STRAWBERRY UNDERAGE (Chapter 07)

7.3K 556 28
                                    

Deidara nampak menggaruk-garuk kepalanya sambil menuruni anak tangga. Tingkah Sasuke barusan benar-benar membuat otak polosnya bingung.
Setahunya, kamar Sasuke itu sangat bersih. Bebas debu dan tentu saja kinclong bin rapih. Setiap hari selalu dibersihkan oleh para maid yang ada. Jadi, tidak mungkin ada debu. Dengan kata lain, kamar Sasuke itu yang paling steril.
"Sasuke-kun tampaknya mencurigakan. Tapi ah sudahlah, un!"
Deidara berusaha mengacuhkan semuanya. Biarkan saja, daripada Dia yang pusing nanti.
Toh kata Itachi, hal buruk apapun yang disembunyikan suatu saat nanti pasti akan terkuak juga.
.
.
.
"Apa yang kau bawa Sasuke?"
"Sekarung semen."
Naruto sweatdrop seketika setelah mendengar jawaban Sasuke. Bercandanya keras juga.
Sasuke hanya melirik sekilas Naruto yang sedang duduk di atas kasur empuknya. Si Pirang itu hanya memakai celana hitam yang tadi dan kemeja putih yang tak dikancingkan. Sengaja, Naruto ingin sedikit pamer ABS-nya.
Sasuke acuh saja dan meletakkan nampan berisi makan malam itu di mejanya. Tidak tertarik.
.
.
.
Naruto mengendikkan bahunya, lalu segera melompat dari kasur milik Sasuke. Menyusul pria tempramen itu dan berdiri di sampingnya.
"Mau aku suapi?" Tawar Naruto.
Manis sekali, Naruto memang selalu bersikap perhatian dan selalu mengutarakan apa yang ada di hatinya tanpa basa-basi.
"Tidak."
"Kenapa?"
"Aku bisa makan sendiri nanti."
"Nanti? Kenapa tidak sekarang saja?"
Sasuke tidak menjawab, dan tetap melenggang pergi dari hadapan Naruto. Dengan cueknya Sasuke justru berjalan menuju ke kamar mandi. Naruto pun memutuskan untuk menunggu Sasuke dengan kembali duduk bersandar di kasur empuk itu.
.
.
.
Naruto hanya diam saja, kedua matanya hanya memperhatikan Sasuke yang sudah menghilang di balik pintu kamar mandi.
Lampu kamar ini sudah dinyalakan. Rasanya sudah tidak gelap lagi. Seluruh isi kamar ini bisa Naruto lihat dengan jelas sekarang. Dimana banyak barang mewah yang tertata rapi pada tempatnya.
"Kamar ini bahkan terlalu mewah untuk ukuran kamar tidur."
Tidak seperti kamarnya, ini bahkan berbanding 180°. Kamar luas dengan sentuhan elegan, memang sesuai dengan karakteristik Sasuke. Sepertinya memang Sasuke sangat menyukai hal-hal yang berbau kemewahan.
"Keh, Aku tidak yakin bisa membahagiakannya nanti, dattebayo."
Naruto menertawai dirinya sendiri. Merutuki tingkah pemberaninya yang menerima pernikahan dengan seorang anak konglomerat di Konoha. Rasanya pasti lucu sekali.
.
.
.
"Apa ada yang lucu?"
"Oh, tidak. Tidak ada yang lucu, Teme."
Sedikit terkejut, karena saat Naruto sedang berpikir terlalu jauh, Sasuke mendadak muncul di sampingnya.
"Kau habis mandi?" Tanya Naruto. Kedua matanya memperhatikan tubuh Sasuke yang sudah berganti pakaian yang lebih simpel dan rambut hitam yang sedikit basah di ujungnya.
"Ya. Mandilah jika kau mau. Aku punya banyak baju di lemari. Mungkin kau bisa memakainya."
.
.
.
Merasa diperintah, Naruto pun segera menjalankan saran Sasuke. Naruto segera memasuki kamar mandi setelah mengambil satu kaos dan celana dari dalam lemari besar milik Sasuke.
Sasuke membalikkan badannya setelah memastikan Naruto masuk ke kamar mandinya. Memperhatikan pantulan dirinya di cermin besar sepertinya lebih menarik.
"Apa Dia akan tidak apa-apa dengan semua ini?"
Sasuke seakan berbicara pada pantulan dirinya di cermin. Entah kenapa hatinya sedikit merasa bersalah atas semua keputusan keluarganya. Naruto jadi harus menjadi korban demi semua aset kesayangannya.
"Padahal, anak itu memiliki perasaan yang tulus padaku."
.
.
.
Sasuke menggeleng, kedua tangannya memeluk dirinya sendiri.
"Kau jahat, Sasuke." Maki Sasuke pada dirinya sendiri.
Egois juga jika dirasa. Tapi mau bagaimana lagi, Sasuke tu ga bisa kalau hidup tanpa foya-foya. Maka dari itu bimbang ini serasa begitu mencekik leher Sasuke. Harta atau cinta, keduanya pilihan yang sulit bagi Sasuke. Jika bisa sih, hartanya ada cintanya juga dapat. Kan biar sempurna.
.
.
.
"Dingin ya, Sasuke?"
Sasuke reflek menoleh ke sumber suara. Rupanya Naruto sudah memperhatikannya, sejak kapan Dia ada disana. Naruto sudah selesai mandinya.
"T-tidak."
"Kau yakin?"
"Hn."
"Baiklah dattebayo."
Naruto kembali nyengir kuda di depan Sasuke. Dan Sasuke hanya memamerkan ekspresi datarnya. Kedua tangannya sudah berhenti untuk memeluk dirinya sendiri.
.
.
.
Malam semakin larut, Sasuke dan Naruto berbincang singkat demi menghabiskan waktu. Itung-itung saling mengenal satu sama lain.
"Aku ingin tidur." Ucap Sasuke.
"Makanlah ini dulu sebelum kau tidur."
"Tidak. Aku sudah kenyang."
"Sasuke, Ibu mu membuatkan ini untukmu. Kau harus memakannya untuk menghargai usaha Ibumu dan Deidara-san yang sudah repot-repot mengantarkannya kesini, dattebayo."
.
.
.
Sasuke masih memandang Naruto datar. Sejak tadi mereka berbicara sambil duduk berhadapan. Naruto yang cerewet dan selalu bersemangat memang selalu nampak berbeda dengan Sasuke dalam hal apapun. Tapi itulah yang akan menyatukan mereka berdua nanti.
"Aku bisa menyuapimu jika kau terlalu malas untuk makan sendiri."
Sasuke menaikkan alisnya sebelah. Dilihatnya Naruto sedang mengambil sepotong roti sandwich itu dan mulai menyodorkannya.
.
.
.
"Buka mulutmu."
Sasuke sepertinya menolak. Terbukti dari dia yang sama sekali tidak menurut pada perkataan Naruto barusan.
"Ayoo." Bujuk Naruto lagi.
'Dasar Usuratonkachi.' Batin Sasuke.
Yang pada akhirnya Sasuke membuka mulutnya juga, lalu mulai menggigit roti isi itu dan mengunyahnya.
"Enakkan? Sudah ku bilang, buatan Ibu itu yang terbaik di dunia, dattebayo!"
Naruto berseru girang saat Sasuke mau memakan roti isi itu dari tangannya. Senang sekali rasanya bisa menyuapi Sasuke seperti ini, hati Naruto terasa dipenuhi oleh beribu bunga yang bermekaran.
"Kau juga makan."
"Hm? Tentu saja, dattebayo!"
.
.
.
Mereka berdua pun larut dalam suasana makan yang menyenangkan. Dimana Naruto masih setia manyuapi Sasuke sampai gigitan terakhir.
Naruto sendiri tak henti-hentinya memuji roti isi racikan Mikoto yang terasa begitu lezat di mulutnya. Maklum, ini pertama kalinya Naruto makan roti dengan isian semewah ini.
"Biar aku yang bereskan. Kau tidur saja, Teme."
Naruto menepis tangan Sasuke yang hendak ikut memunguti piring kotor dan gelas bekas susu. Naruto tidak ingin Sasuke kerepotan. Biarkan saja, Sasuke harus segera istirahat.
"Letakkan saja disana." Kata Sasuke sambil menunjuk meja tempat dimana dia meletakkan nampannya untuk pertama kali tadi.
"Baiklah, dattebayo."
.
.
.
Naruto kemudian memunguti gelas dan piring kotor itu untuk dijadikan dalam satu nampan. Agar tidak berantakan tentunya. Lalu setelah selesai, Naruto segera mengangkat nampan itu dan memindahkannya di meja yang dimaksud Sasuke tadi.
"Sudah tidur? Eh, cepat sekali tidurnya, dattebayo."
Saat Naruto menoleh ke arah tempat tidur, Sasuke sudah bergelung manja dengan selimut tebalnya. Hingga menampakkan kepalanya saja. Itupun hanya sedikit.
.
.
.
Naruto sedikit terkikik geli. Baru tahu bahwa orang sejudes Sasuke bisa tidur semudah itu. Bukankah itu hal yang lucu?
"Aku tidak ingin mengganggunya."
Naruto bergumam sangat pelan, dirinya sedang berdiri di samping kasur dan sedang berusaha mengambil sebuah bantal dengan sangat hati-hati. Jangan sampai membuat suara yang mengusik ketenangan tidur Sasuke.
"Berhasil."
Naruto memeluk bantal empuk itu sekilas. Lalu kedua matanya menelisik untuk mencsri tombol lampu. Akan lebih nyaman jika saat tidur lampunya dimatikan.
.
.
.
KLIK!
Lampu itu padam. Membuat kamar Sasuke yang tadi terang benderang menjadi gelap dan remang-remang.
Naruto kemudian melangkahkan kakinya untuk kembali mendekati kasur itu. Dimana ada sebuah karpet bulu yang halus dan mahal di samping bawahnya.
"Aku akan tidur disini."
Setelah sedikit membersihkan karpet itu dengan tangannya, Naruto kemudian menyamankan dirinya untuk berbaring searah dengan Sasuke dengan sebuah bantal empuk di kepalanya.
Jika dilihat, Sasuke tidur diatas, dan Naduto tidur di bawah. Persis seperti orang yang sedang marahan.
.
.
.
Beberapa jam berlalu, malam semakin larut dan udara semakin dingin. Sasuke mengeratkan selimut yang membungkus dirinya. Rasanya dingin sekali malam ini. Mau tak mau  Sasuke membuka sedikit matanya. Mengerjabkannya beberapa kali.
Sasuke kemudian bangun, mencari sumber dingin di kamarnya. Dan Sasuke menemukan sebuah jendelanya yang lupa dia kunci. Oh, pantaz saja. Itulah yang menyebabkan angin malam itu masuk ke kamar Sasuke dengan bebasnya.
.
.
.
"Pantas saja."
Sasuke bergumam sambil menutup jendela besar itu. Udara dingin pun mulai menghilang perlahan dari kamar Sasuke.
Sasuke kemudian berbalik, berjalan dengan malas ke tempat tidurnya. Lalu kembali menggulungkan selimut itu pada dirinya. Sasuke kembali menutup matanya.
.
.
.
Saat hampir terlelap, secara tak sengaja tangan Sasuke terulur ke sisi kosong tempat tidurnya. Entah kenapa Sasuke seperti mencari sesuatu.
"Dimana?"
Sasuke kembali bergumam dan terbangun. Disisinya benar-benar kosong. Padahal seharusnya ada sosok lain yang tidur disitu.
"Dobe?" Sasuke memanggil Naruto sembari menelisik ke setiap sudut kamarnya.
"Dobe?" Panggil Sasuke lagi.
.
.
.
Sasuke memutuskan untuk turun dari kasurnya. Kondisi kamarnya yang remang-remang sangat menyulitkannya untuk melihat dengan jelas.
"Apa itu?"
Sasuke sedikit menyipitkan matanya saat melihat sebuah gundukan diatas karpet bulunya.
Tanpa ragu, Sasuke pun segera memeriksa gundukan itu.
"Dia tidur dibawah sejak tadi? Astaga."
Sasuke menepuk dahinya. Tak menyangka menemukan Naruto yang bisa-bisanya tidur nyenyak di lantai seperti ini. Bahkan Naruto sampai mendengkur halus saking nyenyaknya.
.
.
.
Sasuke segera berjalan menuju kasurnya, menarik selimut tebalnya dan mengambil satu bantal. Lalu membawa dua benda itu ke tempat dimana Naruto tidur.
Sasuke kemudian menyibakkan selimutnya, hingga menutupi tubuhnya dan Naruto. Sasuke sudah menyamankan diri untuk berbaring di sisi Naruto. Mereka saling berhadapan, tapi Naruto tidak sadar bahwa Sasuke menyusulnya tidur dibawah. Karena selain Sasuke tidak akan mampu untuk menggendong Naruto agar pindah ke kasurnya, Sasuke juga gak tega untuk membangunkan Naruto yang sepertinya sudah nyenyak sekali tidur di lantai.
"Selamat tidur, Dobe."
Sasuke mengecup singkat bibir Naruto. Lalu Sasuke memejamkan matanya. Dan mereka berduapun terlelap bersama.
.
.
.
Ketika pagi hari mulai datang, membawa hari baru bagi setiap orang. Dengan harapan yang baru yang mungkin tak pernah datang, atau hanya membuat sebuah ilusi mimpi semata agar manusia menjadi lebih hidup di setiap harinya. Tidak ada yang pernah tahu, apa itu harapan. Karena semuanya hanya ada dalam angan yang tak jarang justru menyakiti diri sendiri. Maka dari itu, jangan terlalu berharap selain dari Tuhanmu.
.
.
.
Naruto terlihat masih dalam posisi tidurnya. Sama sekali belum berniat bangun. Sepertinya selimut lembut ini terlalu nyaman. Sayang sekali jika harus segera ditinggalkan.
"Nngg.."
Sasuke nampaknya mulai sedikit tersadar, suara erangan lembutnya pun mulai terdengar.
"Ada apa Sasuke?" Tanya Naruto yang masih dalam mode tidurnya tapi Di tahu bahwa yang sedang mengerang itu pasti Sasuke.
"Dingin." Gumam Sasuke seadanya. Tangan mulusnya mengeratkan drkapan selimutnya. Dan semakin menenggelamkan kepalanya di dada Naruto.
"Peluk sini."
"Hn."
Dan mereka pun kembali tidur setelah saling berbicara tanpa sadar dan dalam mode tidur masing-masing.
.
.
.
"Tunggu!"
Naruto mendadak membuka matanya paksa. Sepertinya si pirang ini tersadar akan sesuatu di dalam kepalanya.
"Apa maksudnya tadi dengan kata  Sasuke?"
Dengan segera Naruto mengecek siapa yanh sedang tidur di dalam dekapannya. Dan tara!! Sasukelah yang ada di dalam dekapannya itu.
.
.
.
Naruto ingin berteriak sekali lagi. Lagi-lagi Dia terkejut, tapi niat berteriaknya itu dia urungkan karena dirinya sudah ingat bahwa besok adalah hari pernikannya dengan pria ini. Kan tidak lucu jika saat terbangun, lalu syok sendiri karena melihat calon mempelai ada dalam pelukanmu sendiri.
"Sasuke?" Naruto membangunkan Sasuke dengan cara sehalus mungkin.
"Bangunlah, ini sudah pagi."
Naruto menepuk-nepuk pipi Sasuke. Susah juga ternyata bangunnya.
Naruto mulai memikirkan cara lain. Tentu saja agar si pantat ayam ini segera membuka matanya.
"Hihihi." Naruto terkikik usil dan jahil. Ide bagus sudah berhasil dia dapatkan sekarang, tinggal eksekusinya saja.
.
.
.
Naruto mendekatkan wajahnya ke wajah putih Sasuke. Dapat Naruto dengar deru napas iti samar-samar. Wajah Sasuke saat tidur lucu juga ya. Terlihat sangat damai dan mempesona. Tapi saat Sasuke sudah bangun, jangan harap kau menemukan kedamaian di wajah judes itu.
Dan cup! Sebuah ciuman Naruto berikan untuk Sasuke pagi ini.
.
.
.
Sasuke merasa ada yang aneh dibibirnya, dengan sedikit terpaksa harus membuka matanya. Penasaran dengan apa yang mengganggunya sepagi ini.
'Brengsek!' Batin Sasuke ganas.
Kedua mata onyx itu terbuka lebar saat melihat bibirnya sedang dicium Naruto seenak jidatnya. Cium sih boleh, tapi jangan pas tidur juga dong. Sasuke kan kaget. Emang dia cowok apaan. Maksudnya Sasuke sih, kalau mau nyium setidaknya pas dia sadar saja. Siapa tau Sasuke membalas ciuman itu, kan nanti bisa berlanjut ke tahap berikutnya.
.
.
.
Naruto merasa bahwa Sasuke sudah bangunpun perlahan membuka matanya. Sejak mencium Sasuke tadi, Naruto sudah menutup kedua matanya demi menikmati bibir lembut itu sepagi ini.
"Selamat pagi."
Sapa Naruto ceria setelah mencium Sasuke tanpa permisi. Mengabaikan tatapan horo Sasuke yang masih belum sirna.
"Hehehe, maaf ya Teme. Habisnya kau tidak bangun-bangun sih."
Naruto berucap sembari tersenyum polos, tak lupa ditambah dengan tangannya yang menggaruk-garuk kepala belakangnya. Menambah kesan penyesalan yang bahagia.
"Jadi ku cium saja."
.
.
.
Jika saat ini mendung dan hujan deras, sudah pasti akan ada satu petir yang menyambar tepar di belakang Sasuke yang semakin menatap horor wajah selengekan Naruto. Bisa-bisa tertawa seperti itu sedangkan Sasuke sendiri sudah menebar aura membunuhnya sampai ke kamar Deidara.
"Jangan marah dattebayo!"
"Itu tidak lucu."
"Aku kan sudah minta maaf."
"Aku masih keberatan."
"Kenapa?"
"Karena kita belum resmi menikah, Dobe!"
"Oh, jadi kalau sudah resmi kau sudah tidak keberatan, Teme?"
Sasuke down seketika saat mendengar kalimat terakhir Naruto barusan. Ada benarnya sih, tapi kok kedengaran mengganjal saja di telinga Sasuke.
'Astaga, sepolos apa otak anak ini?' Batin Sasuke pasrah karena ketidak pahaman dan ketidak pekaan Naruto.
.
.
.
TOK! TOK!
"Sasuke-kun!?"
Suara Deidara mendadak terdengar diiringi suara ketukan pintu kamar Sasuke.
"Sasuke-kun, ada yang ingin ku sampaikan padamu, un. Buka pintunya, un!"
Sasuke segera berdiri, tumben sekali pagi-pagi begini Pirang Panjang itu sudah menggedor-gedor pintu kamarnya.
.
.
.
CEKLEK!
"Apa?" Tanya Sasuke judes.
Bahkan Sasuke juga tak sepenuhnya membuka pintu kamarnya. Hingga membuat kepala ravennya saja yang terlihat.
"Ayah dan Ibu bilang kau harus ke tempat ini."
Deidara menyerahkan sebuah kartu nama dan langsung di terima oleh Sasuke.
"Fitting baju?" Tebak Sasuke sembari membaca tulisan yang ada di kartu nama itu.
"Yup! Benar sekali."
.
.
.
"Untuk apa fitting baju?"
Baik Deidara maupun Sasuke semua menengok ke sumber suara. Naruto ikut ninbrung ternyata.
"Oh, selamat pagi Naruto-kun." Sapa Deidara dengan sanģat manis.
"Pagi, Dei-nii." Balas Naruto semangat.
"Segeralah kesana Sasuke-kun."
Deidara kembali fokus pada Sasuke yang masih sibuk dengan kartu nama yang ada di tangannya.
"Baiklah."
"Um! Aku pergi dulu."
Deidara pun segera melenggang pergi dari hadapan Sasuke dan Naruto yang masih ada di depan pintu kamar.
.
.
.
"Memangnya kau mau buat gaun, Sasuke?"
"Jaga bicaramu, Dobe."
"Lalu kenapa harus fitting baju segala?"
"Entahlah. Turuti saja apa kata Ayah."
Sasuke kemudian kembali masuk ke kamarnya. Dan segera disusul oleh Naruto setelah doi menutup pintu kamar itu.
"Cepat mandi. Kita akan ke tempat Nona Haruno itu."
"Mandi berdua saja biar lebih cepat selesainya."
Sasuke kembali menghoror karena mendengar saran yang terdengar ngaco itu terlontar dari mulut Naruto. Enteng sekali dia bicara seperti itu.
"Kenapa?" Tanya Naruto.
"Aku sama sekali tidak berminat untuk mandi bersama."
.
.
.
Dengan sadisnya Sasuke meninggalkan Naruto yang hanya diam sambil mengendikkan bahunya. Sasuke kemudian menyambar handuk miliknya dan masuk ke kamar mandi. Lalu menutup pintu kamar mandinya dengan kasar. Hinggga menimbulkan bunyi yang cukup keras, sampai-sampai Naruto berjengit saat mendengarnya.
"Sasuke galak sekali, dattebayo."
.
.
.
Beberapa menit berlalu, Naruto dan Sasuke sudah selesai mandi. Setelah mandi, tentu saja berganti baju dong. Jangan harap akan melihat hal yang damai dan kompak saat melihat Naruto dan Sasuke ganti baju.
Kegiatan mengganti baju mereka, lebih tepatnya saat Naruto mengganti baju, terjadi begitu ricuh.
Pasalnya, Sasuke terlalu memaksakan kehendaknya pada Naruto. Selera fashion mereka jelas berbeda jauh.
"Ini terlalu gerah, Teme." Protes Naruto untuk kesekian kalinya pada Sasuke yang sedang memakaikan setelan pilihannya.
"Memangnya kau pikir kita akan kemana? Kita sedang tidak akan ke tempat sembarangan."
"Kita kan hanya akan memilih baju. Itupun hanya setelan jas. Kenapa aku harus serepot ini, dattebayo."
"Sudah diam. Memangnya kau mau pakai apa, hah?"
.
.
.
Naruto terlihat sangat tidak nyaman dengan baju pilihan Sasuke ini. Terlalu mewah baginya. Walau terlihat bagus di badannya, tapi tetap saja inu bukan gaya Naruto.
"Tolong beri aku kemeja, kaos dan celana jeans saja."
"Kau mau mengemis?" Ucap Sasuke dengan nada datar.
"Jaga bicaramu, Teme!!" Sengak Naruto tak terima.
.
.
.
Daripada ribut lagi, Sasuke memilih untuk segera menuruti permintaan Naruto. Mengambilkan pakaian yang dimaksud.
"Ini."
Sasuke melempar semua pakaian permintaan Naruto.
Naruto lantas menerimanya, dan segera mengganti bajunya itu. Tak apa sedikit telanjang di depan Sasuke. Toh, waktu itu mereka malah telanjang bersama.
"Nah, begini lebih nyaman." Ucap Naruto sambil menggulung lengan kemeja putih gadingnya yang dipadu padankan dengan kaos hitam dan celana jeans yang senada.
"Oke, sudah siap dattebayo."
.
.
.
Naruto nyengir kuda. Menampakkan deretan gigi terawatnya dan membuat mata bulenya menyipit. Naruto sudah siap.
"Kau kenapa, Teme? Apa ada yang salah denganku?"
Naruto bertanya demikian setelah melihat ekspresi Sasuke yang terkejut dengan pipi yang sedikit memerah. Ditambah dengan Sasuke yang hanya diam saja, bengong.
"Sasuke?"
"Iya, Tampan?"
"HAH!?"
"Berisik!!"
Naruto yakin tadi dia mendengar sesuatu yang tak sewajarnya terlontar dari bibir Sasuke. Terdengar seperti pujian yang terucap tanpa sadar. Dan biasanya, itu adalah hal yang jujur.
"Berangkat sekarang." Perintah Sasuke.
Sementara Naruto hanya mengerucutkan bibirnya karena kesal dengan sikap Sasuke yang sangat galak padanya.
.
.
.
Naruto kemudian berjalan mengekori Sasuke. Menuruni anak tangga, lalu keluar dari rumah besar itu. Dan berjalan menuju ke garasi dimana mobil Sasuke berada.
"Pakai sitbelt-mu."
"Iya-iya."
Setelah semuanya siap, Sasuke segera menyalakan mobilnya. Menginjak perlahan pedal gas, dan membuat mobilnya melaju meninggalkan kediamannya.
.
.
.
Sasuke dan Naruto terdiam beberapa saat setelah mereka berada di jalanan. Mungkin tidak ada bahan obrolan. Hingga membuat mereka harus diam dulu untuk beberapa saat. Sasuke fokus dengan stir dan jalannya, Naruto sibuk dengan pemandangan kota di luar jendela mobil Sasuke.
Tapi bukan Naruto namanya kalau tidak bisa mencairkan suasana. Naruto mana tahan jika harus saling diam begini.
"Sasuke, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Hn."
"Apa kau pernah jatuh cinta?"
"Tidak." Jawab Sasuke cepat, singkat dan jelas.
"Apa kau jatuh cinta padaku?"
.
.
.
Sasuke diam, hanya diam. Entah diam karena kaget atau bingung harus menjawab apa. Pertanyaan ini memang sepele, tapi yaa.. Cukup serius sih sebenarnya.
Naruto ikut terdiam, hanya melirik Sasuke dengan perasaan yang berdebar. Dirinya sudah mengatakan bahwa mencintai Sasuke sejak kemarin-kemarin, tapi Sasuke sama sekali tidak pernah menjawab pernyataan itu sekalipun.
"Sepertinya tidak ya."
"Jangan suuzon!"
"Kenapa kau semakin galak saja dattebayo!?"
Ingin rasanya Naruto melompat keluar saja dari mobil ini. Perasaan sejak tadi, Sasuke galak sekali. Itu mengerikan.
.
.
.
"Aku kan cuma ingin tahu saja, kau mencintaiku atau tidak."
Sasuke menghela napas panjang. Orang tsundere mana mau jujur.
"Kita sudah sampai." Kata Sasuke mengalihkan pembicaraan.
Naruto mengangguk, lalu melepas sabuk pengamannya setelah mobil Sasuke berhenti.
Mobil mewah itu berhenti di depan sebuah butik yang benar-benar terlihat elegan. Bahkan dari bangunan luarnya saja, sudah dapat dipastikan itu adalah butik kelas kakap yang pengunjungnya orang-orang macam Sasuke.
.
.
.
Naruto pun segera turun, begitu pula dengan Sasuke. Naruto bersandar di pintu mobil itu untuk menunggu Sasuke yang sedikit lama untuk turun. Mungkin karena Sasuke ingin membawa beberapa barang mahal seperti handphone, atau apalah.
"Sudah? Ayo, Teme."
"Tunggu. Tetap disana."
Naruto berhenti, padahal tadi dia hendak beralih dari pintu mobil itu. Tapi Sasuke malah menghentikannya. Jadi ya, Naruto kembali ke posisi nya semula.
.
.
.
"Ada apa, Sasuke?" Tanya Naruto sedikit cemas. Dan mulai berpikiran sedikit negatif, apa jangan-jangan Sasuke menyuruhnya untuk menunggu diluar. Atau, Sasuke malu dengan wajah Naruto yang ganteng. Ah, entahlah.
Sasuke nampak masih diam di tempat, hanya memandangi Nruto yang kini dia hadap. Ada sesuatu, yang harus Sasuke katakan pada Naruto saat ini juga.
.
.
.
"Aku juga mencintaimu."
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Mohon maaf apabila masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih!

STRAWBERRY UNDERAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang