-Kak Alzo-
'sahabat terbaikmu itu bukan cermin, Xa, tapi diri kamu sendiri. Kalo kamu nangis dalam hati lalu menampilkan senyum di bibirmu, cermin hanya akan tahu kamu tersenyum, tapi diri kamu tahu kalo kamu sedang menangis'
***"kamu kemaren habis dari mana??" tanya kak Alzo yang baru saja masuk kamarku sambil membawa segelas susu coklat.
"jalan sama Adrian.." jawabku pelan.
Kak Alzo terdiam sejenak.
"bukan dia yang bikin aku pingsan kak.." kataku lagi.
Kak Alzo tetap diam.
Aku.. Aku tidak mungkin mengatakan jika Devin yang membuat aku pingsan 'kan??
Aku takut kak Alzo salah paham. Lagipula kemarin Devin pasti tidak sengaja. Pasti dia terbawa emosi saat melihat aku jalan dengan Adrian. Tapi.. Tapi dia juga jalan dengan perempuan lain. Jika dia marah, maka aku juga berhak marah.
"siapa??" tanya kak Alzo.
Aku yang ganti terdiam.
"kak Aldrich udah bilang sama kakak supaya kakak nggak memaksa kamu.. Takutnya kepala kamu sakit lagi.. Tapi kakak nggak maksa kamu buat ceritain semuanya secara detail, kakak cuma pengen tahu siapa yang bikin kamu luka??" tanya kak Alzo dengan suara pelan.
Aku bingung. Kak Alzo pasti marah kalau dia tahu Devin yang membuat aku begini. Memang pagi ini kepalaku tidak sesakit kemarin, tapi tetap saja. Benjolan besar di kepalaku masih bisa kurasakan jika aku menyentuhnya.
"mama juga udah tahu masalah kamu.. Kakak minta tolong sama kamu, Xa. Tolong jangan bikin mama tambah kepikiran. Mama udah cukup terbeban sama masalah keluarga kita. Jangan bikin dia terbeban sama masalah ini" kata kak Alzo.
Mama??
Mama sudah tahu??
Jujur aku juga tidak ingin membuat mama terbeban. Lagipula siapa yang mau hal ini terjadi?? Aku juga tidak mau..
"tolong, kali ini aja, biarin kakak jadi kakak yang bisa jaga kamu, yang bisa bantu kamu, yang bisa kamu andalkan.. Karena kakak merasa gagal. Kakak gagal menjadi kakak yang baik" kata kak Alzo.
"kakak nggak gagal.." ucapku pelan.
"jadi siapa, Xa?? Kakak mau kamu cerita.." kata kak Alzo.
"ini nggak sengaja kak.. Aku tahu ini nggak sengaja.."
Aku terdiam sambil menatap kak Alzo. Kakakku tidak lagi menampilkan tatapan tajam seperti kemarin malam. Tatapannya berbeda. Dia seperti kecewa.
"kak nggak usah diperpanjang.. Aku nggak pa-pa" kataku sambil tersenyum.
"kakak mau kamu jujur Alexa.."
Aku terdiam sejenak. Kak Alzo berhak tahu. Tapi bagaimana jika nanti dia malah bertengkar dengan Devin??
"Devin??" tanya kak Alzo.
Aku langsung menatap kak Alzo.
Dari mana dia tahu??
"kakak mau kamu jujur.. Kakak udah tahu masalah ini.. Tapi kakak pengen kamu yang ngomong, ternyata kamu nggak mau jujur sama kakak sendiri.."
"kak, bukan gitu.. Aku cuma nggak mau kakak berantem sama Devin.. Aku cuma-"
"kakak cuma mau jaga kamu" kata kak Alzo memotong perkataanku.
Aku terdiam. Aku sangat beruntung memiliki saudara seperti kak Aldrich dan kak Alzo.
"dan sekarang kakak semakin merasa gagal, Xa.."
Aku menggeleng. Kak Alzo tidak gagal. Tentu saja dia berhasil. Kami bertiga mampu melewati saat sulit belakangan ini. Aku yakin jika tanpa kedua kakakku, mungkin aku tidak akan sanggup. Tapi karena ada mereka, mereka yang menjagaku, mereka yang menyemangatiku. Yang membuat aku sadar jika aku masih punya sandaran. Yang membuat aku mampu melewati semua masalah.
"kakak yang bikin kamu deket sama Devin.. Dia temen kakak.. Kakak pikir dia udah berubah, tapi ternyata.."
"kak.. Semua orang pernah salah.. Devin juga termasuk orang itu.. Dia pasti nggak sengaja.." kataku dengan pelan.
Kak Alzo tersenyum tipis.
"dia mungkin nggak sengaja, Xa. Tapi kakak tetep nggak terima sama semua ini.." kata kak Alzo.
Yaa Tuhan jangan sampai ada masalah lagi. Aku sudah cukup pusing menjalani semua ini.
"sekarang pasti Devin juga lagi nyesel kak.. Dia pasti juga lagi pengen minta maaf. Udah yaa, kak. Jangan diperpanjang.."
Kak Alzo diam saja.
"kita butuh damai 'kan kak.. Nggak ada salahnya kok buat maafin Devin. Lagipula aku juga udah baikan. Kakak nggak perlu khawatir" kataku lagi.
"kamu.. Bisa jauhin dia, Xa?? Seenggaknya kakak akan merasa tenang kalo kamu jauh dari dia.. Setelah apa yang dia lakuin sama kamu, kakak rasa ini yang paling parah.." kata kak Alzo.
Menjauhi Devin??
Itu yang sejak dulu aku coba lakukan. Tapi.. Selalu tidak berhasil.Setiap aku merasa berhasil, Devin selalu datang lagi, menawarkan hubungan yang selama ini membuat aku nyaman meskipun berkali-kali merasa terluka. Dan lagi-lagi aku tergiur. Aku tergiur pada tawaran Devin.
Hingga akhirnya aku kembali lagi. Mendekat lagi pada Devin."dia nggak sengaja kak.." kataku sambil tersenyum.
"dia emang nggak sengaja, tapi perlakuan dia ke kamu udah keterlaluan.. Jangan pikir kakak nggak tahu, Xa. Kakak tahu semuanya bahkan sebelum kamu cerita sama kakak. Kakak tahu ini hidup kamu, tapi kakak pengen yang terbaik buat kamu. Kamu bisa milih apapun yang kamu mau dalam hidup kamu, tapi kakak bisa 'kan nasehatin kamu supaya kamu milih yang terbaik??"
Aku terdiam mendengar perktaan kak Alzo. Dia begitu menyayangiku.
"kamu tahu, dulu waktu kamu baru lahir, kakak sama kak Aldrich masih kecil. Kita belum terlalu ngerti apa arti kamu dalam hidup kami berdua. Tapi pas kita mulai berajak besar, kita lihat kamu dinakalin sama anak kompleks, saat itu juga, cita-cita kakak yang pengen jadi astronot, cita-cita kak Aldrich yang pengen jadi dokter, jadi berubah. Kita cuma pengen tumbuh besar dengan cepat supaya kita bisa jaga kamu. Tapi tanpa kita tahu, seiring tumbuh besarnya kakak sama kak Aldrich, kamu juga tumbuh. Bertumbuh menjadi Alexa yang sekarang. Kakak sama kak Aldrich nggak sadar kalo adik kami udah jadi remaja.. Remaja yang mulai belajar mencintai. Kakak sama kak Aldrich nggak sadar kalo sekarang musuh kita bukan lagi anak kompleks yang nakalin kamu, sekarang musuh kita adalah orang yang kamu cinta.." kata kak Alzo.
Aku takjub ketika mendengar cerita kak Alzo.
Tuhan, sekali lagi terimakasih karena telah menghadirkan kak Aldrich dam kak Alzo di dalam hidupku. Trimakasih banyak.
Entah apa yang terjadi jika tidak ada mereka.
"kalo kamu masih milih Devin, tolong yaa, Xa. Jangan biarin diri kamu sakit lagi. Kalo dia selalu bikin kamu nangis, tolong mundur.. Jangan paksain diri kamu.." kata kak Alzo.
"orang yang mengerti diri kamu adalah diri kamu sendiri" kata kak Alzo.
Aku hanya diam. Kali ini aku melihat sisi lain dan kak Alzo. Dia yang biasanya tidak bisa serius jadi terlihat berbeda saat ini.
"sahabat terbaikmu itu bukan cermin, Xa, tapi diri kamu sendiri. Kalo kamu nangis dalam hati lalu menampilkan senyum di bibirmu, cermin hanya akan tahu kamu tersenyum, tapi diri kamu tahu kalo kamu sedang menangis" kata kak Alzo lagi.
Kali ini dia mematahkan teori yang mengatakan cermin adalah sahabat terbaik. Ternyata bukan. Sahabat terbaik adalah diri kita sendiri.
"bahagia yaa, Xa. Kamu dilahirkan untuk bahagia. Terserah apa pilihan kamu, yang penting kamu bahagia"
***
TBC
I Hope You Like This Story
Vote dan coment
KAMU SEDANG MEMBACA
3 YEARS
Teen Fiction3 Tahun.. Selama 3 tahun kamu memberiku banyak rasa.. Rasa bahagia saat mencintaimu dan dicintai olehmu.. Rasa senang saat bersamamu.. Rasa sakit saat menyadari bahwa kamu bukan hanya untukku.. Rasa sesak saat tahu bahwa semua harus berakhir.. Rasa...