STRAWBERRY UNDERAGE (Chapter 14)

5.4K 504 87
                                    

Berpindah tempat dengan latar belakang yang bertolak belakang pasti sangatlah sulit. Harus beradaptasi dengan lingkungan baru yang sebelumnya belum pernah di rasakan.
Tak hanya lingkungan baru, tetapi juga adat istiadat baru. Dan semuanya membutuh proses yang disebut belajar.
.
.
.
Naruto sudah menyetir selama beberapa jam, desanya jauh juga ya. Wajar sih, Kirigakure kan berada di pinggiran kota dengan deretan bukit yang melindunginya. Jadi tak heran jika jarak tempuhnya dari pusat kota agak lumayan.
.
.
.
Sasuke menghabiskan waktu perjalanannya dengan tidur. Tapi jangan salah, meski tidur pun kacamata hitam mahal nan satu-satunya di dunia miliknya itu tak terlepas dari wajah tampannya. Bagaimanapun, Sasuke harus tetap stylish meski tidur sekalipun.
.
.
.
SYUT!
Naruto membuka kedua sisi jendela mobilnya. Menurunkan kaca jendela mobil itu hingga setengahnya. Membuat udara segar pegunungan masuk ke mobil mereka. Sebentar lagi mereka sampai, kini mereka tengah melewati lembah yang sejuk nan indah dengan segala lukisan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa.
.
.
.
"Matikan AC nya, Dobe. Dingin sekali."
Sasukepun nampak mulai tak nyaman karena hawa dingin itu, kedua tangannya mengusap-usap lengannya demi menambah hangat tubuhnya saat ini.
"Sudah di matikan sejak tadi kok."
.
.
.
Mendengar jawaban Naruto, Sasuke perlahan membuka matanya di balik kacamata hitamnya. Mengedipkan kelopak matanya sejenak, dan mulai memproses keadaaan.
"Dingin ya? Hehehe, wajar saja. Kita kan sudah hampir sampai. Lihat saja sekelilingmu." Ucap Naruto.
.
.
.
Tanpa menjawab perkataan Naruto, Sasukepun menoleh ke arah jendela. Dimana ia bisa melihat hamparan hijaunya pepohonan dan ladang. Kabut tipis yang mulai terlihat, dan sedikit embun yang menerpa wajah putih Sasuke karena sendirinya terlalu melongok keluar.
'Damai sekali.' Batin Sasuke. Salah satu tangannya beralih untuk membuka kacamata hitamnya dan memindahkannya ke kepala.
.
.
.
"Damai bukan?"
Seakan bisa menebak apa yang Sasuke pikirkan, Naruto baru saja bertanya retoris pada istrinya itu. Sasuke mengangguk, dia mengiyakan perkataan Naruto. Memang tak dapat di pungkiri, suasana yang ada di sekelilingnya saat ini memanglah sangat damai.
.
.
.
CKIT!
Naruto berhenti di sebuah pekarangan kecil di di samping sebuah rumah sederhana. Itu tempat tinggalnya yang memang masih bergaya kuno. Rata-rata semua rumah di Kirigakure memang bergaya kuno. Yang cukup menggambarkan bahwa masyarkat yang hidup disini masih memakai adat tradisional.
.
.
.
Sasuke dan Naruto turun hampir bersamaan. Bedanya, Naruto langsung menuju ke bagasi untuk mengambil beberapa tas bawaan mereka. Sedangkan Sasuke, dia sibuk melihat sekeliling.
'Tidak berubah.' Batinnya bergumam.
.
.
.
Beberapa memori kecil Sasuke bermunculan, dimana saat ia pertama kali datang ke mari. Naruto yang membawanya dan hujan adalah penyebabnya.
Sasuke tersenyum tipis, lucu sekali jika diingat. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan justru mempertemukannya pada calon suaminya kala itu. Suatu kebetulan memang sering menyimpan misteri, yang mana tidak akan selalu bisa di jawab oleh manusia. Karena sesungguhnya, semua telah di takdirkan.
.
.
.
"Kenapa diam saja? Ayo masuk, dattebayo."
Naruto berjalan mendahului Sasuke, menaiki 5 anak tangga kecil yang ada  di teras rumahnya sambil menjinjing dua koper besar di kedua tangannya serta sebuah tas punggung yang ia gendong. Ketiga tas ini semuanya milik Sasuke.
Untung saja Naruto masih ingat dimana terkahir ia meletakkan kunci rumahnya.
"Hn."
.
.
.
Sasuke lalu berjalan mengekori Naruto, mereka memasuki rumah sederhana ini. Tak banyak debu yang menyelimuti rumah ini selama Naruto pergi sejak saat itu. Bersyukur, karena tak terlalu repot nanti saat beberes rumah.
.
.
.
BRUGH!!
"Fyuuh."
Naruto mengusap keringat di dahinya. Tak di sangka, tas ini berat juga.
"Tidur saja jika lelah, Sasuke. Biar kau yang menyelesaikan semuanya." Kata Naruto menyarankan.
Dengan wajah datarnya, Sasuke justru duduk di tepi ranjang Naruto. Saat ini mereka ada  di kamar Naruto. Tidak luas, justru terlihat sempit.
.
.
.
"Aku tahu kau lelah setelah perjalanan jauh. Istirahatlah."
Sebuah kecupan mesra Naruto berikan sekilas untuk Sasuke. Tentu Sasuke menerima kecupan itu dengan senang hati, dia senang dicium Naruto.
"Aku sudah tidur selama perjalanan."
"Ya sudah, silahkan berkeliling jika kau mau. Aku akan membereskan rumah ini dulu, dattebayo."
.
.
.
Setelah berkata demikian, Naruto segera melesak keluar untuk mengambil dua tas lagi yang masih tersisa di bagasi. Satu tas milik Sasuke lagi, dan satunya punya dirinya. Barang bawaan Sasuke memang banyak sekali, sampai 4 tas besar bermerk internasional.
.
.
.
Sambil bersenandung, Naruto sibuk membereskan semuanya. Mulai dari menata baju mereka di lemari, meletakkan beberapa barang 'antik' milik Sasuke di atas nakas, sampai menyapu rumah, semua Naruto kerjakan dengan senang hati.
.
.
.
Sedangkan Sasuke, saat ini ia hanya melihat Naruto membereskan semuanya sambil memperhatikan seluruh isi rumah. Tidak ada yang mewah, itulah penggambaran rumah ini di kepala Sasuke.
.
.
.
Setelah isi rumah beres, kini giliran kebun belakang rumah yang harus Naruto bereskan. Rumput liar tumbuh di sela-sela tanaman stroberinya yang dulu sempat ia tanam sebelum pergi. Itu mengganggu sekali.
"Sial, rumputnya banyak sekali." Gerutu Naruto sambil memangkasi rumput liar dengan gunting kebunnya.
.
.
.
Dimana Sasuke? Oh, dia sedang duduk di teras belakang di temani dua gelas teh hangat buatannya sendiri sambil melihat Naruto bekerja. Itu serius ya, Sasuke buat sendiri tehnya.
'Sepi sekali disini. Mungkin aku akan jadi bisu jika hidup terlalu lama di tempar seperti ini.' Batin Sasuke mulai ngaco. Setelahnya, Sasuke menyruput teh hangat hangatnya sambil memejamkan mata.
.
.
.
"Fuuhh."
Sasuke menghembuskan napasnya pelan. Minum teh memang selalu merilekskannya.
"Apa kau juga membuatkan teh untukku, Sasuke?"
Sontak Sasuke membuka kedu mtanya. Dan ia mendapati Naruto sudah berdiri di depannya dengan sebuah gunting taman di tangan kiri, sebuah keranjang buah kecil di tangan kanan, dan wajah dengan tersenyum lebar walau terlihat lelah.
.
.
.
"Hn." Jawab Sasuke. Cangkir keramik itu ia letakkan kembali di tempatnya semula.
"Untukmu." Naruto menyodorkan keranjang kecil penuh dengan stroberi merah itu pada Sasuke.
Setelah Sasuke menerima keranjang kecil itu, Naruto pun duduk di samping Sasuke. Tak lupa, Sasuke memberikan secangkir teh buatannya pada Naruto.
.
.
.
"Tadinya ada banyak stroberi. Tapi sepertinya aku pergi terlalu lama, jadi ada banyak yang busuk di makan serangga." Lanjut Naruto sebelum akhirnya menyeruput teh hangatnya.
"Haa~ah!! Enaknya."
Naruto berseru memuji kenikmatan teh hangat ini. Terlebih ini buatan istrinya, membuat teh ini semakin merilekskan tubuh dan hatinya.
.
.
.
"Apa disini selalu sepi seperti ini?"
"Ya begitulah. Disini memang selalu sepi, saat malam tiba semakin sepi. Hanya ada sedikit keramaian jika kita pergi ke desa sebelah, ada beberapa pedagang makanan yang buka saat malam hari disana." Jelas Naruto pada Sasuke.
"Oh, begitu."
"Ku harap kau betah tinggal disini bersamaku."
.
.
.
Pandangan Sasuke beralih, kini ia menatap lurus mata biru itu. Terlihat menenangkan dan juga indah. Sasuke yakin, siapapun pasti akan takluk akan keindahan mata safir ini.
Tapi sayang, mata itu sedikit sayu ketika memandangnya kali ini.
"Kenapa kau memandangku seperti itu?" Tanya Sasuke.
"Aku hanya takut, jika kau tiba-tiba meninggalkan ku karena keadaan yang ada disini, dattebayo."
.
.
.
Sasuke tertegun, tak menyangka pemikiran Naruto sebegitu jauhnya. Rasa khawatirnya juga sangat besar, hingga membuat Sasuke tak menyangka Naruto memiliki pemikiran seperti itu.
"Che. Dasar bodoh." Sasuke berdecak sembari menyeringai. Kemudian ia menajamkan kedua matanya sekarang.
"Untuk apa aku meninggalkanmu? Ketika aku sudah memiliki sebuah pelabuhan besar saat ini, aku tak akan pernah berlayar lagi."
.
.
.
Kali ini giliran Naruto yang terdiam. Napasnya memburu dengan jantung yang berdegup kencang. Sungguh di luar ekspetasi, Sasuke ternyata bisa berkata seromantis ini padanya.
"Aku tidak akan meninggalkanmu. Apapun yang terjadi."
Satu kalimat penyambung Sasuke ucapkan barusan. Tak lupa, sebuah kalimat itu ia ucapkan dengan sebuah senyuman tanpa sadar. Sebuah senyum yang sangat menawan dengan sebuah ketulusan mendalam tersirat darinya.
.
.
.
GREB!
Naruto spontan memeluk Sasuke erat. Mendekapnya erat seakan tak akan melepaskannya. Memberinya kehangatan di kala cuaca sore yang semakin mendingin.
"Terima kasih, Sasuke."
Membelai lembut surai hitam ini serasa memberikan kesan sendiri bagi Naruto. Baginya, tujuan hidupnya saat ini hanyalah satu. Yakni membahagiakan Sasuke. Segalanya akan ia lakukan demi Sasuke-nya. Apapun itu.
.
.
.
KRIK~ KRIK~
Terdengar suara samar dari beberapa jangkring yang memecah kehenibgan malam di Kirigakure. Dimana cuaca memang selalu sedingin ini setiap harinya. Tak heran karena desa ini memang berada di dataran tinggi dan di kelilingi bukit serta pergunungan dan lembah.
Sepi, ya memang sepi. Tak banyak warga yang beraktivitas saat malam hari. Jika pun ada paling mereka hanya pergi ke desa sebelah untuk sekedar mencari makan malam atau mengobrol dengan warga desa lain.
.
.
.
"Fuuh.. Fuhh.."
Sasuke mengusapkan kedua tangannya terus menerus, mencoba menghangatkan dirinya sendiri. Dia baru saja mandi. Walau dia bisa bertahan di cuaca apapun, tapi jika hawa dingin melanda tetap harus berusaha mengusirnya.
"Naruto?" Panggil Sasuke.
Sasuke baru saja selesai mandi dan berpakaian. Tapi ia tak menjumpai sosok Naruto di kamarnya.
"Dobe?" Panggil Sasuke lagi dengan lebih keras.
"Aku di ruang tamu, Sasuke!!"
.
.
.
Sasuke kemudian menyusul Naruto di ruang tamu. Penasaran, apa yang sedang suaminya lakukan disana.
Setelah sampai, Sasuke mendapati Naruto sedang memakai sepatunya. Bersiap untuk pergi.
"Mau kemana?"
"Makan malam. Ayo, aku ajak kau berkeliling."
Sasuke hanya diam sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Ayolah. Tidak seburuk yang kau pikirkan kok." Ajak Naruto lagi, kali ini ia sambil mengulurkan tanganbya, berharap Sasuke menerima ajakannya.
.
.
.
Karena rasa penasaran, Sasuke akhirnya menerima ajakan Naruto. Kemudian ia memakai boot hitam mahalnya sementara Naruto mengambilkan coat biru donker punya Sasuke yang tak kalah mahal juga. Setelah mereka berdua siap, mereka pun berjalan bersama menuju desa sebelah.
.
.
.
TAP TAP TAP
Suara derap langkah Naruto dan Sasuke terdengar beriringan. Sasuke berjalan sembari merangkul lengan Naruto. Bukannya apa-apa ya, Sasuke hanya belum terbiasa jalan kaki di daerah yang remang-remang seperti ini.
"Kau yakin ini jalan yang benar?"
"Tentu saja, dattebayo. Aku sering kesana untuk makan malam saat aku punya uang."
.
.
.
Selama 5 menit berjalan Sasuke merasa sedikit was-was. Karena selain remang-remang, rumah penduduk diaini juga lumayan jarang. Jarak antar rumah bisa dibilang jauh. Justru ladang stroberi yang melimpah disini.
Tapi semua kekhawatiran Sasuke sirna saat ia mulai menjumpai beberapa orang juga di jalan. Orang-orang itu juga berjalan kaki, bahkan ada yang saru rombongan. Sepertinya mereka semua memiliki tujuan yang sama.
"Nah sudah mulai ramai kan. Itu tandanya kita akan segera sampai."
"Berapa lama lagi?"
"Dua menit."
.
.
.
TEP!
"Sudah sampai, dattebayo!"
Langkah mereka terhenti. Tepat di depan sebuah pintu masuk sederhana yang terbuat dari kayu dan bambu. Di depan mereka ada sebuah perkampungan kecil dimana ada banyak toko makanan dan sepertinya ada toko yang juga menjual barang sehari-hari.
"Ramai." Gumam Sasuke.
"Hehehe. Menyenangkan bukan?"
"I-iya." Jawab Sasuke malu-malu.
.
.
.
Mereka berdua lantas berjalan santai memasuki area perkampungan. Banyak anak-anak berlarian dan kejar-kejaran, orang-orang yang mengobrol satu sama lain, serta beberapa wanita yang nampak sedang berbelanja beberapa keperluan.
"Kenapa disini lebih hangat?" Tanya Sasuke. Dirinya kini sudah tidak merangkul lengan Naruto lagi.
"Itu karena, di tengah desa ini ada api unggun. Itu disana."
.
.
.
Sasuke mengikuti arah telunjuk Naruto. Benar saja, di depan sana ada sebuah api unggun yang cukup besar dengan beberapa bambu yang memagarinya. Api unggun ini juga sebagai penarik orang-orang agar mereka berbelanja disana. Semacam daya tarik dari sebuah desa kecil yang rata-rata warganya berprofesi sebagai pedagang yang hanya buka saat malam hari. Karena jika pagi sampai siang, mereka berladang di kebun stroberi mereka.
.
.
.
"Mau makan apa?"
"Caviar."
Naruto sweatdrop seketika. Ternyata jiwa mahal nan mewah Sasuke masih melekat disana.
"Tidak ada caviar disini, Sasuke."
"Lalu?"
"Ada satu kedai makanan terenak disini. Kedai ramen Paman Teuchi."
Belum sempat Sasuke protes, Naruto sudah menggandengnya dengan riang sambil berlari kecil menuju ke kedai yang tadi dimaksudnya.
"Ayo kita kesana!"
.
.
.
Naruto menarik tangan kanan Sasuke, membawanya berlari kecil menembus keramaian orang. Sungguh seperti anak kecil yang begitu senang saat ada di pasar malam.
Sasuke yang biasanya selalu berjalan anggun dan tenang, kali ini harus berlari kecil mengikuti langkah suaminya.
'Anak ini, seperti tak ada lelahnya melawan dunia.' Batin Sasuke saat tak sengaja ia memandang punggung Naruto. Yang seketika membuatnya teringat akan apa yang harus di lalui anak itu. Kehilangan kedua orang tua di usia yang masih sangat muda, tentu bukanlah hal yang mudah.
.
.
.
HUP!
Naruto berhenti, di depan sebuah kedai ramen yang cukup luas dengan beberapa orang yang ada di dalamnya. Ramai juga.
"Sudah sampai?" Tanya Sasuke. Dan Naruto mengangguk.
Lalu Naruto masuk ke kedai itu yang kemudian baru diikuti oleh Sasuke yang mengekorinya.
.
.
.
"Permisi."
"Selamat datang--EH!! NARUTO-KUN!!"
"Eh!? Naruto rupanya!!"
Si pemilik kedai dan anak semata wayangnya yang bernama Ayame itu nampak terkejut melihat kedatangan Naruto.
"Wah! Darimana saja kau? Lama sekali tak kesini! Apa kau sudah pulang dari kota besar itu? Lalu apa yang kau dapat disana?" Tanya Paman Teuchi tanpa jeda. Bahkan Naruto tidak sempat menjawab semuanya.
"Hehehe! Aku dapat.. Dapat--"
.
.
.
"Permisi."
Kalimat grogi Naruto terpotong oleh satu kata yang Sasuke ucapkansaat ia ikut menyusul Naruto memasuki kedai ramen sederhana ini.
"..dapat istri." Sambung Naruto sambil memandang Sasuke yang tengah berjalan mendekatinya.
.
.
.
Baik Teuchi maupun Ayame, mereka berdua sama-sama terdiam. Mata mereka berbinar saat melihat kedatangan Sasuke yang begitu anggunnya. Bak melihat seorang malaikat, mereka berdua sama sekali tidak berniat untuk berkedip.
.
.
.
"I-ini istrimu?" Tanya Ayame yang mendadak gagap. Tak lupa ia juga menutup hidungnya, khawatir jika nanti ia mendadak nosebleed karena tak kuasa menahan pesona Sasuke di depannya.
"Yap! Bagaimana? Kami cocok kan? Hehehe!"
"C-cocok!!" Seru Ayame yakin sekali.
"Paman! Ramennya dua ya! Tapi yang satunya beri toping daging yang lebih banyak ya!"
"Aku mengerti, Naruto!" Jawab Teuchi paham.
.
.
.
Sementara pesanan mereka di buatkan. Naruto dan Sasuke duduk berdampingan. Suasana kedai malam ini cukup ramai. Sepertinya cuaca dingin seperti ini memang paling enak jika makan yang hangat-hangat. Naruto sudah membuat pilihan yang bagus.
.
.
.
TAK! TAK!
"Ini ramennya! Selamat menikmati!"
Ayame berseru girang saat ia menyajikan dua mangkuk ramen untuk Naruto dan Sasuke.
"Wah! Ini pasti lezat sekali!"
Naruto menyahut sumpit lalu bersiap untuk menyantap ramen lezat di depannya ini.
Naruto kemudian memejamkan mata lalu mengatupkan kedua telapak tangannya sejenak untuk berdoa sebelum makan.
.
.
.
"Tunggu, sepertinya mangkuk ramennya tertukar."
Sasuke, Teuchi dan Ayame semua memandang Naruto heran. Bukankah sudah benar? Dua mangkuk ramen dengan salah satu ramennya memiliki toping daging lebih banyak. Dan ramen yang special itu untuk Naruto kan?
"Sasuke, yang ini untukmu."
"Hm?"
"Ramen spesial ini untukmu. Aku ingin kau merasakan betapa enaknya ramen spesial ini."
"Kenapa?"
"Karena aku sayang padamu."
.
.
.
BLUSH!
Begitu cerahnya wajah Naruto saat berkata begitu sampai membuat ketiga orang dekat Naruto yang ada disana merona serentak. Bahkan seorang pelanggan Teuchi lain yang bernama Orochimaru yang sedang duduk di sudut ruangan juga ikut merona mendadak entah karena apa.
"Di-dia jujur sekali." Gumam Ayame menahan mimisannya.
"Naruto memang begitu." Sahut Teuchi yang masih belum sadar sepenuhnya.
Sementara Sasuke, dia sudah memalingkan wajah merona nya dari Naruto.
.
.
.
"Sini tukar."
Naruto menukar dua mangkuk itu. Kini jadi Sasuke yang mendapst porsi spesial itu. Dengan harapan, Sasuke akan bahagia karena seporsi ramen spesial yang sudah ia doa kan sebelumnya. Naruto itu sangat suka ramen, terutama ramen spesial dengan banyak daging. Tapi karena ia sangat sayang pada Sasuke, maka Naruto ingin membagi apa yang membuatnya bahagia itu pada istrinya.
.
.
.
Beberapa menit mereka makan ramen dengan khidmat. Sasuke makan dengan perlahan nan elegan, sementara Naruto buru-buru dan belepotan. Karena cara makan yang seperti itu Naruto selesau duluan.
"Fuah! Kenyangnya." Seru Naruto yang kenyang dan puas.
"Dobe?"
"Iya, Teme?"
.
.
.
Tanpa memberi aba-aba lagi, Sasuke membersihkan sisa kuah yang belepotan di tepi bibir Naruto. Perlahan-lahan dan lembut, Sasuke membersihkan belepotan Naruto sengan selembar tisu.
Sungguh pemandangan yang sangat manis. Meski wajah Sasuke datar dan sebagian tertutup rambut hitamnya, tapi rasa sayang Sasuke pada Naruto terlihat jelas disana. Siapapun yang menyaksikan ini, sudah dapat dipastikan mereka menderita Anemia keesokan harinya.
"Ayah, sepertinya aku akan kena anemia."
"Besok kita ke dokter sama-sama, Nak."
.
.
.
"Sudah."
"Terima kasih, Sasuke."
"Hn."
.
.
.
"Paman, berapa semuanya?" Tanya Naruto pada Teuchi.
"Harganya masih sama Naruto."
"Baiklah."
Naruto merogoh sakunya. Menarik sebuah dompet yang terbuat dari kulit asli. Sasuke membelikan itu untuknya beberapa saat lalu. Sasuke kasihan pada Naruto karena selama ini ternyata Naruto tidak punya dompet mahal. Hanya dompet biasa dengan isi seadanya.
"Ini, Paman. Terima kasih ya. Kami permisi, dattebayo!!"
Sasuke pun berdiri, lalu membungkukkan badannya sekilas pada Teuchi dan Ayame.
"Kami permisi." Kata Sasuke datar.
"Terima kasih kembali." Jawab Ayame riang.
.
.
.
Teuchi dan Ayame sempat memandangi kepergian pasangan pengantin baru itu. Rasanya seperti ikut bahagia melihat hubungan mereka berdua.
"Pria itu beruntung bisa mendapatkan Naruto ya, Ayah."
"Kau benar, Ayame. Mereka berdua cocok sekali. Sampai-sampai Ayah ikut bahagia walau hanya melihat mereka saja."
"Aku bahkan hampir menangis haru saat Naruto datang kemari dengan orang yang bisa melengkapinya sampai seperti itu." Ujar Ayame sambil menyeka sedikit air matanya.
"Kita doa kan saja semoga mereka akan selalu bersama hingga maut memisahkan."
Ayame pun mengangguk sebagai penutup perbincangan itu dengan Ayahnya sebelum kembali memasak ramen untuk para pelanggannya.
.
.
.
Setelah dari kedai ramen, Naruto dan Sasuke memutuskan untuk berkeliling sejenak. Melihat-lihat berbagai toko yang ada disana. Walau tak semegah mall yang biasa Sasuke datangi, tapi entah kenapa Sasuke merasa begitu tertarik untuk mengunjungi hampir setiap toko. Dan seperti biasa, apa yang menarik baginya, Sasuke langsung saja membelinya.
"Kau lelah?" Tanya Naruto dan Sasuke mengangguk.
"Kita bisa duduk disana."
Mereka berdua lalu berjalan ke sebuah bangku yang kebetulan sekali sedang kosong. Padahal sekitarnya ramai orang mengobrol sambil mengahangatkan diri di dekat api unggun.
.
.
.
"Bagaimana? Tidak terlalu buruk kan?"
"Lumayan. Setidaknya ada sedikit hiburan."
"Pasar ini hanya ramai saat malam hari. Rata-rata toko yang ada disini buka pada malam hari."
Seperti ingat akan sesuatu, Sasuke memeriksa sebuah kantung plastik kecil. Dia sedang mencari sesuatu.
.
.
.
"Naruto?" Panggil Sasuke.
Naruto pun menoleh, dan melihat Sasuke tengah mengeluarkan sebuah kalung bertali hitam dan berliontinkan sebuah batu berwarna hijau jernih.
"Kalung ini membuatku tertarik untuk membelinya tadi."
"Oh ya? Itu bagus juga, dattebayo." Puji Naruto yang juga antusias pada kalung itu.
"Untukmu."
"Eh?! Untukku?"
"Hn. Pedagang itu bilang, kalung ini sangat langka. Dan mungkin hanya ada satu di dunia. Siapapun yang memakainya akan di lindungi di setiap langkahnya." Kata Sasuke sambil memberikan kalung itu pada Naruto.
.
.
.
Naruto memperhatikan kilau dari liontin batu hijau tersebut. Sekilas ini hanya kalung biasa dengan liontin batu permata berwarna hijau. Bahkan bentuk liontinbya juga tak terlalu jelas membentuk segi apa. Hanya memanjang dengan ujung yang meruncing.
"Aku ingin kau memakainya." Pinta Sasuke.
"Bukankah lebih baik jika kau yang memakainya, Sasuke? Agar kau selalu dilindungi."
.
.
.
Sasuke menggeleng pelan, dia membeli itu untuk Naruto. Dengan maksud tersendiri.
"Aku ingin kau yang memakainya. Jika pedagang itu benar, maka aku ingin kau yang selalu dilindungi. Karena jika kau selalu dilindungi kau akan selalu ada. Bukankah kau ada hanya untukku, Naruto?"
"Tentu saja. Aku ada hanya untukmu."
"Pakailah."
.
.
.
Naruto menuruti kemauan Sasuke. Ia memakai kalung sederhana itu di lehernya. Membuat batu murni itu kini bertengger di lehernya. Cocok sekali!
"Kemari."
Naruto merentangkan kedua tangannya, mengisyaratkan agar Sasuke datang ke pelukannya.
Sasuke pun menghambur ke kepelukan Naruto. Entah apa yang mendorongnya melakukan ini. Yang jelas saat ini, Sasuke juga ingin memeluk dan di peluk suaminya.
"Terima kasih, Sasuke."
.
.
.
Lalu malam itu mereka habiskan untuk menghangatkan diri di dekat api unggun sembari bercerita akan banyak hal dan bersendau gurau bersama Naruto. Dengan Sasuke yang menyandarkan kepalanya di bahu Naruto, tangan putih Sasuke sesekali menunjuk langit malam dimana para bintang bersinar seperti hatinya malam ini.
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Maaf jika masih banyak typo. Saya akan berusaha lebih teliti lagi. Makasih!

STRAWBERRY UNDERAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang