2 4

523 57 11
                                    

Kudapati Gilang di hadapanku, bagaimana bisa Gilang bisa ada di tempat ini? Dan ia memelukku ? Bagaimana ini, apa yang harus kulakukan. Aku membatin.

Terlintas di benakku, ini sepertinya sangat keterlaluan, bagaimana jika ia semakin khawatir dengan keadaanku? Tapi ini tidak akan lama, mungkin hanya sekitar sejam.

Ia memainkan ponselnya, apa yang harus kulakukan ? Padahal aku hanya mengerjainya saja. Tatapan matanya membuatku tidak tega.

"Gilang?" Ucapku.

"Ada apa Dis? Mau minum? Atau kamu lapar?" Reaksi Gilang begitu berlebihan. Aku hanya menyebut namanya saja.

"Kamu kok gak ada kabar beberapa hari ini? Terus kenapa tiba-tiba kamu bisa ada di sini?" Ujarku membuat aktivitas Gilang terhenti, ia menyimpan ponselnya di atas meja dekat tempat tidur pasien yang saat ini jadi tempat tidurku, lalu menatapku.

"Kamu ingat semua ? Bukannya tadi kamu gak ingat sama aku yah ? Tapi kok sekarang ?"

"Kamu jawab dulu pertanyaanku."

Gilang menghela nafas kasarnya.

"Kemarin aku kerumah mu kok, cuman bibi yang ada dirumahmu bilang kalau kamu lagi keluar sama ayah kamu," ucap Gilang berhasil membuatku mengerutkan keningku.

"Ohyah? Kok bibi gak ngomong apa-apa yah sama aku?"

"Entahlah," ia menaikkan kedua bahunya, meraih kembali ponselnya.

"Terus kenapa handphone kamu tiba-tiba gak bisa di hubungin ?"

"Habis dari rumah kamu kemarin, aku langsung ke rumah temanku lagi nyelesain tugas, sibuk banget jadi gak sempet buat ngecas ponselku."

Sedikit kecewa dengan jawaban Gilang, ternyata kesibukannya bisa melupakan ku. Aku menundukkan kepalaku. Lagi-lagi Gilang memegang kedua bahuku.

"Kamu marah yah?" Ia mengangkat daguku dengan tangan kanannya.

"Kamu jangan ngelakuin hal yang bodoh lagi yah ? Sampai bisa ceroboh kek gini. Kalau ternyata luka kamu parah gimana ?.. "

"Terus kalau aku ngelupain kamu gimana?" Ucapku memotong perkataannya.

Gilang terdiam sejenak. "Jangan pernah," ucap Gilang kemudian.

Suara knop pintu membuat Gilang membalikkan kepalanya bersamaan denganku, kutatap pintu kamar rumah sakit itu.

"Lo kenapa Dis? Ini kepala Lo kok di perban?" Rani berjalan secepat mungkin menghampiriku, mulai ia memegang wajahku, bahuku hingga kepalaku.

"Hah? Ahh, iya, Gak apa-apa kok," ucapku.

"Gak apa-apa gimana, ini kepala Lo di perban, bagaimana bisa Lo bilang gak apa-apa ?" Sepertinya Rani belum menyadari kehadiran Gilang hingga akhirnya Gadis menyikut lengan Rani.

"Apaan sih?" Ujar Rani yang tidak mengerti maksud Gadis, sesekali Gadis menggoyangkan bola matanya, hingga akhirnya Gilang mengeluarkan suara dahakan.

"Kak Gilang? Ngapain lagi di sini?" Ujar Rani.

Gilang menggoyangkan kepalanya ke arah Gadis yang berada di sebelah kiri, dan di ikuti pandangan oleh Rani.

"Ohh, kak Gadis," ucap Rani setelah menoleh ke kiri.

"lo kenal sama Gilang ?" ucap Gadis menodongkan telunjuknya ke arah Rani lalu Ke Gilang.

"kenal lah, Kan Kak Gilang senior gue di sekolah, tapi baru kemarin sih gue taunya kalau lo ternyata ada hubungan dengan kak Giang," Rani menyimpan tasnya di kursi yang berada di depan tempat tidur pasien.

Kiss In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang