Gila kaki gue sakit banget gerutu ku, tepat setelah aku duduk di tepi jalanan beraspal. Aku menggulung celana jeans ku sampai lutut dan mencoba mengecek apakah ada yang lecet di kakiku atau tidak, dan ternyata tidak ada bekas lecet sama sekali. Hanya saja kulit kakiku yang membiru dan itu membuatku merasakan sakit yang luar biasa. Mungkin karena kakiku tertindih badan motor.
Aku melihat Bang Dikon yang sedang membenahi motor vespa miliknya di tepi jalan tepat di samping aku dan Bang Dikon tercebur ke sawah. Masih teringat di kepalaku bagaimana wajah Bang Dikon yang biasanya bersih tanpa noda kini belepotan dengan lumpur. Kulit wajah yang di hiasi oleh lumpur sawah tak menghilangkan aura ketampanannya. Ahh aku sungguh senang bisa bersama dengan Bang Dikon, ya walaupun aku baru mengenalnya tapi itu membuat ku seperti sudah mengenalnya lebih lama dari itu. Aku memandang Bang Dikon yang sedang mengotak-atik motornya dengan sebuah alat perkakas seperti obeng dan yang lainnya yang biasanya digunakan untuk membenahi motor yang sedang mogok.
Karena terlalu asiknya menatap Bang Dikon, aku tak sadar jika motor vespa Bang Dikon kini sudah selesai di perbaiki, dan Bang Dikon sudah menstaterkan motornya untuk melanjutkan perjalanannya.
"Woyy!" panggil Bang Dikon saat sudah naik ke atas motornya.
Tak ada sahutan dariku. Dikon menghela napasnya. Sabar sabar itulah yang di ucapkan dalam hatinya.
"Woyy!"panggilnya lagi.
Masih tak ada sahutan.
"Woyy! Lu mau ikut apa nggak? Gue udah mau jalan nih!" tanya Dikon.
Aku masih terdiam tak menyahuti sampai aku terkesiap, dia Bang Dikon sudah duduk disamping ku sambil menoyor kepalaku ke samping.
"Dari tadi gue panggilin juga nggak denger?!" omelnya.
Aku yang mendengar omelannya hanya tertawa kecil lalu menjawab pertanyaannya. "Denger" ucapku.
"Terus kenapa kalo denger, nggak langsung nyaut?" tanyanya lagi.
"Lagi liatin orang ganteng"ujarku.
Ia hanya menatapku datar dengan alis terangkat satu.
"Udah ayo buru, katanya mau berangkat?" tanyaku padanya yang masih menatapku datar dengan alis terangkat satu. Aku bersumpah jika ia menatapku datar membuat jatungku berdegub kencang.
Dikon mengalihkan pandangannya menatap lututku yang sedikit membiru, lalu menariknya untuk melihatnya. Seraya melihat ia mengulurkan tangannya menyentuh kulitku yang membiru dan itu membuatku mendesis sakit.
"Sstt... Sakit bang" tuturku.
Dikon hanya diam saja tak menapik ucapanku. Ia berdiri dan mengulurkan tangannya membantuku untuk berdiri. Aku manyambutnya dan ia mulai memapahku melangkah menuju motornya.
Saat ingin duduk di jok motor aku menahan rasa sakit ku dengan meringis kecil. Setelah duduk Dikon pun menjalankan motornya pergi melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda tadi
***
Bila dan yang lainnya sudah sampai ke tempat yang akan ia kunjungi. Ia sedang menunggu Geina dan Dikon sembari duduk di salah tempat makan yang menyediakan tempat duduk. Ia juga berbincang-bincang sedikit mengenai tempat yang akan mereka kunjungi. Tak lama ia melihat Geina dan Dikon mendekatinya. Ia mengernyitkan alisnya saat melihat penampilan yang tidak bisa di katakan baik-baik saja seperti awal mereka berangkat. Baju yang kotor dengan lumpur, wajah yang belepotan dengan lumpur dan ohh itu sungguh membuat Bila menatap Geina risih karena tampilannya yang awut-awutan.
"Lu kenapa,Gei?" tanyanya.
Aku turun dari motor di papah Bang Dikon dengan sedikit meringis. Aku tak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Bila. Aku segera mencari tempat duduk barang sejenak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Traveling (Ratu Jalan-Jalan)
Novela Juvenil#4 dalam traveler 02042019 Geina si ratu jalan-jalan yang suka-nya traveling keliling Indonesia bahkan sampai ke luar negeri untuk mengisi waktu liburan sekolah yang sangat membosankan baginya. Hidup dilingkungan keluarga yang mampu membuat semua ke...