Selama perjalanan pulang dari wisuda, Aira terus murung. Akhirnya Ivan tahu bahwa istrinya itu gagal move on dari mantan kekasihnya. Maka Ivan harus berjuang lebih keras. Tadinya Ivan mau memberikan rumah hadiah pernikahan ketika Aira telah takluk. Namun sepertinya lebih baik mereka segera tinggal terpisah dari Waluyo dan Delon. Setidaknya ia leluasa menggoda Aira tanpa harus jaim.
"Ivan balik, Pa."pamit Ivan.
"Kita mau ke mana lagi, Van?"tanya Aira heran.
"Ke rumah kita sendiri."jawab Ivan tegas.
"Aku kira kita bakal tinggal bareng Papa."
"Iya, Van. Kok buru-buru? Barang Aira juga masih di sini semua."timpal Waluyo.
"Nanti Ivan pesan jasa angkut. Bawa bajumu seperlunya, Sayang."
"Emang kamu nggak capek baru balik dari Singapura? Sini aja dulu."bujuk Aira. Ia masih tak rela meninggalkan mertuanya. Ia sudah tinggal beberapa hari di rumah ini dan merasa nyaman. Waluyo mengangguk membenarkan. Mereka berdua memang tim yang kompak. Ivan memijat pelipisnya hingga sebuah ide melintas.
"Papa mau cepat punya cucu?"tanya Ivan kemudian.
"Ya jelas."jawab Waluyo mantap.
"Makanya izinkan Ivan dan Aira tinggal berdua mulai sekarang." Aira langsung melotot mendengarnya. Jadi itu tujuan Ivan? Dasar mesum!
"Kan bisa buat di sini juga. Papa janji akan tutup mata dan telinga. Kalian mau ngelakuin di mana pun, kapan pun, pakai gaya apa pun Papa bakal pura-pura nggak tahu."rayu Waluyo. Dasar semua lelaki sama saja. Aira tak habis pikir dengan ayah-anak ini. Lagipula, memangnya Aira mau melakukan hubungan suami-istri dengan Ivan? Langkahi dulu mayatnya!
"Tapi intinya kan Papa tetap tahu. Ivan sih tak masalah. Tapi kalau Aira yang tidak nyaman bagaimana? Di rumah ini ada Delon juga yang masih bujang."
"Benar juga. Ya sudah, kalian siap-siap. Papa sudah nggak sabar main sama cucu." Aira meremas ujung rok lipitnya geram. Dasar Waluyo tak setia kawan.
"Aira masih mau tinggal sama Papa. Aira nyaman kok sama Papa sama Delon." Aira menghambur ke pelukan Waluyo.
"Benar begitu, Aira?"tanya Ivan mengintimidasi. "Kalau iya, ayo kita live action sekarang di depan Papa." Ivan mendekat dengan tatapan medusanya. Aira sudah bergetar sambil memeluk lengan mertuanya dengan erat. Dengan gerakan cepat Ivan menyentak tubuh Aira dari Waluyo ke padanya.
"Mau apa lo?"desis Aira.
"Pembuktian."balas Ivan dengan desisan juga dan dilanjutkan dengan ciuman kasar. Aira sempat tersentak tapi diladeni juga. Toh, ia suka ciuman Ivan. Sudah dua minggu Aira merindukannya. Lidah mereka saling bergelut. Ivan semakin merapatkan tubuh mereka dan Aira juga mengeratkan rangkulannya di leher Ivan. Sementara muka Waluyo sudah merah.
"Berhenti!"teriak Waluyo sambil melerai pasangan tak tahu diri itu. "Kalian nggak kasihan sama Papa yang jones ini. Sudah, memang sebaiknya kalian tinggal berdua saja. Duh, Papa nggak sanggup lihatnya." Aira gelagapan dan memperbaiki penampilannya. Bibirnya bengkak dan lipsticknya sudah belepotan di mulutnya dan mulut Ivan. Bisa-bisanya dia lepas kendali seperti ini. Ya Tuhan, Aira malu!
Lalu Waluyo menyuruh asisten rumah tangganya membereskan pakaian Aira dan Ivan. Sementara itu Ivan menghempaskan tubuhnya di sofa sambil tersenyum puas dalam hati. Berhasil! Taktik jitu untuk menaklukkan Aira adalah tantangan. Gadis itu selalu tak mau kalah, maka tantanganlah umpan terbaik agar gadis itu masuk ke perangkap. Setiap mereka ciuman pun, Aira yang paling rakus, bahkan tadi ia sudah sangat lihai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Mataku
Chick-LitIvan merupakan sosok yang keras dan dingin. Semua yang berhubungan dengannya serba teratur. Karakternya itu terbentuk bukan tanpa alasan. Hingga akhirnya ia menemukan cahaya matanya dan perlahan memaafkan.