Di perjalanan ke sekolah, gue tak henti-hentinya mengingat kejadian Deno kemarin yang ketakutan sambil memeluk Rafij dengan mesra. Gue berpikir bagimana perasaan gebetan Deno kalau lihat gebetannya sinting tak tertolong seperti itu.
"Kemarin kenapa si Deno meluk Rafij, Sa?" tanya Sita ke gue, kebetulan mereka belum gue ceritakan. Biasanya kalau ada apa-apa di kelas masing-masing, kami langsung cerita. Sambil mendengarkan lagu Fire-BTS mengalun indah lewat earphone, gue menceritakan dengan detil tentang kejadian kemarin. Bahkan video kemarin masih gue putar sampai berkali-kali dan tidak bosan.
Gue, Hanni, dan Sita sedang berjalan dari halte ke sekolah. Gue dan Sita sibuk mainan HP, kalian tahu? Kita lagi main mobel lejen. Nggak ada salahnya kan ngikut yang lain? (Ikutan trand doang, aslinya nggak bisa main, mungkin saya jadi beban di team :')).
"Woy masuk woy!"
Kata salah seorang anak IPS 5 yang membuat gue kalang kabut. Gimana nggak? Guru sudah masuk dan ini game tidak ada tombol pause.
"Han, gimana ini?" tanya gue seraya keluar dari kelas Hanni.
"Ayo ah Sa, cepetan!" Sita membuat gue tambah kesal saja pagi ini.
"Udah main aja main," jawab Hanni yang dengan oonnya ngomong seperti itu.
Ternyata kelas gue juga sudah masuk, pelajaran PKN. Ya Tuhan! Wali kelas gue ini. Duh, bisa kena marah Bu Emil nih. Nggak kena marah juga sih, tapi pasti nanti ditanya 'kenapa telat?' Masa iya gue jawab 'abis main mobel lejen Bu' sumpah nggak lucu.
Dengan jiwa yang tegar dan semangat yang membara akhirnya gue berani masuk ke kelas, dengan pelan. Setelah gue membuka pintu, semua mata menoleh ke arah gue, tanpa sadar dengan percaya dirinya gue senyum-senyum seperti orang gila.
"Huu telat huuuu!!" teriak anak cowok kompak, termasuk L, Ahmed, dan Soyan ikut-ikutan.
Gue menyengir kuda ke arah Bu Emil. "Maaf Bu, saya telat."
"Hukum lah hukum!"
"Jangan beri maaf Bu!" teriak Aryo seakan ini di hutan. Gue yakin mereka bahagia karena gue telat.
"Hukum, hukum!" Tepon bersuara.
Lalu seisi kelas meng-iya-kan. Gila! Gue ngelawan dua puluh sembilan anak. Mesti gue kalah suara lah. Mana Oppa-Oppa gue lagi sibuk konser, kan nggak bisa membantu. Yah, kalau nggak sibuk pun mereka tidak bisa dan tidak mungkin bantu juga, lupakan.
"Sudah, sudah! Mikasa, kamu duduk."
Yuhu gue menang. Memang guru idaman. Wali kelas tercinta deh pokoknya. Coba kali ini pelajaran Pak Triso, pasti sudah dihukum baca surat Al-Baqoroh nih. Eh, tapi pelajaran Pak Triso kalau telat nggak boleh masuk.
Gue melangkah ke tempat duduk, kebetulan tempat duduk gue ada di depan, sampingnya Aryo dan Bagasa. Lebih tepatnya di samping Aryo karena dia bukan di sebelah tembok. Gue terus melangkah dengan percaya diri yang luarbiasa. Sedangkan Aryo dengan tatapan ingin menerkam seperti biasa. Tatapan itu bukan buat gue aja, tapi buat semua anak cewek, karena memang sifat dia seperti itu. Jauh-jauh deh dari dia.
"Nah, OSIS mengadakan acara untuk memperingati Bulan Bahasa, lomba-lombanya ada banyak. Jadi nanti saya minta Pawina atau yang lainnya untuk menentukan siapa yang akan menjadi wakil kelas kita."
"Lombanya apa aja Bu?"
Kepo. Dia kepo. Siapa lagi kalau bukan pawang ekonomi si manusia rajin, si peraih paralel satu, Simi.
"Nanti bisa dibaca sendiri ya Mbak, anu Ibu harus rapat sembilan ini. Nanti dibahas ya, Ibu pergi dulu. Wassalamu'alaikum wr.wb."
"Wa'alaikumsalam wr.wb."
Acara sekolah. Betapa bencinya gue sama acara-acara seperti ini. Satu hal yang pasti, akan ada perdebatan yang sangat menguras tenaga kerja Indonesia. Bagaimana tidak, pasti nanti salah satu akan menunjuk, yang ditunjuk tidak mau. Salah dua menunjuk, yang ditunjuk tidak mau. Salah tiga menunjuk, akhirnya salah semua dan teriak-teriak mempertahankan pendapat mereka. Sedangkan Aryo dan kawan-kawan akan menjadi kompor.
"Pawina, cepet sana tunjuk, nanti gue tulis," ucap Simi.
"Nggak ah, males," dengan santainya Pawina menjawab.
"Lah kan lo ketuanya. Lo yang bertanggung jawab!"
Waduh kompor sudah menyala nih, sumbunya pendek kayaknya.
"Lah gue nggak pernah mau jadi ketua, salah sendiri milih gue. Lagian gue ketua kelas, jadi gue nunjuk lo sebagai bawahan gue."
Entahlah perkataan Pawina ini benar atau tidak, yang jelas Simi mulai maju ke depan, lagaknya seperti Cikgu besar di serial Upin dan Ipin, sedangkan gue Apinnya.
Percayalah, gue lihat Simi maju ke depan kelas menggantikan Pawina, sebentar lagi the real war akan terjadi.
"Gua akan membaca lomba-lomba yang akan diselenggarakan—"
"Hoaahh ... ngantuk!"
Semua menoleh ke sumber suara, ternyata Aryo. Santai, kalau Simi marah kepada Aryo, nggak bakal sampai satu hari. Soalnya mereka sudah lama kenal dan dekat banget satu sama lain. Sampai sekarang gue penasaran, salah satu dari mereka ada yang baper nggak ya?
"Mikasa."
"Ya, bener, Mikasa aja!"
Lah! Kok gue? Apanya? Dih gara-gara mikirin Simi sama Aryo jadi gini, nyesel gue.
"Apanya yang gue woy!"
Simi menatap gue dengan tatapan marah, kesal, capek, campur jadi satu. Sebenarnya gue nggak akan bertanya, tapi berhubung ini lomba, dan nama gue tadi disebut, gue nggak bisa diam.
"Lo ikut lomba pidato Bahasa Inggris," Kay memberi penjelasan kepada gue.
"Hah? Ogah! ogah! Masa gue sih? Kok gue?! Dih nggak bisa!" Gue menolak mentah-mentah kalau gue yang ikut lomba pidato bahasa Inggris. Walaupun gue suka bahasa inggris, tapi bukan berarti harus gue yang ikut lombanya.
"Nggak! Lo! Lo yang ikut lomba pidato!"
Suara Simi terdengar dingin-dingin menyeramkan gimana gitu. Tapi tetap saja gue nggak mau.
"Kenapa nggak lo aja? Kan lo juga bisa!"
"Nggak! Karena lo yang lebih bagus!"
Sebelumnya terima kasih sudah memuji gue walaupun dalam keadaan seperti ini—pujian hoax, Simi. Tapi gue nggak mau.
"Nggak bisa lah! Ogah gue!"
"Udah lah Mikasa, lo aja!" Ayu membela Simi.
"Iya udah lo aja ah Sa!"
Ini kenapa Kay ikutan bela mereka???
Kalau sudah seperti ini gue nggak bisa apa-apa.
🍚🍚🍚
Chapter 3 yaa ... wkwkwk sumpah kalo ada yang baca ini cerita alhamdulilah deh. Ini cerita campuran ya, kejadiannya asli, cuma ada yang gue perbesar ada yang gue perkecil (?).
Salam,xanderstern💚
KAMU SEDANG MEMBACA
My Class My Life
HumorXII IPS 4 diketuai oleh si Tomboy Pawina, berpenghuni makhluk absurd seperti Mikasa yang bermimpi menjadi istri bias, Aryo yang paling nyebelin di antara yang paling nyebelin, Bagasa manusia benci mandi, Simi yang bercita-cita menjadi istri dari gu...