Deno 💚 Ulat

1.2K 88 60
                                    

Sebelumnya gue sudah memperkenalkan temen sekelas, sekarang gue akan memperkenalkan dua manusia gesrek yang dari dulu bareng dengan gue. Namanya Hanni, kelas XII IPS 5. Dia punya mata gede, segede semangka, dia lebih pendek satu cm di bawah gue. Walaupun cuma berbeda satu senti, tapi gue bangga banget, soalnya dia lebih tua dari gue. Hanni sama dengan Kay, pawangnya matematika, tapi dia tidak berbakat untuk menjadi guru, jadi jangan berguru matematika dengan dia, dengan gue saja hehe.

Satu lagi ada manusia bahenol menggoda iman paling tua di antara kami tapi paling paling pendek, namanya Sita kelas XII IPS 3. Dia kebalikan dari Hanni, mata dia sipit. Oh iya, pertama kali gue lihat Umma, dia mirip banget dengan Sita, sumpah! Tingginya, body-nya, terutama matanya.

Sita ini suka curhat kepada gue dan Hanni tentang kelakuan pacarnya—sekarang mantan—yang ngeselinnya minta ampun. Sampai gue bosen mendengar cerita dia. Padahal sudah gue bilang, gue nggak mau dengar, tapi dia tetap cerita. Rasanya pengin gue gundulin itu bibir. Tapi di sini gue jarang menceritakan mereka, karena ini kisah gue dan XII IPS 4.

Gue, Hanni, dan Sita lari ke kelas masing-masing dikarenakan ini adalah hari senin dan kami sedikit telat. Gue ke kelas, mencari teman sebangku gue, Kay. Tapi tidak ada.

Gue menoleh ke sekeliling ruangan lalu bertanya pada siapapun di sana. "Heh, si Kay mana? Belum dateng?"

"Lah Kay nggak sekolah," jawab L sambil merapikan dasinya.

"Bohong lo. Kay udah baris ya?"

"Dih, nggak percaya nih bocah. Dia kena longsor. Makannya cek group chat!"

Lah, Kok gitu? Kay kena longsor, nggak masuk, jangan-jangan Kay ... nggak! Nggak boleh, jangan! Soalnya gue nggak mau duduk sendirian sesemester ini. Kay, lo kudu masih hidup.

Gue menerobos kerumunan manusia berseragam sama dengan gue, mungkin mereka plagiatin gue, dasar nggak kreatif.

"Hey! Si Kay beneran kena longsor?" tanya gue pada Ayu, yang ada di depan gue.

"Bener. Dih temen sebangkunya malah nggak tau. Katanya sih nggak kena, cuma desa dia terisolisasi. Jalannya putus gitu."

"Gimana kalo kita panggil Komo sama Gigi aja? Siapa tau balikan."

"Bodo Warmed! Bodo! Yang ada tambah putus ntar."

Ayu kenapa tampak kesal ya sama gue? Salah gue apa coba?

Gue mikir kalau nanti Komo dan Gigi datang dengan kameramen, nanti nyambung lagi terus gue masuk tv. Kali aja Taehyung liat gue di tv, nanti jatuh cinta, nyari gue, jadian, dan  .. stop! This is not ftv yang biasa di s*tv.

"Ekhe ... ekhem!" sebuah deheman yang sangat gue kenal. Gue menoleh, dan benar apa dugaan gue, ada Aryo. Dia baris di sebelah gue, di tengah-tengah antara gue dengan Toyi. Kenapa harus dia? Pasti nggak akan beres.

Ayu yang ada di depan gue memberikan permen untuk anak-anak lain di belakang, termasuk gue, Aryo, dan Toyi. Sungguh ini tak patut dicontoh. Gue langsung aja makan tuh permen yang lima ratus dapat tiga padahal dulu dapat lima. Gue miss masa-masa old.

"Geseran dong Med! Jangan deket-deket gue!" kata Aryo sambil menyiku gue dengan sikunya, membuat gue agak tergeser ke barisan IPS 5.

Aryo merasa sempit bukan karena gue terlalu deket-deket dia, tapi karena tangan dia dilipat di depan dada, jadi dia membutuhkan ruangan yang lebih luas. Lagi pula ini upacara, harusnya dia bersikap tegas, sikap tegak, bukan malah melipat tangan dengan kaki ditekuk. Tapi gue juga menekuk kaki sih, hehe.

"Dih, lo kali yang deket-deket gue." Gue kembali ke posisi semula, nggak mau kalah. Pokoknya gue nggak mau kalah. Gue lihat Aryo seperti menahan ketawa, mungkin sesuatu sedang direncanakan.

My Class My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang