Setiap sore di masa skorsing gua banyak menghabiskan waktu di halte cipedak, tanpa melakukan apa-apa, hanya menyulutkan rokok lalu menaruhnya di bangku halte, berharap Erik akan menikmati itu.
Gua selalu menatap coretan dinding karya Erik yang belum selesai. Sambil mencoba memutar semua peristiwa demi peristiwa yang telah berlalu di dalam ingatan ini.
"Tunggu bulan depan deh, pas duit udah pada kumpul kita bisa beli pilox lagi, baru gue lanjutin, Rom,"
Suara Erik kembali di putar ulang di kepala ini.
Ketika membahas graffity nya yang belum selesai.
"Pokoknye lu semua tenang aja...grafitty basis kita pasti lebih cantik di banding basis-basis lainnya!"
Perasaan baru kemarin kita tertawa bersama di Halte ini, Rik. Sekarang elu telah melangkah lebih cepat mendahului kami semua.
Tiba-tiba mata gua memandang bayangan sekumpulan anak pemuda yang wajahnya masih terlihat baru di halte itu. Mereka anak kelas satu yang duduk membentuk lingkaran. Salah satunya ada gua dan Erik yang sedang menjalani penataran sambil menghisap permen dari senior.
"Sorry Rom, kita pan sehidup-semati, satu rasa satu hati. Nih, cicipin dah permen cap jigong dari gua.."
Bahkan kata-kata Erik sewaktu penataran masih terngiang jelas di telinga.
Dada gua langsung sesak.
Gua berusaha sekuat mungkin agar air mata ini tidak tumpah membasahi pipi.
Kami semua yang ikut dalam tawuran itu kena skorsing selama satu minggu penuh. Beberapa anak juga sempat mondok di kantor polisi, untuk di mintai keterangan, sebelum akhirnya di jemput pulang oleh pihak keluarga dan sekolah.
Selama jeda skorsing kami semua sengaja untuk tidak bertemu satu sama lain. Kami membutuhkan waktu merenung untuk diri sendiri.
Sore itu hati gua kosong, kecewa, marah, sedih, semua bercampur aduk menjadi satu. Kepergian Erik membuat hari-hari gua semakin tidak jelas dan tak terarah, semuanya hanya di isi dengan dendam, kemarahan dan kekecewaan.
Di seberang halte ada toko sembako milik orang batak, di depan toko itu gua masih duduk sendirian sambil menatap coretan-coretan di halte.
Gua mencoba mengalihkan pikiran ke Ika.
Kekasih gua yang sekarang entah di mana keberadaannya?
Yeah, sejak hari sepeninggalan Erik, Ika tidak pernah berhubungan lagi dengan gua. Telefon gua tidak pernah di jawab dan setiap gua berkunjung ke rumahnya dia selalu tidak ada di rumah.
Gua tahu dia pasti marah. Sekarang gua hanya bisa pasrah menerima keadaan dari setiap perbuatan yang gua lakukan. Perbuatan gua sudah terlalu buruk. Sudah banyak kesempatan yang di berikan Ika kepada gua untuk memperbaiki diri, tapi semuanya selalu gua sia-siakan begitu saja.
Gua menyulutkan rokok dan menghisapnya dalam-dalam.
Mencoba menghilangkan rasa perih di hati dan pikiran melalui setiap tarikan asap nikotin ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
BADJINGAN
Non-FictionSebuah cerita pelajar STM yang tidak sengaja masuk ke dalam Tradisi Basis (Barisan Siswa) di pinggiran Ibu kota. Hingga akhirnya terjebak dalam lingkaran "musuh warisan" yang di tinggalkan oleh senior-seniornya. Dalam perjalanan menjadi anak Basis...