2 2

616 54 10
                                    

Gadis Pov.

"Gadis!" Sahut ayahku di ruang tengah, sedang duduk menikmati koran yang ada di tangannya.

"Iya ayah," ucapku menghampirinya lalu duduk di hadapannya.

"Kamu gak kemana-mana kan hari ini? Ayah mau ketemu sama orang, Ayah udah ajak Rani kemarin, tapi Rani gak bisa, kamu bisa kan temenin ayah?" Ia menatapku, menyimpan korannya di atas meja.

"Bertemu dengan seseorang? Apakah ayah ingin memperkenalkan calon istrinya? Yang kemarin ku lihat di depan pintu bersama Rani, ternyata mau ngajak Rani, pantesan di tolak," Gumamku.

"Gimana Dis, kamu bisa kan?" Tanya ayah lagi.

"Hah? Iya ayah, Gadis bisa kok."

"Kalau gitu ayah tunggu kamu di depan."

"Sekarang ayah?"

"Iya, sekarang."

"Tapi kan Gadis belum mandi ayah, ini aja baru beres-beres kamar tadi."

"Yah udah buruan mandi, gak buru-buru juga, paling 2 jam lagi dari sekarang."

"Kok pagian sih ayah? Kenapa gak malam aja?"

"Gak bisa Dis, ayah malamnya ada janji sama teman ayah."

Aku beranjak dari dudukku, berjalan menuju kamar, menundukkan kepalaku. Aku baru saja mengingat, bahwa pagi ini Gilang mengajakku

"Apa yang harus kulakukan ?" Ucapku sembari berjalan menuju kamar mandi.

Di depan cermin aku masih memikirkan, aku berusaha menghubungi Gilang, tapi percuma, nomornya tidak bisa dihubungi. Aku berjalan ke kamar Rani. Ingin rasanya membujuk Rani untuk ikut bersama ayah, agar aku bisa dengan gampang bertemu Gilang, ternyata rayuanku tidak berhasil, sama halnya dengan menghubungi Gilang yang tak kunjung bisa.
Aku menghela nafas kasarku, berjalan menundukkan kepalaku, menatap setiap langkah kakiku.

"Kamu sudah siap?" Tanya ayah.

"Iya, ayah."

Ayah mengajakku ke suatu restoran, terlihat sangat mewah dan formal.

"Kita mau apa di sini ayah?" Tanyaku stelah turun dari mobil.

"Nanti kamu juga tahu kok, masuk aja dulu," ujar ayah, menarik lenganku, berjalan bersamanya.

Ayah mengangkat tangan kanannya, menunjukkan sebuah nomor meja, bisa kulihat nomor yang tertera adalah nomor 11, terlihat seorang wanita yang usianya masih mudah, tidak terlalu tua, rambutnya di gerai sebahu dan hitam pekat, tampak dari belakang. Aku perlahan berjalan mendekati meja itu, ayah yang lebih dulu duduk, mulai tersenyum ke arahnya.

"Ini anak kamu?" Tanya wanita itu tersenyum padaku.

"Iya, ini anak sulungku."

"Hallo, nama kamu siapa?" Ucapnya mengulurkan tangan kanannya.

"Gadis," ucapku santai dan sopan.

Aku bukan orang yang frontal, biar bagaimanapun ia lebih tua dariku, sopan santun harus tetap kujaga, jika tidak, nama mendiang ibu ku akan malu di hadapan ayah.

Kiss In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang