Keesokan harinya Ivan jatuh sakit. Ia masuk angin karena kelamaan mandi. Bukannya Ivan lemah, saat itu posisinya ia juga lelah bekerja. Ditambah pertarungan panas yang cukup menguras tenaga bersama Aira.
"Badan kamu panas. Nggak boleh kerja."putus Aira setelah menyentuh dahi suaminya. Aira sudah curiga ketika Ivan bolak-balik ke kamar mandi sejak dini hari. Katanya perutnya sakit dan mual.
"Ya sudah, tolong telepon Asti. Bilang saya sakit."ujar Ivan lirih. Aira mengambil gawai Ivan dan menelepon asistennya.
"Halo, Mbak Asti. Ini istrinya Ivan. Anu, Ivan sakit. Jadi dia izin kerja. Demam. Iya, terima kasih. Selamat pagi." Aira bernapas lega karena bisa mengizinkan Ivan dengan mudah. Sekarang masih pukul lima pagi. Kemungkinannya kecil Asti mengangkat telepon.
"Aku bikinin bubur ya? Masih ada nasi semalam biar aku tim sama kasih bumbu." Aira beranjak keluar kamar. Tapi pergelangan tangannya dicekal Ivan.
"Mual, Aira. Aku tak ingin makan. Aku ingin dikeloni kamu saja."rengek Ivan. Aira pun masuk ke balik selimut dan memeluk suaminya. Buat buburnya nanti saja kalau Ivan tidur. Setelah Ivan sarapan, Aira akan mengajaknya ke klinik.
"Kalau nyusu mau?"tawar Aira. Ivan menggeleng dalam dekapan Aira. Tak biasanya. "Kenapa?"
"Enek, susu itu amis dan creamy."jelas Ivan. Ternyata Ivan mengira susu sapi yang ditawarkan Aira.
"Yakin nggak mau? Sebentar." Aira bangun dari rebahannya.
"Jangan tinggalkan aku."rintih Ivan.
"Nggak, sebentar doang." Aira membuka kaos dan branya sekaligus. Lalu ia kembali merebahkan dirinya menghadap Ivan dan menggeser posisinya agak ke atas. Disodorkannya puting susu kiri Aira ke mulut Ivan. Pria itu tak sadar apa yang dilakukan istrinya karena memejamkan mata kesakitan. "Buka mulutnya."pinta Aira dan Ivan bergeming. Tapi begitu ia merasakan bulatan pentil Aira menyentuh bibirnya, ia langsung melahapnya. "Enak kan susunya?"
"Enyak, kenyal."jawab Ivan dengan mulut masih mengemut puting susu istrinya.
"Bayi besarnya Mama manja banget."goda Aira sambil mengelus kepala Ivan lembut.
Ketika akhirnya Ivan terlelap, Aira mencabut pentilnya dari mulut Ivan pelan-pelan. Rasanya kebas karena dihisap setengah jam lamanya. Kalau mulut bayi mah tak apa. Ini mulut Ivan kan besar dan kuat. Maka Aira memutuskan untuk mengenakan kaosnya tanpa bra. Lalu ia menuju dapur dan memasak bubur.
Tepat pukul delapan pagi akhirnya Ivan terjaga. Aira buru-buru mengambilkannya bubur dari magic com. "Makan dulu ya, Sayang."bujuk Aira. Ivan menggeleng sambil menutup mulutnya. "Kalau susu mau?" Ivan mengangguk. "Kamu boleh nyusu kalau buburnya habis."
"Yah... ya sudah sini buburnya."keluh Ivan. Pria itu berusaha duduk dan menyandarkan punggungnya. Aira tersenyum dan mendekat.
"Aku suapin." Aira menyendokkan bubur dan memasukkannya ke mulut Ivan. Pria itu lama sekali makannya kalau sedang sakit. Satu jam mereka baru selesai. Lalu Ivan meminum paracetamol yang diberi Aira.
"Nah, sekarang kita ke klinik."ujar Aira bersemangat sambil membawa mangkuk kotor menjauh.
"Tadi kamu janji mau menyusuiku."rengek Ivan. Aira menepuk dahinya. Tapi disodorkannya juga puting susu kanannya yang belum terjamah pada Ivan setelah meletakkan mangkuk kotor di nakas.
Sama seperti tadi, Ivan menyusu cukup lama hampir setangah jam. Sebelum pria itu tidur, Aira buru-buru menarik lepas pentilnya dari mulut Ivan. Rasanya kebas seperti yang kiri. Sialan. Ingatkan Aira untuk menyiksa angrybird ketika Ivan sembuh nanti. "Cukup, kita ke klinik sekarang." Aira beranjak mengambilkan celana panjang untuk Ivan. Lalu ia sendiri mengganti pakaiannya dengan kemeja kotak-kotak kesayangannya dan celana jeans. Tapi sepertinya Aira lupa mengenakan bra karena kedua pentilnya masih kebas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Mataku
ChickLitIvan merupakan sosok yang keras dan dingin. Semua yang berhubungan dengannya serba teratur. Karakternya itu terbentuk bukan tanpa alasan. Hingga akhirnya ia menemukan cahaya matanya dan perlahan memaafkan.