STRAWBERRY UNDERAGE (Chapter 09)

6.2K 518 41
                                    

'Aku akan mati.'
.
.
.
Oke, Sasuke mulai takut sekarang. Setetes keringat mulai muncul di pelipisnya. Beruntung pelipisnya selalu tertutup rambut hitamnya, jadi Naruto tidak akan mengetahui itu.
Bagaimanapun, Sasuke sudah salah bicara pada suaminya. Mereka baru saja menikah kemarin, masa sudah mau ribut. Itu kan tidak baik.
"Berpelukan semalaman?"
"I-iya begitulah. Tapi itu kan tidak sadar, orang mabuk kan tidak bisa mengontrol dirinya sendiri."
"Lalu?"
"Ya jadi meski kami melakukan itu kami sama sekali tidak menyadarinya! Sudahlah, jangan memojokkanku seperti ini, Dobe!"
"Aku tidak memojokkanmu, Sasuke. Memangnya kau yakin saat itu kalian berdua sedang tidak sadar?"
"Tentu saja aku yakin. Dia juga mabuk saat itu."
"Itu kan pemikiranmu, karena kau sendiri juga dalam keadaan mabuk. Bagaimana jika temanmu itu memang sedang mencari kesempatan, hm?"
.
.
.
Sasuke diam, kali ini alisnya saling bertaut. Pemikiran Naruto ekstrem sekali kali ini. Apa jangan-jangan Naruto itu diam-diam posesif, jadi dia punya pemikiran seperti ini.
"Apa? Kenapa kau berpikir begitu? Aku dan Neji sama sekali tidak ada ketertarikan. Titik!"
Mendengar Sasuke meninggikan nada bicaranya, Naruto hanya membalas Sasuke dengan tatapan datarnya. Sorot matanya juga berbeda, sedikit ada rasa kecewa dalam sorot matanya.
"Kau memang tidak tertarik. Tapi dia tertarik padamu." Ucap Naruto. Lalu setelahnya, Naruto memilih untuk diam.
.
.
.
Ketika melihat Naruto yang hanya diam, Sasuke merengut. Menghela napas sembari menyilangkan kedua tangannya. Sedikit ngambek sih, karena Naruto cukup membuat mood Sasuke jadi tidak baik.
"Kau tidak percaya? Kau tidak percaya pada istrimu sendiri, Naruto?" Tanya Sasuke penuh desakan.
Naruto menatap dalam kedua mata Sasuke. Terlihat ada sebuah keyakinan di dalam sana. Keyakinan bahwa Sasuke memang benar-benar tidak tertarik dengan Neji.
Sebagai kepala rumah tangga, tentu Naruto tidak ingin membuat masalah semakin panjang bukan? Dan memaafkan adalah pilihan jalan penyelesaian yang terbaik.
"Aku percaya padamu. Maafkan aku ya."
.
.
.
Naruto pun memeluk Sasuke, meraih tubuh pria itu agar berada dalam dekapannya yang hangat. Mereka sudah menikah, jadi harus bisa melawan ego masing-masing jika ingin pernikahan itu langgeng selamanya. Saling mengalah dan memaafkan adalah keputusam yang tepat dan mencerminkan sikap yang dewasa.
"Aku tidak berbohong padamu. Dia hanya teman minumku." Tambah Sasuke lagi.
"Iya-iya. Aku percaya padamu, Sasuke."
.
.
.
Naruto masih mengelus lembut kepala Sasuke, sesekali Naruto juga menciumi puncak kepala Sasuke. Yang dieluspun semakin menyamankan dirinya. Tsundere? Memang Sasuke itu tsundere. Gengsinya tinggi setengah mati. Harga dirinya selangit. Tapi jika sudah ada dalam pelukan Naruto, Sasuke hanyalah seekor anak kucing yang haus belaian.
"Aku mau mandi." Kata Sasuke.
"Okay."
"Lalu aku ingin belanja." Tambahnya.
"Huh!?"
"Kau ikut denganku nanti. Temani aku. Aku tidak menerima penolakkan." Satu perintah mutlak sudah Sasuke berikan untuk Narutonya.
.
.
.
Sasuke segera melompat dari atas kasurnya dan masuk ke kamar mandi. Meninggalkan Naruto sendirian yang masih duduk diatas kasurnya dengan wajah bingung.
"Belanja?" Gumam Naruto bingung.
Karena merasa belum bisa mengartikan maksud belanja yang diucapkan Sasuke, Naruto memutuskan untuk segera bangkit dan membereskan tempat tidur itu. Belanja memiliki arti yang luas di kepala Naruto.
.
.
.
Selama Sasuke mandi, Naruto berusaha menyibukkan diri. Sasuke mandinya lama sekali, bahkan ini sudah hampir setengah jam. Semuanya yang ada di kamar Sasuke sudah terlalu rapi. Jadi Naruto harus apa sekarang.
"Aku sampai mengantuk, dattebayo." Ucap Naruto di sela-sela acara menguapnya. Matanya berat sekali.
"Tidur sebentar saja lah."
Dengan ogah-ogahan, Naruto berjalan dan menempatkan diri di kasur yang tadi baru saja dia rapikan. Lalu tak butuh waktu lama, Naruto segera mendengkur halus dengan mulut menganga.
.
.
.
30 menit kemudian, Sasuke keluar dari kamar mandi. Totalnya satu jam sudah Sasuke mandi, entah apa yang membuatnya selama ini hanya untuk mandi.
Sasuke kemudian berjalan keluar kamar mandinya, hanya dengan mengenakan handuk putih yang melilit pinggangnya. Memamerkan hampir seluruh tubuh putihnya. Menebar napsu kepada siapa saja yang melihatnya seperti ini.
"Tidur lagi?" Gumam Sasuke.
.
.
.
Salah satu tangannya menepuk jidatnya karena melihat Naruto yang nampak begitu lelap dalam tidurnya. Sepertinya Naruto tipe orang yang sangat mudah sekali tertidur.
"Bangun, Dobe."
Sasuke berusaha membangunkan Naruto, menggoyang-goyangkan salah satu kaki pria itu agar Naruto segera bangun.
"Bangun, Dobe!"
Kali ini Sasuke menaikkan nada bicaranya karena Naruto sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda untuk bangun.
.
.
.
Sasuke merengut, mengerucutkan bibirnya sambil menyipitkan kedua matanya. Nampaknya Sasuke harus mencari cara lain untuk membangunkan suaminya itu.
"Aku tahu."
Sasuke tersenyum nakal. Lalu dengan yakin dan nakal, ia mulai menaiki tempat tidurnya dan menempatkan diri untuk menduduki perut Naruto.
"Dobe sayang~ bangun dong."
Sasuke berbisik kelewat menggoda di telinga Naruto. Tentu saja ini membuat Naruto mulai tidak nyaman karena telinganya terasa begitu geli.
"My Hero, it's time to wake up."
.
.
.
Naruto mengernyit dalam tidurnya, tangannya mengusap-usap telinganya yang terasa begitu aneh dan geli. Badannya juga terasa seperti tertindih sesuatu, lebih tepatnya di duduki sesuatu.
Sasuke jahil, ia meniup telinga Naruto rupanya. Sungguh aksi yang kelewat berani dari Sasuke Uchiha pemirsa.
"Kau mau apa Sasuke?"
Naruto berucap sambil berusaha membuka matanya. Dia belum sadar sepenuhnya jika Sasuke tengah berada diatas perutnya.
"Kenapa kau malah tidur?"
"Aku mengantuk menunggumu mandi, dattebayo. Hooaaamm--Ehh!!!?"
Naruto memekik shok, baru sadar kalau Sasuke sedang mendudukinya dengan pose seerotis ini. Dan juga, setengah telanjang.
.
.
.
"Apa?"
"Apa yang kau lakukan diatasku, Teme?"
"Membangunkanmu." Jawab Sasuke singkat.
"Ck! Kau membangunkan diriku yang lain."
Sasuke melongo, tidak paham dengan maksud Naruto. Sedetik, dua detik, dan beberapa detik Sasuke masih berpikir.
"Akan ku tunjukkan siapa yang sudah kau bangunkan, Teme."
"Tidak! Naruto!!"
.
.
.
Dengan sigap, Naruto segera membalik keadaan. Menindih Sasuke dan melenyapkan handuk yang melilit pinggang Sasuke itu. Satu gerakan dan Sasuke sudah telanjang di bawah kungkungan Naruto.
"Bermain sebentar sepertinya menyenangkan ya, Sasuke."
Nampak Sasuke menelan ludahnya saat tangan Naruto mulai bergerilya di tubuhnya. Jemari tan itu sudah menjelajah kesana kemari membuat Sasuke sedikit mendesah geli. Lain kali Sasuke harus mempertimbangkan juga resikonya jika hendak membangunkan Naruto dengan cara seperti ini.
"Ayo kita buat anak kita, Sasuke. Siapa tahu kita beruntung lalu kau jadi hamil dengan usaha kerasku, dattebayo."
Dari kalimat Naruto, sudah dapat dipastikan bahwa kejadian berikutnya adalah mereka membuat gaduh kamar mereka sendiri.
.
.
.
Jika diperhatikan. Konoha itu memang kota yang sangat maju. Tentunya sangat kontras dengan Kirigakure, desa asal Naruto. Setiap lingkungan tentu membawa pengaruh tersendiri untuk setiap orang. Termasuk gaya hidupnya.
Naruto dan Sasuke memiliki latar belakang kehidupan yang sangat kontras. Jadi tak heran jika mereka kadang terlibat beberapa pertengkaran kecil perihal kehidupan mereka yang baru.
.
.
.
Seperti kali ini, mereka berdua sudah ada di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Konoha. Dimana banyak para kaum elit dan konglomerat, serta anak-anak remaja hedon yang sedang entah cari apa disana.
"Sasuke, sebenarnya kita sedang cari apa disini?"
Sudah lebih dari dua jam Naruto mengekori Sasuke yang sibuk kesana-kemari melihat-lihat berbagai koleksi baju di berbagai store.
"Cari apa? Tentu saja cari pakaian untukmu."
"Aku kan bisa memakai kaos saja. Tidak perlu ke tempat seperti ini untuk membeli bajuku, dattebayo."
"Sudahlah, diam saja Dobe. Ikuti aku. Aku tidak suka dibantah."
"Haa~ah, baiklah Tuan Muda."
.
.
.
Lagi-lagi Naruto pasrah mengekori Sasuke. Kali ini mereka memasuki sebuah store dimana yang menurut Sasuke, baju yang ada di dalam sana semuanya adalah selera Naruto.
Kenapa demikian? Itu karena dari segi pandangan Sasuke, semua yang dijual disana terlihat simpel dan manly sekali. Sesuai dengan Naruto.
"Coba yang ini, Dobe." Sasuke melempar sebuah kaos pada Naruto.
"Ini juga." Tiga buah kaos kembali Sasuke berikan.
"Satu saja cukup, Teme. Tidak perlu sebanyak ini. Lagipula, semua harga disini bisa membuatku kena serangan jantung, dattebayo."
"Satu? Kau pikir kita sedang mencicipi makanan? Kita sedang berbelanja untukmu disini, Tuan Uzumaki."
.
.
.
Naruto menatap cengoh Sasuke yang mengomel padanya. Ditambah dengan gaya berkacak pinggangnya, Sasuke semakin terlihat seperti mama muda yang sedang memarahi suaminya.
"Tenang saja. Aku kan Uchiha. Aku yang bayar semuanya."
Dengan lagak sombongnya, Sasuke memainkan dompet hitam miliknya. Memamerkannya tepat di depan wajah Naruto. Dapat dipastikan bahwa isi dompet itu bisa untuk membeli satu store ini. Mungkin, Naruto harus mulai menjinakkan hobi Sasuke yang suka sekali belanja ini.
"Cepat coba itu, Dobe. Aku yakin pilihanku adalah yang terbaik."
"Iya-iya." Naruto kembali pasrah, lalu berbalik badan dan berjalan menuju ke ruang ganti. Lebih baik menuruti perkataan Sasuke daripada kena omel   kan?
"Oh ya, ngomong-ngomong. Sekarang kau kan milikku, jadi margamu sekarang kan Uzumaki. Bukan, Uchiha lagi. Hehehe."
.
.
.
Ketika Naruto berkata demikian, dia hanya menoleh ke belakang. Sembari tertawa geli, Naruto berbicara pada Sasuke yang ada di belakangnya.
Perkataannya ini tentu saja membuat Sasuke sedikit kaget sekaligus sadar akan satu hal. Benar juga ya. Nama Sasuke sekarang, bukan lagi Uchiha Sasuke. Melainkan Uzumaki Sasuke.
"Memang aku sudah ikut marga sejak kemarin, Dobe." Gumam Sasuke.
Sedikit senyum secara tak sengaja tercipta di wajah Sasuke. Naruto sudah masuk ke dalam ruang ganti. Jadi, Naruto tidak bisa melihat senyuman tipis Sasuke kali ini.
.
.
.
Sasuke kembali melanjutkan aksi memilih-milih baju. Semua pilihannya ini untuk Naruto.
"Ini bagus juga. Ini lumayan. Baiklah, yang satu ini juga pantas dicoba."
Sasuke bergumam tak jelas sendirian. Kedua tangannya berulang kali mengangkat beberapa baju untuk dilihatnya lebih detil.
Sesekali berbincang dengan penjaga toko yang mendampinginya, Sasuke sudah kembali memilih beberapa baju untuk Naruto coba.
.
.
.
Sementara itu, Naruto tengah memandangi dirinya sendiri di cermin besar yang ada di ruang ganti itu. Dimana bayangannya terpantul jelas didepannya. Jujur saja, Naruto tidak pernah yang namanya mencoba baju sebanyak ini sebelumnya. Paling mentok ya, tinggal beli di toko terdekat dan tentunya harganya harua semurah mungkin.
"Entah kenapa aku malah terlihat seperti om-om girang sekarang."
.
.
.
"Dobe? Sudah selesai?"
"Sudah, Teme."
Dengan sedikit susah payah karen kedua tangannya penuh dengan baju, Sasuke membuka pintu kayu itu. Menengok ke dalam seperti apa Naruto nya saat ini.
"Jadi, yang mana yang kau suka? Semuanya muat kan? Oke, beli semuanya."
Naruto menganga, dia sama sekali belum menjawab pertanyaan Sasuke. Tapi Sasuke sudah memberi jawaban sendiri.
"Ini, coba yang ini juga. Aku yakin yang ini jauh lebih bagus."
"Sebanyak ini?"
"Itu cuma 10."
"Cuma 10?!"
"Ada masalah?" Tanya Sasuke sadis. Kedua tangannya sudah ia lipat menyilang didepan dadanya. Pose angkuh, khas Uchiha.
.
.
.
Naruto geleng-gelang kepala. Jadi ini yang dimaksud foya-foya ya. Panyas saja jika Fugaku sampai lelah menegur Sasuke perihal hobi mahalnya itu.
"Sasuke, dengarkan aku ya. Baju yang tadi sudah terlalu banyak. Entah berapa aku sampai lupa jumlahnya, dattebayo. Untuk apa semua baju-baju ini?"
"Untukmu."
"Baiklah, terima kasih sudah membelikanku baju. Tapi, tidak perlu sebanyak ini, Sasuke. Kita sudah menikah, kebutuhan kita pasti tidak hanya berbelanja pakaian bukan? Kita butuh perencanaan, semacam tabungan mungkin."
"Aku kan kaya raya. Untuk apa menabung?"
.
.
.
Naruto tertohok. Jawaban Sasuke seakan-akan bisa membuatnya serangan jantung seketika. Ditambah dengan wajah datar Sasuke dengan satu alis terangkat, Naruto benar-benar tak habis pikir dengan istrinya ini.
"Begini ya, Sasuke.." Naruto menjeda sejenak kalimatnya. Kedua tangannya berada dibahu Sasuke. Tak lupa, Naruto juga menatap serius kedua bola mata Sasuke sekarang. Satu tarikan napas panjang, Naruto siap untuk berceramah pada Sasuke lagi.
"Aku tahu kau sangat kaya. Harta memang melimpah dalam kehidupanmu. Tapi, ada baiknya jika kita sama-sama belajar untuk berhemat. Menghamburkan uang itu tidak baik. Mungkin sesekali berbelanja, itu tidak masalah. Aku tahu itu hobimu. Aku tidak bisa melarangnya. Asal jangan berlebihan, aku tidak keberatan. Kita sudah menikah sekarang, kita harus punya perencanaan yang baik untuk hidup kita ke depannya. Oke, Uzumaki Sasuke?"
.
.
.
Jika bumi bisa berhenti, mungkin bumi akan berhenti sekarang. Membiarkan semua orang menatap wajah tampan Naruto dengan segala kharismanya saat ini.
Baik penjaga toko yang mengasisteni Sasuke, bahkan Sasuke sendiri, mereka semua terpaku pada sosok Naruto yang mendadak berubah jadi sebijak ini.
Kata-kata yang keluar dari mulutnya, seolah-olah seperti mantra sihir yang mampu membekukan dan menaklukkan siapa saja. Termasuk Sasuke.
"O-oke." Sasuke mengangguk patah-patah. Mengiyakan perkataan Naruto yang entah bagaimana seperti mensugestinya untuk menurut.
"Nah, aku senang kau mengerti. Ayo kita ambil beberapa, lalu pulang dattebayo."
Sasuke kembali mengangguk, Naruto membalasnya dengan mengacak sekilas rambut hitamnya sembari tersenyum lebar. Wajah kekanakannya kembali terlihat jika seperti ini.
.
.
.
Kemudian Naruto kembali masuk ke ruang ganti, tentu saja untuk memakai bajunya yang tadi. Dia kan baru mencoba, belum membeli. Bandrolnya juga masih ada disana.
Sementara itu, Sasuke masih terdiam di depan pintu ruang ganti itu. Posisinya masih sama. Berdiri tegak dengan beberapa baju di tangannya.
"Anda beruntung memiliki suami seperti dia, Tuan." Kata seorang penjaga toko yang sejak tadi mendampingi Sasuke.
"Dia memang luar biasa. Kau tak akan percaya jika dia sebenarnya adalah seorang petani di desa terpencil." Jawab Sasuke tanpa memandang si penjaga toko itu.
Dia masih hanyut dalam pikirannya sendiri beserta kalimat Naruto yang terngiang di telinganya. Yang membuatnya sadar akan satu hal, yaitu tentang marga nya yang berubah.
.
.
.
'Namaku sekarang, Uzumaki Sasuke.'
.
.
.
.
.
To Be Continued.
NB : Mohon maaf apabila masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha untuk lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih!

STRAWBERRY UNDERAGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang