Sasuke menatap horor ketiga orang anggota keluarganya itu. Sembari menelan paksa ludahnya, sedikit demi sedikit keringat mulai muncul di pelipis Sasuke. Khawatir!
'Gawat.' Gumamnya lagi.
.
.
.
"Bagaimana kalau kita bicara di dalam saja, Naruto?" Tawar Fugaku pada Naruto.
Ide itu muncul karena bagi Fugaku, sangat tidak elit jika bicara dalam keadaan seperti ini. Bukannya apa-apa, hanya saja Fugaku perlu jaga imej. Siapa tau, ada lawan bisnisnya yang lewat dan memergokinya bicara pada Naruto dengan suasana seperti ini.
Wah, bisa-bisa mantu kebanggaan keluarga Uchiha ini malah di kira tukang kebunnya.
.
.
.
"Baiklah. Saya juga akan ganti baju dulu."
Fugaku mengangguk, dan Naruto segera melesak pergi meninggalkan tempat itu.
"A-Ayah, aku akan bantu Naruto." Kata Sasuke dengan sedikit tergagap.
Dan tanpa menunggu konfirmasi dari Fugaku, Sasuke segera pergi begitu saja.
"Kenapa dia panik ya?" Tanya Mikoto.
"Entahlah."
.
.
.
TAP! TAP! TAP!
'Oh, shit! Aku harus segera menyusul si pirang itu.' Batin Sasuke yang sudah seperti merapal mantra saja.
Dia panik bukan main. Dia sudah tahu kemana arah pembicaraan Narutonya nanti.
'Tidak akan ku biarkan. Dia membuatku melepas hartaku begitu saja.'
.
.
.
BRAK!
"Naruto!"
"Ada apa, Teme?"
Sasuke terengah, entah kenapa rasanya jauh lebih lelah ketika menyusul laku seseorang disaat sedang panik begini. Dan syukurlah, Sasuke berhasil menyusul Naruto yang sudah ada di kamar mereka tepat pada waktunya.
.
.
.
"Kau, mau bicara apa pada Ayah dan Ibu?"
"Tentang rencanaku untuk membawamu pindah ke rumahku, dattebayo."
"Tolong katakan, kalau itu hanya gurauanmu saja."
"Tidak. Aku serius."
.
.
.
PLOK!
Sasuke menepuk jidatnya sendiri. Si rubah liar ini bisa serius juga ternyata. Bahkan apa yang terdengar lelucon bagi Sasuke, ternyata adalah hal yang serius untuk Naruto.
"Kenapa?" Tanya Naruto sambil mengancingkan kemejanya.
"Dobe, begini ya.." Sasuke menghela napas, dan ini membuat kalimatnya terhenti. Dia harus segera mencegahnya apapun yang terjadi.
.
.
.
"..aku tidak ingin tinggal di sana, di desa itu. Kita sudah hidup bahagia dan enak disini. Untuk apa kita bersusah payah tinggal dalam keadaan yang kekurangan?"
Mendengar pertanyaan Sasuke, Naruto tersenyum lembut. Salah satu tangannya terulur untuk menepuk-nepuk kepala Sasuke.
"Pertanyaanmu bagus, Teme. Jawabannya adalah, agar aku dan kau bisa hidup mandiri. Suatu saat kita pasti akan bangga dan bahagia saat melihat jerih payah kita berhasil karena keringat sendiri."
.
.
.
Bibir Sasuke manyun lucu. Persis seperti anak gadis yang ngambek pada pacarnya.
"Tapi, aku tidak pernah hidup susah. Aku sudah kaya sejak lahir." Ucap Sasuke resah dan sangat gelisah.
"Kau takut?" Tebak Naruto. Dan Sasuke mengangguk.
.
.
.
Naruto terkekeh, kedua lengan Sasuke di pegangnya. Dengan sedikit menundukkan kepalanya, Naruto kembali menarik napas untuk berbicara pada Sasuke.
"Apa yang kau takutkan?"
"Banyak. Aku hanya khawatir, aku akan menderita dengan kehidupan miskin disana."
Naruto tersenyum, dia mengangguk lalu membawa Sasuke ke pelukan hangatnya. Menenangkan jiwa gundah si bungsu Uchiha memanglah harus dengan cara yang sehalus mungkin.
.
.
.
"Kau tak perlu risau, kau tak akan menderita disana. Kau akan bahagia. Ingat, kau masih memiliki diriku, Sasuke."
.
.
.
BLUSH!
Sasuke merona dalam pelukan Naruto. Tapi sayang, Naruto tak melihatnya. Perkataan Naruto benar-benar menghangatkan hati Sasuke dan menenangkan badai di pikirannya. Sihir macam apa yang Naruto gunakan ini.
"Selama ada diriku, bahagia akan selalu ada padamu, dattebayo."
.
.
.
Setelah sedikit beradegan so sweet, Naruto kembali menemui mertuanya dengan ditemani Sasuke. Sebenarnya, Sasuke belum rela 100% untuk menuruti kemauan Naruto yang mengajaknya pindah itu. Dan sekarang, Sasuke sedang gundah.
.
.
.
Naruto, Sasuke, serta Fugaku dan Mikoto kini berada di tepi kolam renang pribadi mereka. Duduk santai berempat di bawah payung ala ala pantai. Fugaku memilih berbicara di tempat itu karena ia juga ingin mencari suasana rileks dan sejenak melepas penat yang selalu menjadi teman baiknya. Lelah tau kerja mulu.
.
.
.
"Jadi, apa yang mau kau bicarakan Naruto?" Tanya Fugaku to the point.
"Aku ingin mengajak Sasuke untuk pindah dan tinggal bersama ku di Kirigakure, Ayah."
.
.
.
Tegas, yakin dan jelas. Seperti itulah penilaian Fugaku atas kalimat Naruto barusan. Di wajah bule itu juga tak ada raut keraguan. Hanya ada sebuah keyakinan dan tekat yang kuat terpancar disana.
"Kau serius?"
"Aku sangat serius, dattebayo."
.
.
.
Fugaku diam sejenak. Kedua mata hitamnya beralih untuk melihat Sasuke yang nampak gelisah di samping Naruto. Seakan bicara lewat telepati, Sasuke menggelengkan kepalanya pelan pertanda dia menolak ajakan Naruto. Dan berharap bahwa Ayahnya akan menahan Naruto dan mengamankan dirinya bertahan di mansion mewah beserta isinya ini.
.
.
.
Mikoto sendiri tak banyak berkomentar, dia mempersilahkan suaminya untuk menimbang-nimbang dulu usulan Naruto sebelum nanti dia ikut berpendapat nanti.
"Ide bagus."
.
.
.
GLEK!!
Jus jeruk yang ada di mulut Sasuke tertelan seketika. Dua kata yang terucap dari mulut Ayahnya barusan benar-benar membuatnya tertohok.
'Ayah benar-benar ingin membuangku. Dia sangat ingin melihatku jatuh miskin.' Batin Sasuke miris. Dan menjadi semakin miria ketika dia mengingat Itachi dengan segala kemudahannya.
"Tapi, aku juga harus mendengar pendapat Sasuke dulu."
.
.
.
Merasa mendapat sebuah pencerahan langsung dari Tuhan, Sasuke merasa terselamatkan. Sepertinya dia menyesal karena telah berpikir yang tidak-tidak pada Ayahanda nya yabg kaya raya ini.
.
.
.
"Jadi, bagaimana Sasuke? Kau setuju dengan ide Naruto?"
Sasuke menarik napas sejenak, berusaha seelegan mungkin saat hendak berbicara dengan Ayahnya kali ini. Padahal biasanya dia acuh banget, tapi kali ini Sasuke harus bisa merebut hati Ayahnya agar tidak terpengaruh oleh bacot no jutsu nya Naruto.
.
.
.
"Begini Ayah, sejujurnya aku tidak setuju."
Naruto spontan menengok ke arah Sasuke dengan tatapan kagetnya.
"Kenapa?" Tanya Fugaku.
"Karena aku ingin disini tinggal bersama Keluarga Uchiha. Bukankah aku anak kesayangan Ayah?"
.
.
.
Fugaku mengedipkan kedua matanya dua kali. Tak menyangka Sasuke akan memberikam tatapan semanis itu padanya setelah 37 tahun menjadi anak bungsunya.
Bahkan sejak bayi, Sasuke sudah judes padanya. Sungguh anak kurang ajar. Cinta nya hanya pada harta dan Kakaknya saja.
"Yaa, itu memang benar. Kau memang anak Ayah."
'Bagus!' Batin Sasuke sambil tersenyum bak setan.
"Tapi, sekarang kan margamu Uzumaki. Bukan Uchiha lagi. Jadi Ayah pikir, apapun pilihan Naruto kau harus bersamanya."
.
.
.
JDER!
Sasuke yang sudah berwajah malaikat tadi seketika ber-henshin menjadi wajah horornya Mimi Peri. Kaget, bingung, dan merasa dunia seakan menghukumnya. Itulah yang Sasuke rasakan sekarang.
"Tunggu, maksud Ayah aku harus ikut dengannya ke desa primitif itu?"
"Desa itu bukan desa primitif, Sasuke-kun." Sela Mikoto.
.
.
.
Sasuke menghela napas berat, tak terima sekali rasanya. Ini sangat menohoknya. Ia tak habis pikir kenapa Ayahnya tega sekali membiarkannya hidup miskin di desa terpencil.
"Tapi Bu, bagaimana bisa aku hidup disana tanpa semua ini?" Tanya Sasuke yang kehabisan kata-kata. Berat sekali rasanya jika harus meninggalkan semua kemewahan ini.
"Naruto-kun memiliki sebuah rumah dan sepetak kebun stroberi disana. Hasil panen dari kebun itu akan bisa memenuhi kebutuhan hidupmu disana nanti, Sasuke-kun." Jelas Mikoto.
.
.
.
"Itu benar." Sahut Naruto sambil mengangguk yakin.
"Dengan hasil panen kebun ku, kita tetap bisa hidup Sasuke. Percayalah padaku, dattebayo."
.
.
.
Sasuke semakin menghororkan pandangannya. Kali ini di tujukan murni untuk Naruto. Tapi sayangnya, Naruto tidak mempan dengan deathglare Sasuke padanya.
"Aku menolak itu semua Ayah." Tandas Sasuke.
"Aku tidak mau hidup miskin!"
.
.
.
Kedua tangan Sasuke ia lipat didepan dada. Memasang pose angkuh andalannya. Tak lupa, dia juga memberi tatapan dingin pada Ayahnya.
"Baiklah kalau kau tak mau. Tak apa. Ayah juga tidak memaksa. Tapi jangan salahkan Ayah jika kau tidak akan mendapat warisan apa-apa dari Ayah nanti."
"APA!!?"
.
.
.
Sasuke reflek berdiri. Dengan wajah terkejutnya Sasuke kembali menatap Ayahnya dengan tatapan 'kenapa kau tega sekali padaku Ayah?'
Bahkan pekikannya tadi sampai membuat para maid yang ada di dalam rumah berjengit seluruhnya.
.
.
.
"Apa maksud Ayah?"
"Ya jika kau tak setuju dengan keputusan Naruto. Ayah terpaksa mencoretmu dari daftar penerima warisan. Karena kau sudah jadi suami yang pembangkang pada Naruto."
Sasuke menggelengkan kepalanya dramatis. Tak habis pikir, bagaimana bisa Ayahnya setenang itu menyeruput teh setelah berkata demikian pada anaknya sendiri.
"Ayah.." lirih Sasuke kehabisan kata-kata.
.
.
.
"Ayah permisi dulu."
Fugaku berdiri setelah kembali meletakkan gelas mahalnya. Bersama Mikoto, Fugaku enteng saja pergi meninggalkan Sasuke dan Naruto berdua disana. Padahal Sasuke tengah memelas untuknya tadi.
.
.
.
GREB!
"Tenanglah, aku berjanji akan membahagiakanmu, Sasuke."
Naruto reflek menarik Sasuke ke dalam pelukannya. Tak lupa Naruto juga mengelus lembut kepala Sasuke agar istri manjanya ini merasa lebih baik.
'Bagaimana aku bisa bahagia tanpa semua harta ini?' Batin Sasuke miris dan hampir menangis dalam pelukan Naruto. Sedih sekali jalan hidupnya. Mencintai remaja tampan dan seksi tapi kere ternyata membawa Sasuke ke jalur kere juga. Bersabarlah Sasuke, semua akan indah pada waktunya.
.
.
.
Hari dimana kepindahan Sasuke ke desa Kirigakure pun tiba. Setelah Naruto membuat sedikit perjanjian dengan Sasuke, akhirnya si bungsu Uchiha ini luluh juga dan akhirnya menurut pada Naruto. Mereka sudah sepakat untuk pindah dan hidup berdua.
.
.
.
"Biar saja bawakan, Tuan."
"Ah tidak usah. Ini tidak berat kok."
Seorang pelayan pria alias seorang butler itu lantas berjalan mengekori Naruto yang sedang menyerer sebuah koper besar. Mereka hendak menuju garasi dimana mobil Cadillac Naruto dan Sasuke berada.
.
.
.
BRUG!
"Yosh. Selesai."
Naruto menepukam kedua tangannya satu sama lain untuk menghilangkan debu yang menempel di tangannya. Sedikit menghela bapas karena seluruh isi koper ini tadi sebagian besar adalah barang-barang milik Sasuke.
.
.
.
"Awas. Hati-hati dengan yang itu. Yang itu juga. Hati-hati."
Naruto menoleh ke belakang saat mendengar suara Sasuke. Sepertinya tengah menginterupsi sesuatu.
.
.
.
DOENG!
"Hah!?"
Naruto sweatdrop seketika saat melihat dua orang butler sedang membawa sebuah lampu gantung mahal di tangan mereka. Tak lupa, Sasuke juga berpenampilan begitu mahal dengan memakai aksesori lengkap macam jam tangan, tas selempang, berbagai gadget di tangannya, serta kaca mata hitam mahal sudah bertengger di wajahnya.
.
.
.
"Demi Dewa Jashin, apa-apaan ini Teme?" Seru Naruto tak mengerti. Memangnya mereka mau kemana sampai membawa lampu sendiri?
"Kenapa? Kita kan mau pindah. Dan kau mengijinkanku untuk membawa beberapa barang yang penting untuk ku." Jawab Sasuke santai.
"Maksudku. Untuk apa lampu itu?" Seru Naruto mulai mumet.
"Kau tahu kan ini lampu tidur favoritku, semua orang di rumah ini tahu aku tidak akan bisa tidur tanpa cahaya mahal dari lampu unik dari Italia ini."
.
.
.
Kali ini Naruto yang kehabisan kata-kata. Memang sebelumnya Naruto memberikan satu kelonggaran bahwa Sasuke boleh membawa barang yang ia sukai asalkan tidak banyak. Karena jika terlalu banyak, Naruto cemas rumahnya tidak akan muat dan malah penuh akan barang mewah tak berguna.
.
.
.
"Letakkan itu kembali ke kamarmu. Aku punya banyak lampu tidur disana."
"Tidak." Tolak Sasuke.
"Letakkan."
"Tidak."
"Sasuke, letakkan itu kembali."
"Never."
"Letakkan atau kau tak akan pernah ku puaskan lagi."
"Ti-Apa?!"
.
.
.
Sasuke membuka kacamatanya. Menariknya hingga membuat kacamata itu nangkring diatas kepalanya.
"Lakukan."
"Ancaman macam apa itu?!"
"Ck! Lakukan."
"Argh! Oke-Oke. Kau menang, Brengsek."
Naruto menyeringai rubah saat Sasuke menurutinya. Akhirnya lampu itu di bawa kembali oleh dua butler yang sejak tadi membawa lampu itu dengan sangat hati-hati.
.
.
.
"Mari berangkat." Ajak Naruto sambil membuka kan pintu mobil untuk Sasuke. Sejujurnya Sasuke sedikit geram karena Naruto selalu saja mengancamnya dengan kenikmatan duniawi yang Sasuke puja setelah menikah ini. Menjadi binal ketika di ranjang bersama Naruto adalah hal yang baru bagi Sasuke. Dan itu sangat menyenangkan bagi si bungsu nan judes ini.
.
.
.
Sasuke duduk, di jok depan di samping Naruto. Sebenarnya, Naruto ingin mengajak Sasuke naik bus saja. Jadi biarlah si Cadillac mewah ini ngandang lagi di garasi. Tapi, Sasuke menolaknya mentah-mentah hingga melempari Naruto dengan sabun. Tentu saja Naruto tahu apa maksud pelemparan sabun ini.
"Baiklah, kita berangkat dattebayo!"
"Iya, Tuan."
.
.
.
WAIT...
Suara siapa barusan. Naruto menoleh ke belakang. Dan ia mendapati seorang maid dan butler tengah duduk mania di sana. Tak lupa, mereka tengah tersenyum tulus pada Naruto.
"Sasuke? Tolong.." Pinta Naruto melas pada Sasuke. Berharap istri nya ini segera menjelaskan kenapa ada maid dan butler yang ikut masuk ke mobil mereka sekarang.
"Aku membawa mereka. Untuk melayani ku disana."
"Astaghfirullahaladzim!" Gumam Naruto mulai lelah dan menahan emosi.
"Astaghfirullahaladzim. Kerja lembur bagai kuda. Sampai lupa--"
"KELUARRR!!!"
.
.
.
Maid dan butler itu secepat kilat keluar dari mobil Cadillac mewah itu. Pasalnya, Tuan Naruto mereka baru saja meraung ganas. Apa karena suara nyanyi mereka jelek? Atau memang soundtrack iklannya yang bikin emosi? Entahlah, jawabannya ada di ujung langit.
.
.
.
"Ggggrrrrr!"
Naruto menggeram ganas. Sebentar lagi paling dia berubah jadi kyuubi. Bahkan stir mobil itu ia cengkram sangat erat demi melampiaskan kesalnya pada keadaan saat ini. Ingin pulang kampung saja susah begini Ya Tuhan.
.
.
.
CHU~
Panas di kepala Naruto mendadak turun. Menjadi dingin semriwing dan asoy. Di tambah dengan sesuatu yang lembut nampak sedang berada di pipinya.
"Maaf ya, Dobe. Kau jadi marah gara-gara aku."
.
.
.
GLEK!
Naruto menelan ludahnya paksa. Sasuke mencium pipinya lalu meminta maaf? Ah benarkah ini? Di tambah dengan wajah Sasuke yang di imut-imutkan? Sungguh wajah yang rapeable sekali sodara-sodara! Ada yang mau coba?
.
.
.
"Yuk berangkat."
"I-iya."
Akhirnya Naruto mengangguk patah-patah sambil perlahan menginjak pedal gas dengan wajah linglung tersipunya. Hari ini, benar-benar membuatnya lelah hati. Harap bersabar ya, Naruto.
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Maaf jika masih banyak typo. Saya akan lebih teliti lagi. Makasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY UNDERAGE
RomanceNaruto harus bertanggung jawab atas seluruh hutang ke dua orang tua nya pada Keluarga Uchiha. Tapi sayang, Naruto yang masih sangat muda itu harus membayar hutang kedua orang tua nya melalui pernikahannya dengan Sasuke yang punya hobi berfoya-foya! ...