Abu-abu

41 6 0
                                    

Biarkan luka yang akan membahagiakan
Biarkan sakit yang akan mendewasakan

Aly_Nov
Doa

__________________________________

Sil, Udah dapat belum bukunya ? Ujar Mela yang dari tadi memegangi buku-buku yang dipilih Silvia.

Hhhhmmm, udah aja.

What’s ? masih ada ? Mela mulai geram.

Udah kok, udah. Jangan geram gitu dong. Hibur Silvia.

Gue pinjam buku ditangan lo dua hari, karena stok buku itu habis, gue udah tanya sama mbak tokonya. Tiba-tiba suara horor terdengar ditelingaku. Ya suara Arevi.

Nih, kamu ambil aja. Aku gak jadi beli.

Aku menyodorkan buku yang dari tadi kami. Dia segera meraihnya. Entah kenapa tiba-tiba mood ku tidak lagi buruk. Malah aku juga tidak menginginkan buku itu lagi. Mata ku terpaku pada sebuah buku sapardi yang sudah lama sangat ingin kumiliki.

Sembari melangkah menuruni anak tangga. Aku mencoba melihat kesekitar rak-rak buku. Mataku tertuju pada sosok berjaket hitam di sudut rak dongeng. Aji ? ucapku. Aku berpkir untuk menyapanya. Namun, aku urungkan. Sekiranya mungkin dia akan terganggu bila aku mendekatinya, pikirku. Langkah-perlangkah hingga keluar dari bagunan bertingkat empat ini. Cuca tidak begitu terik kali ini. Tujuan kami berikutnya adalah Transmat Padang.

Mobil melaju dengan cukup cepat kali ini. Beda sekali sensasi yang terasa bila seorang pria yang berkendara. Arevi, dia yang mengemudi. Aku juga tidak tahu kenapa Silvia mengajaknya untuk pergi bersama. Sedekat apakah mereka aku juga masih bertanya-tanya. Tapi dari kasat pengelihatanku mereka seperti dua orang yang saling memperhatikan satu sama lain. Mungkin juga memendam rasa.

***

Aku menatap panjang wahana yang dari dulu sangat ingin kunaiki. Tapi, semua keluarga tidak pernah mengizinkannya. Bahkan Ray pun tidak. Wahana mini roller caster. Kali ini tidak ada yang melarangku lagi. Ryan dan yang lainnya sudah memesan tiket untuk menaiki wahana tersebut. Aku menaiki satu persatu tangga menuju tempat tujuan. Arevi duduk disampingku kali ini. Aku cukup gugup. Tidak tau apa yang akan aku katakan. Bahagiakah atau merasa takutkah. Aku tak memikirkan apa-apa.

Perlahan kereta mulai bergerak maju. Perlahan debar dadaku makin terpacu aku mulai menutup mata. Arevi menyadari rasa takut yang aku rasakan. Dia memegangi tanganku yang mulai mendingin beku. Aku merasa risih dengannya. Semakin jalur kereta naik, pengangan arevi semakin erat. Entah kenapa emosi ku meledak. Hanya Ray dan Ryan yang boleh menyentuhnya. Aku menghempaskan tangan Arevi. Lama-lama kondisi kereta yang kami tumpangi mulai memuncak. Dan AAAAAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRGGHHHHHHTTT !!!!!!

Hanya teriakan seperti itu yang terdengar serentak menghilangkan sunyi.

Ayunda, ayunda, ayunda.

Seseorang menggoyang-goyang tubuhku. Mataku merabun dan tubuhku melemah dengan kulit yang memucat. Semua berubah menjadi abu-abu. Tidak lagi dapat kudengar suara-suara itu.

***
_

_________________________________

Jatuh cinta itu unik dan aneh
Apalagi kau tak sadar telah merasakannya
Unik karena kau selalu bertingkah tak sewajarnya
Aneh karena dia tak sadar kau mencintainya

Aly_April
Unik dan Aneh
__________________________________

Sunyi. Suasana seperti itu kiranya saat ini. Dinding bercat putih. Ada seseorang yang memegang tanganku. Aku membuka mata perlahan. Dimanakah aku ? ujarku dalam hati. Rumah sakitkah? Tanyaku. Mereka belum jua saddarkan diri bahwa maaku mulai terbuka. Hanya keburaman, aku belum dapat melihat dengan jelas. 

Yunda, sosok wanita paruh baya memanggil namaku. Ya wanita itu mama.

Aku hanya merespon dengan sedikit gerakan tangan. Entah kenapa badan ku begitu lemah, untuk mengangkat begitu susahnya. Detak jantungku masih sedikit menyesakkan. Berdebar dengan sedikit lebih cepat. Aku paham sekarang, kenapa mereka mama dan papa melarangku untuk mencoba wahana ekstrim. Karena tubuhku tidak siap untuk hal seperi itu.

Ayunda baik-baik sajakan ma ? tanyaku terserak-serak.

Iya, kamu baik-baik saja. Jawab mama dengan wajah khawatir sembari mencium keningku.
 
Huff, aku menarik nafas cukup lega. Aku pikir saat itu aku akan bernasib sama seperti Ray. Pergi meninggalkan dunia.
Menemuinya. Tepat setelah mataku terpadam, semua memburam, aku merasakan ketakutan yang sangat suram. Dimana hanya ada diriku sendiri di sebuah ruang yang kosong. Terkurung diantara dimensi yang tiada aku ketahui itu dimana. Sempat aku berpikir itulah akiratku. Namun, sukurlah aku masih bisa membuka mata.

Derap langkah beberapa orang terdengar jelas ditelingaku. Derap langkah yang aku kenali. Ya, derap langkah Ryan dan teman yang lainnya. Aku kembali membuka mata yang sempat aku jedakan setelah tersadar. Mereka semua sudah berada di hadapanku. Seseorang memegangi  tanganku dengan lembut dan menciumnya. Ya, dia sudah aku kenali dalam beberapa waku yang lalu.

Ayunda. Ucap Ryan memanggilku.

Aku hanya tersenyum kecil melihat kearahnya. Aku mengarahkan pandanganku kearah yang lainnya. Ryan dan Mela tepat berada dihadapanku kiranya.

Silvia ? tanyaku tiba-tiba.

Dia pulang lebih dulu Yun, ada urusan katanya, tadi dia sudah mampir kesini. Ujar Mela.
 
Aku merasa sangat senang. Ernyata disaat seperti inipun mereka tetap ada disampingku. Aku merasakan kehangatan pertemanan dari mereka. Mereka yang setia mendampingi kesedihan dan kesunyianku, bahkan saat aku terbaring seperti ini, mereka ada.

Ryan, mama titip Ayunda sebentar. Pinta mama.

Iyan ma, biar Ryan dan Mela yang temani Ayunda disini.

Yun, kok kamu bisa tiba-tiba pingsan gitu sih ? Tanya Mela.

Kamu Tanya apaan sih Mel ! shut Ryan mendadak.

Kamu gak jantungan kan Yun ? desak Mela bertanya.

Mel, udah deh. Biarin Yunda istirahat. Mending beli minuman noh keluar, aku haus. Suruh Ryan.

Aku hanya tertawa kecil mendengar mereka berdebat. Melihat ekspresi Ryan yang kesal aku juga tertata. Dia sangat lucu bila marah begini. Aku juga tak tahu apakah aku jantungan atau tidak. Mama belum menyampaikan perkataan dokter kepadaku. 

Mela berjalan dengan hentakan kaki yang cukup keras. Mungkin karena kesalnya ia lupa membenarkan tali sepatunya yang lepas. Membuka pintu dan beberapa detik kemudian kembali berjalan menuju ruang rawat. Mela membawa sebuah bunga ditangannya. Bunga daisy. Bunga yang mirip dengan yang kuterima beberapa hari lalu.

Yun, ada kiriman bunga. Mela menyodorkan sebuah buket padaku.

Dari siapa ? tanyaku.

Gak tahu, anonym.

Mela kembali melangkahkan kakinya keluar ruangan. Sebelum jauh dia berbalik badan menartap kearah Ryan dengan cukup panjang. Aku hanya memperhatikannya. Kemdian berlalu begitu saja.

Bunga daisy dari sibisu. “Jauh sebelum kau terjatuh, aku memperhatikanmu, cepatlah bangkit dan ersenyum seperti sedia kala”. 

Aku membaca note yang terselip diantara bunga itu. Ya dari si bisu. Sosok yang masih belum aku ketahui siapa orangnya. Aku memberikan bunga iu kepada Ryan dan ia meletakkannya di dekat jendela kamar. Posisi yang cukup bagus bila kutatap.

BERSAMBUNG......

Scrol ke bawah.... Say

Gerimis Milik AyundaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang