3

872 13 0
                                    

Pernikahan Aira dan Ivan dilaksanakan pasca operasi Kartono. Perhelatan besar-besaran pun digelar. Itu semua karena Ivan seorang bos besar di perusahaan textile. Namanya juga sangat terkenal di majalah-majalah bisnis sebagai eksekutif muda yang sangat sukses. Jadi tak hanya tamu undangan saja yang hadir dalam pesta itu, tapi juga para wartawan. Aira sendiri tampil menawan hari itu. Gadis yang selama ini tak pernah memakai make up itu membuat semua orang yang mengenalnya pangling dengan metamorfosisnya. Tapi meski Aira sudah secantik ini, Ivan tetap terlihat cuek seperti biasa. Habis bagaimana? Mau peluk-peluk Aira seharian? Malu, dong sama tamu. Tugas mereka berdua hari ini kan jadi boneka pajangan.

"Congrats, Ivan!"seorang wanita bergaya menor tiba-tiba memeluk Ivan dengan erat di dekat panggung. "Kok kamu tega, sih! Harusnya kamu nikahnya sama aku!"bisik wanita itu dalam pelukannya. Sementara Aira menatap mereka dengan aura mematikan. Tidak, Aira tidak cemburu. Ia hanya merasa tidak dihargai sebagai istri ketika dengan seenaknya suaminya berpelukan dengan wanita lain di depan matanya.

"Eleanor, kamu tahu saya tak bisa terlalu dekat dengan perempuan. Jangan peluk-peluk saya, saya mual dan pusing."Ivan menyentak wanita itu dengan kasar.

"Ups, maaf. Berarti kamu nggak akan pernah ngapa-ngapain sama istri kamu. Aku masih punya kesempatan!"ujar wanita itu dan melenggang pergi menuju prasmanan. Sementara wajah Ivan tampak pucat. Aira mengerutkan keningnya menatap Ivan. Ternyata pria itu serius dengan ucapannya. Aira kira itu hanya alibi. Eh, mengapa Aira jadi mengkhawatirkan dia?

"Van, lo nggak apa?"tegur Aira sambil menyentuh pipi Ivan. Sebenarnya ia sendiri penasaran dengan keadaan pria itu. Ivan menggeleng lemah. "Kita pamit aja sama Papa. Lo istirahat, ya?"

"Tidak apa-apa, tadi parfumnya Eleanor menyengat, jadi pusing."jawab Ivan dan memperhatikan sekeliling. Ia harus mulai waspada kalau-kalau ada wanita genit lagi yang mau menerjangnya ia akan menyiapkan kuda-kuda untuk melawan.

"Ada apa, Ra?"Nindy menghampiri mereka dengan Tival dalam gendongannya. Bocah itu masih terjaga di jam sembilan malam ini. Padahal sudah masuk jam tidurnya.

"Ivan pusing katanya. Kalian dari mana?"tanggap Aira. Sementara Ivan bergeser agak menjauh dan membuang muka. Ia tak mau mendengar obrolan para wanita ini.

"Ini si kecil minta lihat ikan. Ngerengek melulu. Eh, Kak Ivan nggak enak badan? Kerja melulu, sih. Ajak ke kamar aja. Kalian udah di sini seharian. Istirahat cuma ganti busana sama sholat aja kan tadi?"saran Nindy. Aira pun mengangguk dan Nindy meninggalkannya.

"Ivan, ayo istirahat aja."bujuk Aira.

"Sebentar, tunggu jam sepuluh."tolak Ivan tanpa menoleh. Aira mendiamkannya. Ia sudah lelah menasihati pria ini.

Akhirnya acara selesai. Kebosanan yang terasa seperti melilit mereka pun sirna. Para tamu berpamitan pulang. Waluyo menyuruh mereka masuk ke kamar saja karena mereka pasti sangat lelah. Aira berjalan menuju kamar dengan balutan kebaya birunya yang cantik bersama Ivan. Selama acara tadi, dia sudah empat kali berganti busana. Pertama, kebaya putih dengan ujung menjuntai untuk akad nikah. Usai ijab kabul, ia berganti pakaian dengan kebaya ungu yang seragam dengan keluarganya. Lalu kebaya hijau yang press badan karena ia harus mengenakan beberapa atribut tambahan untuk menambah nilai budaya. Dan yang terakhir malam ini dengan kebaya biru ini yang terkesan lebih casual namun tetap elegant.

Malam ini seluruh keluarga Ivan dan Aira menginap di hotel tempat terselenggaranya acara. Begitu juga mereka berdua. Tadi Ivan membuka pintu kamar mereka dengan hanya menggesek kartu. Aira mengamati kecanggihan dan kemewahan hotel itu takjub. Baru kali ini ia menginap di hotel berbintang. "Wah, kadonya banyak banget!"pekik Aira menatap tumpukan bungkusan berwarna-warni di dekat ranjang.

Cahaya MatakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang