan entah siapa itu. Mungkin istrinya. Soalnya mereka saling berpelukan manja saling membelai dan tertawa. Ah mesra sekali adegan kejutan di rumah mewah ini. Sampai Naruto ingin muntah rasanya.
'Tak kusangka, orang macam Itachi-san bisa semesra ini. Ku pikir Dia orang yang kaku.'
.
.
.
"Ehh? Danna, siapa anak ini?"
"EH!!"
Naruto terkejut bukan main saat dirinya tiba-tiba dilihat si iris aquamarine ini. Sontak saja Naruto gelagapan dong. Kaget, Bro.
"Oh, ini Uzumaki Naruto." Jawab Itachi kembali kalem.
"Uzumaki?"
Si pirang yang bernama Deidara itu terlihat sedang mengelus dagunya sambil berjalan mendekati Naruto. Deidara seperti sedang mengingat sesuatu hal sekarang.
"Eh! Jangan-jangan anak ini yang akan dinikahkan Ayah itu ya!?" Pekik Deidara heboh banget. Doi juga sambil menunjuk-nunjuk muka Naruto. Jadilah Naruto makin syok semu takut disini.
Itachi dan Naruto sampai harus berjengit demi menetralisir pekikan Deidara yang kelewat nyaring di telinga mereka.
.
.
.
"Kau benar, Sayang."
"Woaah! Salam kenal, Namaku Uchiha Deidara, un! Istri Itachi."
"Uzumaki Naruto dattebayo!!"
Naruto menyambut tangan Deidara dengan penuh semangat membara. Kemana wajah jijiknya tadi? Sepertinya mereka memiliki satu kesamaan, yaitu terlalu bersemangat. Baiklah, sepertinya akan ada Dua Matahari di dalam rumah Uchiha nanti.
"Ah! Ayo masuk!!"
"Jangan menariknya, Sayang."
"Tidak apa Itachi-san." Respon Naruto pada Itachi yang cemas padanya.
Sejujurnya Itachi memang sedikit khawatir pada Naruto yang menjadi obyek hiperaktif Deidara. Ditarik masuk ke dalam rumah dengan sangat semangat, dan Deidara mengoceh tentang seluruh keadaan rumah pada Naruto yang masih kebingungan.
'Sepertinya mereka akan segera akrab.'
.
.
.
Itachi kemudian menyusul istrinya yang sudah lebih dulu masuk ke rumah dengan menarik Naruto sekuat tenaga. Mau tak mau Naruto harus mengikuti langkah Deidara dong.
Berhubung Deidara itu orang yang kadang hiper jika lihat hal yang menurutnya menarik hatinya, jadi sesekali Itachi harus memperingatkan Deidara agar tidak terlalu 'memaksakan kehendaknya' pada Naruto.
"Nah un! Ini kamarku dan Itachi-Danna!!"
"Wow! Besar sekali." Komen Naruto yang takjub.
"Sayang, dari pada kau menarik Naruto kesana-sini, bukanlah lebih baik jika kau sedikit 'memperbaiki' Naruto?"
"Hm?" Deidara terdiam.
"Memperbaiki ku?" Naruto tak paham.
.
.
.
Tiga orang yang ada di kamar itu dua diantaranya menengok ke arah Itachi.  Ada yang berekspersi bingung yang elegan dan ada yang berekspresi apaan-sih-maksudnya.
Itachi tersenyum, lalu mendekati Deidara dan Naruto yang masih menatapnya.
"Sayang, bukankah kita masih punya satu setel jas yang baru di lemari kita?"
"Masih, un." Deidara mengangguk mengiyakan.
"Bagaimana kalau kau 'memperbaiki' Naruto dengan jari-jari ajaib mu itu."
.
.
.
Deidara berkedip beberapa kali. Sedangkan Naruto yang ada diantara suami-istri(?) ini hanya diam memperhatikan. Karena dirinya sedang menjadi obyek perbincangan mereka sekarang.
"Kau mengerti?" Tanya Itachi tersenyum manis. Dan membuat Deidara hampir mimisan.
"Ohh!! Aku paham, Danna! Naruto harus ganti baju!"
"Very smart, Baby." Puji Itachi sambil mengecup singkat bibir Deidara.
"Wow!" Respon Naruto spontan.
.
.
.
"Ayo Naruto-kun! Biarkan aku memperbaiki penampilanmu saat ini. Masih ada waktu sebelum Ayah pulang, un!"
"He-ehh?? Kenapa harus ganti baju dattebayo!? Aku tidak bawa baju selain ini."
"Sudahlah. Menurut saja padaku, un!"
Naruto seketika panik saat Deidara berkata bahwa Naruto harus ganti baju. Yang benar saja, saat Naruto datang kesini saja Naruto hanya membawa baju yang menempel di tubuhnya. Tak membawa hal lain selain nyawa dalam tubuhnya.
'Yang satu berakhiran un. Yang satunya lagi, dattebayo. Dasar pirang.' Itachi membatin senang saat melihat keakraban Deidara dan Naruto di depan sana.
.
.
.
Memang sedikit gaduh, satu pirang saja sudah bikin gaduh apalagi dua seperti ini. Oke, dapat di pastikan setelah ini rumah Uchiha akan selalu ramai.
Saat sedang melihat Deidara memilihkan beberapa setel jas pada Naruto, handphone Itachi mendadak berdering merdu di dalam sakunya.
"Halo, Ayah? Iya. Naruto sudah ada di rumah."
Itachi menjawab telepon dari Ayahnya itu sembari masih memperhatikan dua pirang didepannya.
"Hah!? Benarkah? Sasuke ada di rumah?"
Sedikit terkejut karena Ayahnha berkata dari sebrang sana bahwa Sasuke di rumah. Tapi Itachi sama sekali tidak menyadarinya.
"Baiklah, Ayah. Hati-hati."
.
.
.
Itachi memutus sambungan telepon dari Ayahnya. Dan memasukkan kembali handphone nya ke dalam saku celananya. Kedua tangannya lantas bersedekap seperti biasanya. Gaya khas para Uchiha.
'Anak itu, jika di rumah selalu saja berdiam di kamar.' Batin Itachi.
"Danna?"
"Yes, Sayang?"
"Sudah selesai."
Deidara berdiri di samping Itachi. Telunjuknya menunjuk kamar mandi di dalam kamarnya. Naruto sudah selesai Dia persiapkan. Sudah pasti hasilnya tak akan mengecewakan. Karena Deidara memiliki selera fashion gang sangat bagus, itulah mengapa Mikoto sangat menyayangi Deidara sebagai menantunya.
"Keluarlah, Naruto-kun."
.
.
.
Selang beberapa detik setelah Deidara memanggil Naruto untuk keluar, Narutopun perlahan membuka pintu kamar mandi minimalis itu.
Itachi dan Deidara menunggu, sedangkan yang ditunggu justru ragu untuk keluar dari dalam sana.
"Apa ini tidak berlebihan, Dei-san?"
"Ah tidak, un. Cepat keluar un."
Deidara semakin heboh saat Naruto belum juga muncul dari balik pintu. Dirinya bahkan sampai merangkul lengan Itachibkarena saking gemasnya menunggu.
.
.
.
TAP!
"Bagaimana?"
Itachi membelalakkan matanya sekarang. Naruto berubah sangat drastis. Padahal setahunya hanya berganti pakaian saja. Tapi Deidara benar-benar merubah Naruto menjadi sosok yang berbeda.
"Dia tampan ya, Danna."
"Kau memangkas rambutnya, Sayang?"
"Kata Dei-san, rambutku tidak rapi dattebayo."
Itachi manggut-menggut mencoba memaklumi. Sepertinya Naruto dengan potongan rambut baru yang sedikit cepak dan pendek memang lebih baik. Naruto jadi terlihat dewasa, di dukung dengan postur tubuhnya yang tegap membuat Naruto benar-benar bukan terlihat seperti anak remaja putus sekolah dalam balutan jas hitam ini.
.
.
.
"Baiklah, Naruto. Saatnya untuk bertemu Ayah."
"Baiklah, dattebayo."
Naruto berseru semangat. Entah karena apa dirinya merasa begitu yakin sekarang. Apa mungkin karena pwngaruh jas mahal ini dan potongan rambut barunya? Ah entahlah, yang jelas, Naruto sudah semakin mantap untuk bertemu dengan Fugaku Uchiha-sama. Dan menjalankan semua perjanjian yang sudah dilakukan kedua orangtuanya dulu.
"Danna, nanti aku akan menyusul. Aku akan beberes dulu disini."
"Baiklah, Sayang. Jangan terlalu lelah ya."
Dan Deidara mengangguk sebagai jawaban.
.
.
.
Itachi lalu membawa Naruto untuk ke ruang tengah. Dimana disana sudah pasti akan ada Ayah, Ibu, dan tentu saja Adiknya nanti. Seluruh anggota keluarga Uchiha di rumah ini akan berkumpul di hari ini untuk membahas pernikahan Adik tersayang Itachi, Uchiha Sasuke dengan Uzumaki Naruto.
.
.
.
Itachi berjalan di depan Naruto, elegan seperti biasanya. Mereka berjalan dalam diam.
Sedangakan, di depan sana di sofa itu sudah duduk dua orang yang pastinya adalah kedua orang tuanya.
"Maaf membuat Ayah menunggu."
Melihat kedatangan Itachi Fugaku kemudian berdiri, Mikoto pun juga melakukan hal yang sama.
"Kau berhasil, Itachi. Ayah bangga padamu."
Naruto sedikit menelan ludahnya, tingkat kepercayaan dirinya sedikit menurun. Karena melihat betapa formalnya keluarga ini. Oke, Naruto mulai ragu dan tak percaya diri. Dirinya tidak seterhormat itu. Eh, bukan berarti Naruto murahan ya. Naruto hanya miskin harta saja kok. Bukan miskin hati atau bahkan miskin etika.
"Terima kasih, Ayah." Jawab Itachi sopan.
.
.
.
Fugaku kemudian beralih untuk memandang sosok yang ada di belakang Itachi.
'Jadi ini, yang bernama Fugaku Uchiha.' Batin Naruto.
Fugaku memandang Naruto dengan tatapan datarnya. Bagi mereka yang biasa bertemu dengan Fugaku, itu adalah hal yang biasa. Sedangkan bagi Naruto yang baru pertama kali bertemu dengan Fugaku, tentu saja itu sedikit mengerikan.
.
.
.
'Astaga, kenapa melihatku sampai seperti itu dattebayo!?'
Ingin rasanya Naruto berteriak langsung, bukan dalam batinnya seperti ini.
'Rasanya, seperti sedang ditelanjangi hanya dengan ditatap saja.'
Naruto semakin ngeri saat Uchiha yang lain hanya diam saja dan tak ada yang memberi improvisasi untuk mencairkan suasana. Sepertinya memang mereka menyukai hawa dingin yang menusuk.
.
.
.
"Selamat datang, Uzumaki Naruto."
Semua orang minus Fugaku yang ada disana tentu saja tersentak. Bagaimana tidak? Fugaku memberi ucapan selamat datang pada orang miskin macam Naruto dengan bonus senyuman di wajah kakunya. Hell yeah! Ini kejadian langka bro. Bahkan Deidara yang masih beberes di kamarnya pun sampai merinding karena hal ini.
"Mari duduk."
"B-baiklah Fugaku-sama."
Naruto gelagapan bukan main. Keringatnya mengucur deras, padahal rumah ini ada AC-nya. Grogi setengah mati dan canggung tak tertolong.
Mikoto dan Itachi masih dalam mode syoknya meski juga sudah ikut duduk di sofa empuk itu. Mereka masih terperangah akan perubahan sikap Sang Kepala Rumah Tangga.
.
.
.
"Psstt, Itachi-kun. Sepertinya Ayahmu mencair."
"Aku tak menyangka Ayah bisa seperti itu."
Itachi dan Mikoto saling berbisik satu sama lain. Mereka melihat keakraban Fugaku yang sedang mengobrol dengan Naruto. Padahal hanya obrolan ringan, tapi bagi Naruto serasa sedang diintrogasi polisi. Gelagapan dan panik, itulah yang dirasakan Naruto.
.
.
.
Setelah beberapa menit Fugaku mengobrol dengan Naruto sampai  mengabaikan Mikoto serta Itachi di sofa sebrang sana, Fugaku pun menyudahi obrolannya dengan Naruto. Memang ya, Matahari akan selalu bisa mencairkan es.
"Nah Itachi, panggil Adikmu sekarang."
"Baik Ayah."
.
.
.
"Tidak perlu. Aku sudah disini, Ayah."
Baru saja Itachi hendak berdiri. Tapi sebuah suara dengan nada datar, sedikit judes dan beraroma jutek menghentikan gerakan Itachi untuk berdiri.
Semua orang yang duduk disana menengok ke arah sumber suara. Dimana suara derap langkah kaki itu mulai terdengar semakin jelas setelah sosok yang bicara barusan muncul dari balik tembok.
Dengan setelan jas putih berornament silver itu, muncullah sosok Sasuke di depan seluruh keluarganya dan Naruto.
.
.
.
Mata Naruto membelalak lebar saat matanya melihat siapa sosok yang berdiri di depan sana. Pria berambut hitam berjas putih itu, itu adalah..
'Sasuke?' Batin Naruto tak percaya dengan apa yang dilihatnya sast ini.
Sedangkan Sasuke sendiri sepertinya belum menyadari bahwa sosok yang sedang duduk di belakang Ayahnya itu adalah Naruto.
.
.
.
"SASUKE!?"
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB: Mohon maaf apabila masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih!

STRAWBERRY UNDERAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang