Ivan menggeram ketika ia merasa ada yang mencubit hidung mancungnya. Mengganggu orang tidur saja! Ia pun membalik posisinya. Tapi punggung telanjangnya malah digebuk. "Medusa jangan ngebo!" Suara teriakan istrinya menggema. Mau tak mau ia membuka matanya. "Ada apa?"
"Lagi..."rengek Aira. Kantuk Ivan langsung hilang. Baru kali ini istrinya bersikap manja. Gila, ternyata efek seks sebesar ini. Coba dari awal Aira langsung mau. Padahal mereka baru tidur satu jam setelah seks pertama mereka. Dengan senang hati Ivan mengabulkan permintaan Aira. Tapi Aira yang menguasai pertempuran karena badan Ivan remuk rasanya. Bukannya lemah, tapi ia baru saja tiba dari perjalanan bisnis.
Ketika mereka berdua akan mencapai klimaks, gedoran keras menginterupsi. Aira misuh-misuh dan tetap melanjutkan genjotannya. Tapi gedoran pintu tak mau kalah. "Berhenti dulu. Saya baru ingat belum mengunci pintu. Kita tak tahu apa yang terjadi di luar."
"Goblok! Kalau ada maling masuk gimana?" Aira langsung turun dari tubuh Ivan. Sementara pria itu buru-buru memakai boxernya dan keluar kamar.
Ternyata Nindy dan keluarganya yang bertamu. Sesuai dugaan, Nindy dan Deva terkejut dengan penampilannya. "Sorry ganggu. Habis berapa ronde, Bang?"celetuk Deva sambil menahan tawa. Sementara Nindy hanya tersenyum.
"Mau tahu? Nanti kamu minder. Oke, saya menang banyak, dua ronde." Ivan terkekeh mengingat peristiwa panas tadi. Sementara Nindy terpana. Baru kali ini ia melihat kakak sepupunya tersenyum. Lalu ia buru-buru memasang tampang galak dan berteriak, "Aira keluar lo!"
"Dia malu, Nin."cegah Ivan. Pria itu tak akan mengizinkan istrinya keluar dengan bugil. Pertarungan mereka belum selesai.
"Keluar atau kita nggak akan pernah ketemu lagi!"ancam Nindy dengan Tival yang cekekekan dalam gendongannya.
"Nggak usah jadi tarzan di rumah gue! Dasar mak-mak rempong!" Pintu kamar terbuka dan Aira muncul dengan bathrope yang membungkus tubuhnya rapat.
"Gue mau balik Jogja sama Iyaz dan Deva."ucap Nindy.
"Nggak boleh!" Aira merajuk.
"Tapi kan rumah kita di sana. Kasihan Deva sendirian. Lagian Iyaz juga udah gede. Gue udah bisa ngurus dia sendiri. Kalau gue tetap di sini, gue bingung mau ke mana. Kerjaan jadi keteter. Kita udah punya kehidupan masing-masing, oke?"bujuk Nindy.
"Tapi nggak mendadak juga kan?"
"Ini nggak mendadak kok. Deva ke sini emang mau jemput dan hadir wisuda. Nara juga mau nyusul. Kita mau buka Anxo di Jogja."
"Kapan openingnya?"
"Nanti gue kabarin. Eh udah ya? Nanti kemalaman." Kedua wanita itu pun bercipika-cipiki.
"Jangan lupa bikinin adik buat Tival ya."
"Hush! Harusnya elo yang cepetan isi."
"Iaaa!"seru Tival minta dicium juga.
"Sini sayangku. Nggak mau pisah sama Aira ya?" Aira mengambil Tival dari gendongan ibunya. "Tival biar sini aja, Ndy."
"Enak aja. Dia tetap ikut guelah. Punya anak sendiri sana."cibir Nindy. Sementara Aira malah mempererat dekapannya pada Tival dan mencium pipinya dengan gemas.
"Tival peluk Om Ivan juga."pinta Ivan tiba-tiba seraya mengulurkan tangannya ke arah Tival. Aira pun mengangsurkan bayi itu pada suaminya. Ivan melempar Tival ke udara, menangkapnya dan menghujaninya dengan ciuman hingga bayi itu tertawa-tawa. Semua yang ada di sana terpana. Sejak kapan medusa suka anak kecil? "Kenapa? Saya juga sering memanjakan Tival. Kalau tidak, mana mungkin dia memanggil saya om?"cibir Ivan bangga.
![](https://img.wattpad.com/cover/145766511-288-k227782.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Mataku
Literatura FemininaIvan merupakan sosok yang keras dan dingin. Semua yang berhubungan dengannya serba teratur. Karakternya itu terbentuk bukan tanpa alasan. Hingga akhirnya ia menemukan cahaya matanya dan perlahan memaafkan.