Malam pertama Naruto dan Sasuke di desa Kirigakure mereka habiskan dengan sangat menyenangkan. Dimana mereka duduk berdua di tepi api unggun beratapkan langit malam dengan cahya bintang sebagai lampion cahayanya. Sederhana dan romantis, semiskin apapun asalkan bahagia dan selalu bersyukur, hidup akan terasa lebih baik.
.
.
.
Ketika sudah lewat tengah malam dan pasar malam itu juga semakin sepi, mereka memutuskan untuk pulang seperti yang lainnya. Tidur nyenyak malam ini demi mengistirahatkan badan mereka adalah pilihan bagus. Lalu bangun pagi dengan badan yang segar dan fit untuk memulai hari yang baru.
.
.
.
Pagi hari di Kirigakure di mulai dengan kabut tebal yang mulai turun. Itu hal biasa disana.
Kabut yang membuat udara pagi menjadi sejuk sekaligus dingin. Membawa titik-titik kecil air murni yang kemudian menyelimuti dedaunan disana.
.
.
.
Tapi meski begitu, walau matahari belum terbit sepenuhnya banyak warga di Kirigakure yang sudah pergi ke ladang mereka untuk mulai kembali mengurus tanaman stroberi mereka. Udara dingin pagi hari sudah seperti hal yang biasa bagi mereka.
.
.
.
"Sasuke? Sasuke bangun."
Suara rendah Naruto terdengar sedang membangunkan Sasuke yang nampak masih nyaman dengan gulungan selimutnya.
"Sasuke?"
"Apa, Dobe?" Sahut Sasuke ogah-ogahan tanpa mengubah posisinya.
"Aku mau ke ladang. Kau mau ikut?"
"Tidak."
.
.
.
Naruto menghela napasnya, jawaban Sasuke pastilah penolakan. Naruto tidak kesal, tapi dia memaklumi tingkah Sasuke yang seperti ini. Sasuke masih perlu adaptasi lebih disini. Karena kehidupan disini tidak semudah kehidupan di mansionnya.
"Yasudah. Nanti susul aku saja ya jika kau mau." Kata Naruto sembari mengelus lembut kepala Sasuke.
"Hn."
"Aku pergi dulu, dattebayo."
Naruto mengecup sekilas kening Sasuke. Dan membenahi posisi selimut istrinya sebelum akhirnya ia berangkat ke kebun stroberinya.
.
.
.
Narutopun berjalan santai seperti hari-hari sebelumnya. Sebelum ia di bawa ke kota oleh keluarga Uchiha untuk di nikahkan dengan putra bungsu mereka.
Naruto sendiri kdang masih tak menyangka, jika semua hutang kedua orang tuanya justru membawanya pada sebuah kebahagiaan abadi bersama Sasuke yang bernaung di bawah sebuah ikatan pernikahan. Tentu Naruto sangat bersyukur atas semua ini. Karena baginya, Sasuke adalah harta terbesar di dalam hidupnya.
.
.
.
TEP!
"Akhirnya aku kembali ke kebunku!"
Naruto berseru riang sekali saat ia bisa kembali melihat kebunnya. Kangen sekali dia dengan semua stroberinya. Walau kebunnya tidak besar, tapi setidaknya hasil panen kebun stroberi ini akan bisa terus menghidupinya.
.
.
.
Naruto pun segera bergegas terjun di sela-sela tanaman stroberi yang tertata rapi. Tanpa ada rumput liar yang banyak dan tanaman stroberi yang terlihat sangat terawat. Bahkan buah-buahnya juga sudah mulai terlihat hampir masak. Ini sedikit aneh.
.
.
.
"Tunggu dulu."
Naruto terkejut akan suatu hal. Yang membuatnya berhenti seketika saat tau bahwa ada yang ganjil di kebunnya.
"Kenapa kebunku bisa seterawat ini ya? Padahal aku pergi tidak sebentar."
Naruto berpikir, siapa yang merawat stroberinya selama ia pergi. Pasalnya, ia tidak menitipkan pada siapapun soal kebun kecilnya ini sebelum ia pergi. Dia tidak sempat.
.
.
.
"Tidak mungkin jika ini kerjaan Paman Iruka. Dia sendiri kewalahan mengurusi kebun-kebunnya."
Naruto menggeleng beberapa kali. Dia mendaftar satu persatu orang terdekatnya yang kemungkinan merawat kebun kecilnya ini. Tapi sepertinya, Naruto belum menemukan jawabannya.
"Lalu siapa, dattebayo?" Gumam Naruto.
.
.
.
TAP!
"Naruto?"
Mendengar suara lembut nan halus khas perempuan, Naruto segera membalikkan badannya. Demi melihat pemilik suara halus tersebut. Dan alangkah terkejutnya Naruto ketika ia melihat siapa sosok yang berdiri di belakangnya dengan membawa penyiram tanaman di tangan putihnya.
"Shion?"
.
.
.
Sementara itu, Sasuke masih terlelap anteng di kasur Naruto. Tapi sepertinya ia mulai terusik karena kicauan burung yang semakin keras membangunkannya.
Mau tak mau, Sasuke membuka matanya. Lalu duduk sambil mengusap wajah imutnya saat baru bangun tidur. Tolong jangan sagne ya. Jangan di bayangkan.
.
.
.
Sebelah alisnya terangkat, kedua matanya memandang gorden putih yang sedikit melambai tertiup angin pagi ini. Sejuk sekali. Sedikit bingung, Sasuke belum sadar ada dimana ia sekarang.
"Oh iya. Aku ada di rumah Naruto sekarang."
.
.
.
Perlahan Sasuke pun berdiri, membenahi kemeja putih kedodorannya sejenak, lalu membereskan tempat tidurnya. Setelahnya, Sasuke berjalan keluar kamar. Menuju ke kamar mandi dan membasuh wajahnya. Sedikit merinding, air disini rasanya dingin sekali.
.
.
.
"Dobe?" Gumamnya memanggil suaminya.
"Dia sudah di kebun ya?" Tanyanya pada diri sendiri. Padahal sendirinya tadi di pamiti oleh Naruto.
Sasuke melirik sebuah jam di dinding, baginya ini masih sangat pagi. Ini baru pukul tujuh, dan Naruto sudah bekerja di kebun. Meninggalkannya sendiri di rumah dan tak tahu harus berbuat apa.
.
.
.
Sasuke kembali berjalan, kali ini menuju dapur. Dan ia mendapati semangkuk bubur kacang hijau dan segelas teh panas yang sudah tersaji disana.
"Untukku?"
Sasuke kemudian duduk, melihat sekelilingnya. Semuanya sudah rapi dan bersih. Bahkan sudah ada jemuran di belakang rumahnya. Semua baju kotornya sudah ada di jemuran sepagi ini. Padahal disini tidak ada butler atau maid satu orang pun. Itu artinya, Naruto yang melakukan semua pekrjaan di rumah ini. Termasuk mencuci pakaian.
.
.
.
Sasuke menunduk, memandang semangkuk bubur kacang hijaunya. Bubur itu masih hangat, Sasuke yakin ini di buat mendadak agar saat dimakan masih hangat dan bisa mengurangi rasa dingin di badan.
"Ittadakimasu."
Sasuke mulai menyendok bubur itu, yang ia yakini buatan Naruto. Sesuap dua suap Sasuke mulai menghabiskan sarapannya. Buburnya enak.
.
.
.
Pagi ini, untuk pertama kalinya ia sarapan sendirian tanpa Naruto setelah mereka menikah. Rasanya sungguh berbeda, walau makanannya memang enak. Tapi tetap rasanya ada yang kurang. Biasanya ada Naruto yang berisik menemaninya sarapan, tapi kali ini hanya suasana tenang yang menemaninya.
'Aku akan menyusulnya.' Batin Sasuke setelah selesai dengan sarapannya, lalu bergegas dan bersiap-siap untuk segera menyusul Naruto ke kebunnya.
.
.
.
Naruto masih terkejut dengan kehadiran gadis pirang itu di depannya. Dia mengenal sosok ini.
"Kau sudah pulang?" Tanya Shion.
"I-iya, aku sudah pulang."
Mata ungu jernih gadis bernama Shion itu nampak berkaca-kaca saat melihat Naruto ada di depannya. Bahkan tanpa sadar, penyiram tanaman yang ia bawa sampai jatuh ke tanah.
Dia bahagia, bisa melihat Naruto lagi. Shion merindukan anak ini.
.
.
.
GREB!!
"Aku merindukanmu!"
"WAAA!!"
Shion menghambur memeluk Naruto erat. Menyembunyikan wajahnya di tengkuk Naruto sambil mengeratkan pelukannya.
"Aku sangat merindukanmu." Lirih gadis yang 3 tahun lebih tua dari Naruto itu. Shion berusia 20 tahun, dan ia adalah anak tunggal dari kepala desa Kirigakure. Anak orang kaya di temparnya. Dan Shion adalah gadis yang Naruto tolak cintanya.
.
.
.
"S-Shion, bisa tolong lepaskan aku?"
"Tidak. Aku merindukanmu." Tentang Shion tegas.
Shion memang gadis yang lembut pada Naruto dan juga semua orang. Dia ramah, cantik, dan seksi. Dan Shion selalu menyukai Naruto. Meski ia telah di tolak Naruto waktu itu. Shion tidak peduli, ia akan tetap berusaha.
"Tolong, ini bisa jadi salah paham dattebayo."
.
.
.
Naruto dengan paksa melepaskan pelukan Shion sehalus mungkin. Bagaimanapun, Naruto tidak akan bisa melukai seorang wanita. Meski ia gay, ia tidak sekasar itu pada perempuan. Mendiang Ibunya selalu mendidiknya menjadi lelaki yang penyayang dan tidak kasar pada perempuan.
"Kenapa?" Tanya Shion.
.
.
.
"Karena Naruto milikku!"
.
.
.
Tiga kata bernada datar namun tegas berhasil menginterupsi Naruto dan Shion. Mereka berdua sama-sama menoleh ke sumber suara.
Saat dua pasang itu menemukan siapa yang baru saja bicara, Sasuke pun segera berjalan mendekati Shion dan Naruto.
"Siapa kau?" Tanya Shion.
"Sejak kapan kau disana, Sasuke?"
.
.
.
Sasuke tidak menjawab dua pertanyaan itu. Dia berada di samping Naruto dan Shion yang saling berhadapan dan menatap mereka berdua dengan datar. Yang kini tengah memandangnya dengan tatapan yang berbeda.
Naruto dengan tatapan terkejut dan sedikit takut. Sementara Shion, memandangnya dengan tatapan penasaran.
.
.
.
"Sasuke. Uzumaki Sasuke."
"Uzumaki!?"
"Hn."
"Tidak mungkin."
Shion mulai berekspresi terkejut, tak percaya akan perkataan Sasuke yang memperkenalkan diri dengan marga yang sama dengan Naruto padanya.
.
.
.
"Naruto, siapa pria ini?" Tanya Shion pada Naruto.
Ia tidak percaya pada kata-kata pria yang terlihat elegan ini meski hanya mengenakan kaos v-neck navy polos lengan panjang dan celana hitam pendek. Tak lupa, Sasuke juga mengenakan ikat rambut hitam mahalnya di salah satu tangannya. Biar lebih trendy gitu.
.
.
.
"Dia Uzumaki Sasuke. Istriku." Jelas Naruto memperkuat argumen Sasuke.
"A-apa!?"
Kedua mata Shion terbelalak setelah mendengar jawaban Naruto. Ia tidak percaya, bahwa kepergian Naruto ke kota besar selama ini ternyata untuk menikah dengan pria ini.
"J-jadi, selama ini rumor pernikahanmu itu benar?! Kau ke kota hanya untuk menikahi pria ini?"
.
.
.
Alis Naruto bertaut, ia heran kenapa Shion bisa sekecewa ini padanya. Padahal, mereka tidak ada hubungan apa-apa dan Naruto juga sudah menolak cinta Shion kala itu.
"Aku tidak percaya. Kau bercanda kan?" Shion menggeleng pelan, tangan kanannya pun terulur untuk menyentuh pipi Naruto.
.
.
.
GREB!
"Tolong, jangan sentuh suami ku seenaknya, Nona."
Datar dan sadis, itulah ciri khas nada bicara Sasuke saat ia merasa tidak suka akan suatu hal. Sasuke sama sekali tidak menyukai orang lancang yang dengan seenaknya masuk ke batasannya dan menyentuh apapun miliknya dengan semaunya.
Sasuke benci itu.
"Lepaskan!"
"Lihat ke jariku, itu cincin pernikahan kami. Jadi, tolong menyingkirlah sebelum aku bertindak lebih dari ini."
.
.
.
Shion pun merengut dan mendelik tajam ke arah Sasuke, tangannya yang hendak memegang pipi Naruto kini malah berada di genggaman Sasuke. Percaya tidak percaya, Shion membenci semua ini. Terumata Sasuke.
"Kau merebut Naruto dariku! Kau keterlaluan!"
Shion menarik paksa tangannya hingga terlepas dari genggaman Sasuke. Kalimatnya barusan cukup menjelaskan bahwa ia benci, marah, dan tak terima di saat yang bersamaan. Yang kemudian, Shion memutuskan untuk pergi dari hadapan Naruto dan Sasuke.
.
.
.
Naruto melihat Shion berlari meninggalkan kebun miliknya. Naruto tahu, gadis itu pasti menangis. Sama seperti waktu itu. Tapi kali ini, Sasuke yang membuat Shion mengucurkan air mata kekecewaan.
"Hufh~" Naruto menghela napas. Tak menyangka ia akan bertemu Shion lagi secepat ini.
"Mantan pacarmu?"
"Apa!? Jangan sembarangan."
"Lalu?"
"Aku menolak cintanya dulu. Tapi dia tidak pernah berhenti mengejarku."
.
.
.
Sasuke mengendikkan bahunya. Ia lalu berjalan untuk memungut penyiram tanaman yang tergelak tak jauh di depannya.
"Sejak kapan kau menyusulku kemari, Sasuke?" Tanya Naruto penasaran. Dalam hati, ia cemas. Karena pasti Sasuke melihat dirinya di peluk Shion tadi.
"Sejak ia memelukmu tadi."
.
.
.
DEG!
Jantung Naruto berdenyut ngilu. Serasa kena serangan jantung dan hampir mati. Sasuke mengatakan itu padanya dengan wajah dan nada bicara datar begitu. Tidak ada unsur marah atau bahkan yang lainnya.
"Tolong jangan salah paham, Sasuke. Aku tidak memulai itu semua. Dia yang tiba-tiba memeluk ku." Terang Naruto. Salah satu tangannya menggaruk kepala bagian belakangnya pertanda ia merasa tidak enak akan kejadian barusan.
"Dan aku, sama sekali tidak membalas pelukannya dattebayo." Lanjutnya.
.
.
.
Sasuke berbalik badan setelah memungut penyiram itu. Kini ia berdiri tepat di depan Naruto. Tak lupa, ia juga memandang Naruto datar. Sangat datar sampai Naruto bingung harus bagaimana sekarang.
"Jadi, apa kau marah padaku?"
"Tidak."
"Sungguh!? Benarkah!?" Seru Naruto.
"Hn."
"Syukurlah!"
.
.
.
Sasuke mengendikkan bahunya. Ia memberikan penyiram itu pada Naruto. Setelahnya, Sasuke mengekori Naruto yang mulai berjalan menyusuri sela-sela tanaman stroberinya. Dimana si pirang itu mulai bekerja merawat stroberi-stroberi itu demi panen yang memuaskan nanti. Jika panennya memuaskan, maka uang yang ia dapat juga akan lebih banyak. Dan uang itu, bisa ia gunakan untuk menghidupi Sasuke dan dirinya.
.
.
.
"Sasuke?"
"Hn."
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Hn."
"Kenapa kau tidak marah padaku karena kejadian tadi?"
Mendengar pertanyaan Naruto itu, Sasuke menghentikan kegiatannya memegangi stroberi-stroberi yang hampir masak itu. Ia tidak banyak membantu Naruto, ia hanya melihat-lihat stroberi-stroberi itu sambil mengekori Naruto kesana kemari.
.
.
.
"Kenapa?" Ulang Sasuke. Dan Naruto mengangguk sebagai responnya, Naruto juga sejenak menghentikan kegiatannya menyiangi rumput liar yang ada di sela-sela tanaman stroberinya.
Sasuke terkekeh, itu adalah tawa khasnya saat meremehkan seseorang. Tapi ia bukan sedang meremehkan Naruto. Tidak, ia hanya sedang meremehkan gadis pirang itu dalam batinnya.
.
.
.
Sasuke pun menegakkan badannya. Menyisakan Naruto yang jongkok sendirian sambil mengamatinya.
"Aku tidak cemburu. Cemburu hanya untuk orang yang tidak percaya diri. Aku sempurna, untuk apa aku cemburu pada orang lain." Ujar Sasuke sambil mengikat rambutnya. Menyisakan poni panjangnya saja yang terurai menutupi sebelah matanya.
.
.
.
Naruto tertegun, ini pertama kalinya ia melihat Sasuke nampak begitu seksi selain di atas ranjang. Hanya dengan pose sederhana mengikat rambut hitamnya, benar-benar membuat Sasuke nampak seksi di mata Naruto.
"Aku benar kan, Dobe?"
"T-tentu saja, dattebayo! Kau sempurna. Dan kesempurnaan itu kini jadi milikku seutuhnya." Jawab Naruto sedikit gelagapan. Pasalnya ia tadi masih melayang-layang karena melihat Sasuke yang nampak begitu menarik.
.
.
.
Menit berikutnya, Naruto kembali mengurusi kebun stroberinya di temani Sasuke. Memang Sasuke tidak membantunya, tapi itu bukan masalah untuk Naruto. Sejak dini ia sudah biasa bekerja keras di kebun ini membantu kesua orang tuanya. Jadi tak perlu kaget jika ia harus bekerja di kebunnya sendirian.
.
.
.
"Apa masih lama?"
"Tidak. Sebentar lagi selesai. Hanya tinggal bagian ini sampai ujung sana saja."
Sasuke menghela napas berat. Ini sepertinya ini sudah masuk siang hari. Mataharinya terlihat sudah sangat tinggi bahkan seakan tepat di atas kepalanya.
'Panas.' Batin Sasuke sambil mengelap peluh di leher dan keningnya. Meski tidak sepanas Konoha, tapi bagi Sasuke ini juga termasuk dalam kategori panas untuk nya.
Ini membuat badannya sedikit tidak enak dan tidak nyaman.
.
.
.
Naruto menyadari bahwa Sasuke nampak lelah. Keringat membasahi tubuhnya dan berulang kali Sasuke mengusapnya. Naruto tahu, Sasuke hanya belum terbiasa. Tapi disisi lain, Naruto tidak tega juga melihat Sasuke seperti ini.
"Istirahatlah di bawah pohon itu, Teme."
"Aku tidak biasa istirahat di tempat seperti itu."
"Setidaknya disana jauh lebih teduh. Bukankah itu tempat kita bicara untuk pertama kalinya?" Tanya Naruto di sertai cengiran andalannya.
.
.
.
Berkat kalimat pengingat Naruto barusan, Sasuke jadi ingat kejadian dimana mereka berjumpa untuk pertama kalinya. Itu adalah saat dimana Sasuke berkenalan dengan Naruto tanpa menyebutkan marga mereka masing-masing. Berawal dari iseng, justru membawa mereka berkelana bersama dalam satu takdir.
"Baiklah."
Sasuke menyerah, dari pada terus berasa di tengah ladang dengan matahari terik. Memang lwbih baik jika berteduh, walau hanya di bawah pohon.
.
.
.
Sasuke melangkahkan kakinya menuju pohon itu. Dimana ada rumput hijau yang menyerupai karpet. Kemudian Sasuke mendudukkan dirinya disana. Menyandarkan punggungnya pada batang pohon dan melihat Naruto bekerja dari tempatnya berteduh.
.
.
.
Sasuke mendongakkan kepalanya. Dedaunan pohon ini cukup rindang memayunginya. Melindunginya dari terik matahari walau tak seluruhnya. Ketika angin sepoi-sepoi mulai datang membelai Sasuke, si raven ini memejamkan kedua matanya. Merasakan sentuhan lembut sang angin yang membawa hawa dingin pada tubuhnya.
"Ohook-ohook!!"
Sasuke mendadak terbatuk. Tubuhnya juga mendadak merasa tidak nyaman.
"Aku tidak enak badan." Lirihnya.
.
.
.
Sasuke sadar akan tubuhnya yang belum bisa beradaptasi. Tadi pagi sangat dingin, dan kini ia kena terik matahari lalu di hempas angin dingin yang sepoi-sepoi. Sasuke meriang.
'Dobe, ayo pulang.' Batinnya sebelum kembali terbatuk.
Ia ingin sekali menyeret Naruto pulang sekarang. Agar ia bisa istirahat. Tapi setelah melihat Naruto yang masih mengurusi kebun ini, Sasuke mengurungkan niatnya. Ia tak ingin mengganggu Naruto.
"Badanku panas." Keluh Sasuke.
.
.
.
Naruto masih sibuk menyiangi rumput liar yang tumbuh di sela-sela stroberinya. Rumput-rumput itu harus di bersihkan agar tidak mengganggu pertumbuhan stroberinya.
Dari kejauhan, sesekali ia menengok ke arah dimana Sasuke istirahat. Di bawah pohon rindang kenangan mereka berdua.
'Sepertinya dia memang lelah.' Batin Naruto. Ia melihat Sasuke nampak bersandar di pohon rindang itu.
.
.
.
Selesai selesai, Naruto kemudian berdiri. Menepuk-nepukkan kedua tangannya agar tanah yang menempel di tangannya rontok. Setelahnya, Naruto berjalan menghampiri Sasuke.
.
.
.
Sesampai nya di bawah pohon itu, Naruto duduk sambil mencuci tangannya. Mengelapnya lalu ia kembali memperhatikan Sasuke yang tengah memejamkan mata dengan kepala yang mendongak.
"Sasuke? Sasuke aku sudah selesai. Kita bisa pulang sekarang, dattebayo."
.
.
.
Melihat tak ada respon dari Sasuke, Naruto memutuskan untuk semakin mendekekati Sasuke. Menyentuh pipinya, menepuknya pelan agar Sasuke segera bangun.
"Sasuke?" Panggil Naruto.
'Perasaan ku saja atau memang pipinya sedikit panas?'
Naruto curiga akan suhu tubuh Sasuke. Tak biasanya suhu Sasuke sepanas ini. Naruto kemudian mengalihkan tangannya untuk menyentuh kening istrinya itu.
"Astaga, dia demam." Gumam Naruto.
"Aku harus segera membawanya pulang."
.
.
.
Naruto cukup panik. Pasalnya badan Sasuke bisa sepanas ini sekarang. Padahal tadi ia masih baik-baik saja. Mungkin memang tubuh Sasuke belum bisa beradaptasi dengan baik disini.
"Jangan pingsan, Teme." Gumam Naruto cemas. Ia sedang berusaha menggendong Sasuke di punggungnya. Naruto harus segera membawa Sasuke pulang.
.
.
.
Sasuke menggeleng pelan saat ia merasakan punggung Naruto menempel di pipinya. Mata hitamnya sedikit terbuka, tapi tidak sepenuhnya. Matanya terlalu berat untuk terbuka sepenuhnya.
"Dobe, pulang." Rengeknya manja. Badannya sudah lemas sekali.
"Iya, Teme. Kita pulang. Lihat, aku sedang menggendongmu pulang ke rumah."
"Hngg."
.
.
.
Sasuke kembali menutup matanya. Pasrah sajalah. Toh ia juga berada di tangan yang tepat. Ia bersama Naruto nya. Yang kini tengah berjuang jalan kaki sambil menggendongnya untuk pulang. Percayalah, Sasuke tidak seringan yang kalian bayangkan.
"Dobe, maaf." Racaunya tak jelas.
"Maaf?" Ulang Naruto tak paham.
"Hn. Aku selalu merepotkanmu."
"Sudahlah, jangan berpikir seperti itu, Sasuke. Kau sama sekali tidak merepotkan ku."
.
.
.
Sasuke menggeleng lagi. Kali ini ia juga menggesekkan pipinya di punggung Naruto. Mencari rasa nyaman di punggung kekar suaminya ini. Sasuke menghela napasnya dalam. Entah kenapa napasnya terasa panas. Dan itu membuat Sasuke tidak nyaman.
Sasuke sedikit menyamankan dirinya dalam gendongan Naruto. Membenahi posisinya lalu memberi aba-aba pada Naruto agar ia berjalan lagi.
"Sudah lebih nyaman?" Tanya Naruto. Dan Sasuke mengangguk.
.
.
.
Sasuke semakin memejamkan matanya. Kepalanya pusing, badannya panas juga dingin. Tidk karuan dan tidak enak. Lalu Sasuke meluruskan tangannya, yang kemudian ia gunakan untuk memeluk Naruto. Sasuke memeluk sekaligus berpegangan pada suaminya. Mungkin karena memang Sasuke demam, ia jadi meracau tak jelas. Bicara kesana kemari seperti orang tak sadar. Hingga pada akhirnya, racauan tak jelasnya ia akhiri dengan satu kalimat.
.
"Aku menyayangimu, Naruto."
.
.
.
.
.
To Be Continued.
Mohon maaf bila masih ada typo. Makasih!
KAMU SEDANG MEMBACA
STRAWBERRY UNDERAGE
RomanceNaruto harus bertanggung jawab atas seluruh hutang ke dua orang tua nya pada Keluarga Uchiha. Tapi sayang, Naruto yang masih sangat muda itu harus membayar hutang kedua orang tua nya melalui pernikahannya dengan Sasuke yang punya hobi berfoya-foya! ...