Aira melahirkan lebih cepat dua minggu dari perkiraan. Ivan yang memang sudah mempersiapkan semuanya menangani Aira yang teriak-teriak karena kontraksi dengan tenang. Ia juga tak menyetir buru-buru ke rumah sakit. Aida sudah menjaganya di kursi belakang.
Muka Ivan datar saja saat Aira mencakar dan menjambaknya di rumah sakit. Kalau suami normal sih istrinya ditenangkan. Tapi Ivan bukan lelaki romantis yang bisa melakukan itu. Wajahnya dari tadi datar karena tegang.
Lima jam menunggu akhirnya anak mereka lahir. "Selamat, bayinya perempuan."ucap seorang perawat. Aira tersenyum dan Ivan mengucap syukur berkali-kali. Mereka sudah tahu jenis kelaminnya saat bulan ke tujuh. Awalnya si janin malu-malu membelakangi kamera. Baru kemudian bisa diketahui jenis kelaminnya saat kontrol berikutnya.
Setelah perawat membersihkan darahnya, Ivan menggendongnya untuk diadzani. Kemudian Aira praktik inisiasi menyusui dini. Waluyo sudah heboh ingin menggendong cucunya tapi Ivan bilang nanti dulu.
Tiga puluh enam hari kemudian Ivan dan Aira mengadakan syukuran kelahiran putrinya di rumah. Nindy yang bayinya masih kecil belum bisa menengok keponakannya. Tapi tidak apa-apa, karena tamu yang datang banyak juga. Termasuk Jeevan dan Eleanor. Sedangkan Fiona perutnya sudah melendung besar.
"Eleanor gendutan sekarang. Lo suntik air ya, Jeevan."gurau Aira saat bertemu Jeevan dan Eleanor. Tubuh Eleanor memang tampak berisi di beberapa bagian sekarang. Jeevan hanya menanggapinya dengan senyuman. Kini Aira telah akur dengan Eleanor sejak wanita itu tak mengejar-ngejar Ivan lagi.
"Untung lo udah nggak bunting, Ra. Omongannya nggak dijaga." Nara nimbrung.
"Kaya lo sendiri udah benar. Eh, kapan Fiona lahiran?"ujar Aira.
"Perkiraan akhir Februari."
"Semoga lancar ya lahirannya. Eleanor juga. Kapan kata dokter?" Ivan tidak cerita kronologi kehamilan Eleanor pada istrinya. Biarkan Aira dengan polosnya mengira Eleanor dan Jeevan akhirnya saling jatuh cinta. Padahal jelas sekali interaksi mereka kaku. Bahkan Jeevan tak menggandeng istrinya yang kesusahan berjalan karena hamil besar.
"Sengaja nggak nanya biar kejutan."jawab Jeevan menutupi. Sebenarnya ia tahu kapan Eleanor melahirkan, yaitu tujuh bulan dari pernikahannya. Sebentar lagi. Tapi hal itu pasti sangat mencurigakan.
"Co cwiiit!"seru Nara dengan nada manja. Semua orang yang tak tahu keadaan sebenarnya pasti akan menganggap hal itu manis.
"Najis!" Aira mencubit lengan Nara. "Fiona, bilang amit-amit sambi ngelus perut." Seluruh tamu yang tersisa tertawa melihat kejadian itu.
"Bini lo galak banget, Bang Ivan. Puspa baik-baik aja kan?" Nara mengadu pada suami Aira. Puspa yang dimaksud adalah putri Aira dan Ivan. Mereka berdua menamainya Puspa Anindhita Prawiratama.
"Puspa sehat karena air susu ibunya melimpah."jawab Ivan sambil tersenyum ke arah Waluyo yang menggendong cucunya.
"Abang minum juga?"
"Iya, biar Aira tidak kesakitan." Aira melotot mendengar kejujuran suaminya. Setiap hari Aira selalu mengeluh payudaranya nyeri karena penuh ketika Puspa sedang tidur. Maka Ivan membantu mengeluarkan air susunya dengan menyedotnya langsung lewat mulut. Untung Ivan bukan perokok. Sebelum mengisap pentil Aira, ia selalu gosok gigi dan berkumur dengan cairan khusus agar pentil istrinya tidak infeksi. Saat masa menyusui, kelenjar susu sedang terbuka dan rentan terhadap kuman. Makanya Ivan berhati-hati. Ia pun membagikan tips merawat ibu hamil dan menyusui versinya pada Nara dan Jeevan. Aira mengajak para wanita meninggalkan bapak-bapak muda itu karena jengah dengan pembicaraannya.
"Jeevan pasti sayang banget sama lo. Buktinya lo hidup makmur sampai gendut."ujar Aira sambil mengemil manisan bersama Fiona dan Eleanor.
"Si baby pingin makan terus kaya sekarang."tanggap Eleanor. Sejak hamil dandanannya tidak menor lagi. Hanya tersisa rambutnya yang pirang. Bukan, ia bukan keturunan Eropa. Rambutnya sengaja diwarnai untuk mengikuti mode.
"Fiona hamil badannya segini-segini aja."
"Bapaknya rajin ngajak olahraga."jawab Fiona sambil tertawa. Kini Nara memang rajin ngegym sejak Aira membandingkan badannya yang ke kerempeng dengan Ivan. Tapi tenang, olahraganya aman kok untuk Fiona yang sedang hamil.
"Aw..."tiba-tiba Eleanor merintih.
"Kenapa, El?"tanya Aira cemas.
"Perutku mulas."jawab Eleanor sambil memegangi perut besarnya. Aira buru-buru memanggil Jeevan.
"Ayo kita pulang."ajak Jeevan sambil menuntun Eleanor.
"Ke rumah sakit aja. Takutnya ada apa-apa sama kandungannya. Maaf, gue nggak bisa nemenin. Masih banyak tamu yang harus dijamu."saran Aira. Jeevan menuruti saran Aira. Firasat Jeevan mulai tak enak. Jangan-jangan Eleanor mau melahirkan. Ketika sampai di teras, Jeevan menggendong Eleanor, membuat wanita itu terkejut dan bersemu. Ternyata Jeevan mengkhawatirkannya. Tapi ia buru-buru menepuk pipinya agar bangun dari khayalan. Jeevan pasti hanya khawatir pada calon anaknya.
"Pegangan."pinta Jeevan. Dengan malu-malu Eleanor menautkan tangannya di leher Jeevan. Ternyata kokoh juga tubuh suaminya. Lalu Jeevan mendudukkan Eleanor di kursi belakang mobilnya dan mengemudi. Ivan tadi berpesan agar tetap tenang.
SEKIAN
Mau tahu bagaimana kisah Eleanor si pemuja Ivan? Tunggu project selanjutnya di lapak ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cahaya Mataku
ChickLitIvan merupakan sosok yang keras dan dingin. Semua yang berhubungan dengannya serba teratur. Karakternya itu terbentuk bukan tanpa alasan. Hingga akhirnya ia menemukan cahaya matanya dan perlahan memaafkan.