—Rahasia—
"kalo aja kata maaf bisa memperbaiki kesalahan, maka nggak akan ada orang yang dipenjara"
.Patrisia arselita.***
Seminggu terakhir aku tidak berangkat dengan Devin. Aku sebenarnya tidak marah pada cowok itu. Aku hanya.. Entahlah, mungkin aku hanya kecewa.
Aku pernah bilang pada Devin jika aku adalah pacarnya. Aku berhak mengetahui rahasia Devin. Meskipun perkataan Devin saat itu juga benar, tentang dia punya rahasia yang tidak bisa dibagi meskipun aku adalah pacarnya.
Aku tahu dia punya privasi. Tapi aku juga.. Entahlah..
Aku salah.. Devin juga begitu..
Kami sama-sama salah.
Aku merasa ada yang berbeda di antara kami. Aku merasa Devin menjauh.
Kami tidak lagi sedekat dulu.
Aku memang masih sering melihat dia di kantin, tapi dia tidak pernah menghampiriku seperti hari-hari sebelumnya. Dia hanya melirikku lalu kembali sibuk dengan teman-temannya.
Selama seminggu ini juga Sheila banyak bercerita padaku. Cewek itu memang tahu lebih banyak tentang Devin dan teman-temannya.
Sheila selalu menemaniku ke kantin. Cewek itu mengerti permasalahanku dengan Devin.
"kenapa lagi Xa??" tanya Sheila yang duduk di sampingku.
"apa??" tanyaku.
"Devin tadi ketemu gue.. Dia titip minum buat elo.." kata Sheila sambil menyerahkan minuman rasa jeruk ke arahku.
"lo masih marahan sama dia??" tanya Sheila.
Aku menggeleng. Aku tidak tahu kenapa Devin malah berlaku seperti menjauhiku.
"kadang cowok itu juga butuh kepastian Xa.. Dia mikir elo marah makanya dia nggak berani deketin elo.." kata Sheila.
Aku menengok ke arah Sheila. Sheila juga kadang memberi aku nasehat. Entah karena apa, tapi aku selalu mendengar nasehat Sheila.
"tapi gue nggak marah.." sanggahku.
Sheila menghela napas.
"lo harusnya bicara sama dia Xa.. Sampe kapan lo mau diem-dieman sama dia??" tanya Sheila.
Aku diam saja. Sungguh, aku juga tidak suka dengan keadaan ini. Tapi aku juga bingung.
"gue yang harus ngomong duluan ke dia??" tanyaku.
Sheila mengangguk.
"gue harus ngomong apa??" tanyaku.
"lo bisa minta maaf.. Atau lo bisa tanya kenapa Devin malah berlaku ngejauhin elo.." usul Sheila.
Aku merasa tidak yakin dengan ini semua. Bagaimana caraku bicara?? Haruskan aku muncul tiba-tiba di depannya lalu langsung bertanya?? Atau aku sebaiknya mengirim pesan singkat padanya??
Tuhan.. Sungguh, aku tidak pernah berada pada posisi ini.
"gue.. Gue.. Nggak yakin danh Shel.." kataku."yaa terus mau gimana?? Mau selamanya kaya gini??" tanya Sheila.
Iyaa juga. Aku tidak suka keadaan seperti ini, tapi aku sama sekali tidak berusaha mengubah keadaan. Aku hanya diam. Membuat Devin mungkin jadi bingung.
Sheila memang benar. Kadang cowok juga pasti bingung. Aku sam asekali tidak mencoba menjelaskan pada Devin. Mungkin Devin memang mengira aku sedang marah karena masalah tempo hari jadi dia tidak mencoba mendekatiku. Mungkin Devin merasa aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Tapi kenyataannya tidak. Aku tidak marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 YEARS
Teen Fiction3 Tahun.. Selama 3 tahun kamu memberiku banyak rasa.. Rasa bahagia saat mencintaimu dan dicintai olehmu.. Rasa senang saat bersamamu.. Rasa sakit saat menyadari bahwa kamu bukan hanya untukku.. Rasa sesak saat tahu bahwa semua harus berakhir.. Rasa...