1

1.9K 15 2
                                    

Waktu terus bergulir. Satu tahun berlalu. Telah hadir seorang malaikat mungil diantara Deva dan Nindy. Selama hamil, Deva mengizinkan Nindy melanjutkan kuliahnya. Dengan pengawasan penuh tentunya. Hasilnya, ia bisa lulus lebih cepat sebelum kelahiran putranya yang mereka beri nama Imtiyaz Valdis Hastungkara. Kehadirannya disambut antusias oleh seluruh anggota keluarga mereka. Bahkan mereka sampai disuruh boyongan ke Jakarta lagi. Tapi mereka menolak karena sudah sreg tinggal di daerah istimewa. Untuk itu, Deva mengizinkan Nindy tinggal beberapa bulan di Jakarta. Di samping Nindy butuh bantuan para wanita sesepuh merawat bayinya, Nindy juga sedang merintis café miliknya bersama Nara.

"Aira, kita mampir dulu ke rumah sepupu gue, ya? Kotak makan Iyaz ketinggalan semalam."ujar Nindy siang itu saat ia dan sahabatnya baru pulang dari grand opening café barunya. Aira hanya mengangguk. Moodnya jadi buruk setelah ia pulang dari café. Ini sudah empat tahun. Mereka semua sudah mau lulus kuliah. Tapi Nara masih menghindarinya.

Aira membelokkan mobil Nindy ke pekarangan sebuah rumah gedong bercat putih. Selama di Jakarta, Nindy selalu meminta Aira mengantarnya kemana-mana. Pasalnya ia tidak bisa mengemudikan mobil sambil membawa bayi sekaligus. Sementara Aira jam terbangnya lebih santai karena ia tinggal menunggu sidang skripsi dan diwisuda.

"Sini biar Tival sama gue."ujar Aira seraya mengambil bayi Nindy dari gendongan ibunya.

"Kok masih manggil Tival, sih? Ntar nakal kaya anak yang di sitcom itu."protes Nindy sambil menahan putranya.

"Tival lucu, kok. Nggak nakal. Tuh, anak lo ketawa-ketawa aja. Tante benar kan Tival?"Aira segera merebut keponakan kesayangannya dari gendongan Nindy ketika dekapan wanita itu merenggang dan menciumi pipi gembilnya. "Udah, masuk duluan sana. Cari kotaknya Tival. Gue nyusul." Nindy pun keluar dari mobil dan tergopoh masuk. Sementara Aira mengikutinya dari belakang.

'Grep, bug!'tiba-tiba tubuh Aira ditarik dan dirangkul seseorang begitu ia memasuki rumah sepupu Nindy. "Ini calon istri Ivan, Pa!"seru sang tersangka. Aira hanya bisa melongo. Apa-apaan cowok ini? Sementara Nindy kembali dari dapur dengan kotak makan anaknya dan seorang pria lanjut usia tengah menatap Aira penuh binar kebahagiaan.

"Om!"pekik Tival sambil memainkan mulutnya yang penuh liur. Ooo, jadi pria kurang ajar ini omnya Tival?

"Akhirnya kamu menampakkan diri, nak. Dari dulu Ivan susah banget ngajak kamu kesini. Siapa nama kamu?"sapa pria lansia itu yang ternyata adalah paman Nindy, Waluyo. Aira masih terkejut dan bingung harus apa. Ia hanya bisa ternganga.

"Siapa nama kamu?"bisik Ivan di telinga Aira sambil mencengkeram erat bahunya. Nafas citrusnya menerpa pipi Aira sehingga menimbulkan rasa sejuk dan membuat sekujur tubuhnya meremang.

"A... Aira, Om."ucap Aira reflex. Nindy buru-buru mengambil Tival dari gendongan Aira karena keadaan wanita itu sedang limbung. "Tival!"pekik Aira. Nindy hanya mengangguk dan tersenyum. Lalu Waluyo membelai pipi kanan Aira dan menatapnya lekat, "Kamu akan menjadi menantu kebanggaan saya. Sebentar, saya punya sesuatu untukmu." Waluyo pun pergi ke belakang.

"Tunggu, Om! Saya bisa jelasin!"teriak Aira. Tapi Ivan segera mencekal tangannya sebelum ia sempat menyusul Waluyo yang jalannya cepat.

"Apaan, sih?! Lepasin!" Aira meronta. Tapi cengkraman Ivan semakin kuat. "Jangan coba-coba bergerak sejengkal pun sebelum saya suruh."ujar Ivan datar tapi penuh penekanan pada setiap kalimatnya. Ia menatap Aira tajam. Tatapan itu bisa membuat siapa saja mematung. Jangan-jangan dia ini anak Medusa.

"Kakak tolong jangan kasar sama teman Nindy..."pinta Nindy lirih seraya menyentuh lengan Ivan. Pria itu menoleh dan menatap Nindy sama tajamnya. Hingga Nindy pun memilih untuk mengalah. Mengapa malah begini jadinya? Nindy jadi merasa bersalah pada Aira. Seharusnya Nindy senang jika Aira menjadi kakak iparnya. Tapi ia tahu betul bahwa mereka berdua tidak saling kenal. Nindy sendiri juga tak pernah akrab dengan Ivan, kakak dari Delon. Perangainya yang tak banyak bicara dan keras membuat Nindy tak berani mendekatinya.

Cahaya MatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang