Al Faruq Ibnu Muttaqi

221K 10.8K 417
                                    

Saat seorang laki-laki jatuh cinta, yang pandai merayu dengan membawa bunga dan coklat, akan kalah dengan yang langsung meminang dan berujung pada akad.

***

Al Faruq Ibnu Muttaqi, biasa dipanggil Faruq. Seorang laki-laki berusia 25 tahun yang bekerja sebagai salah satu sopir sebuah perusahaan perhotelan di Jakarta. Ia tinggal di Jakarta seorang diri, sedangkan orangtuanya menetap di sebuah desa terpencil di Surabaya.

Faruq merupakan anak tunggal. Ayahnya bekerja sebagai buruh petani, tetapi hanya sesekali karena ia melarang ayahnya melakukan pekerjaan berat, sedangkan ibunya seorang guru Taman Kanak-Kanan.

Meskipun Faruq hanya bekerja sebagai seorang sopir, tetapi ia lulusan Diploma tiga, dan kemampuannya dalam akademik mungkin setara dengan seseorang yang bergelar master. Dengan riwayat pendidikan yang Faruq miliki, bisa saja ia mendapatkan pekerjaan yang lebih tinggi.

Namun, sayangnya dunia kerja tidak semulus yang ia bayangkan ketika menempuh pendidikan. Dan untuk sekarang, hanya pekerjaannya saat ini yang Faruq nikmati.

Hari ini, Faruq kembali diminta untuk menjemput Abram, pemilik Hotel Rajendra tempatnya bekerja. Tidak setiap hari atasannya itu meminta dijemput, hanya di saat-saat tertentu yang sebenarnya ia juga tidak mengetahui kapan 'saat-saat tertentu' itu.

Ia memasuki gerbang rumah Abram yang begitu besar dan berhenti tepat di halamannya. Faruq sama sekali tidak pernah bermimpi untuk bisa tinggal di tempat mewah seperti ini, tinggal di kontrakan sederhana dan bisa menabung sedikit demi sedikit untuk membeli rumah saja ia sudah bersyukur.

Dari spion, Faruq dapat melihat Abram keluar rumah ditemani oleh dua orang perempuan di sisi kanan dan kirinya. Ia mengetahui identitas kedua perempuan itu, yang pertama adalah Ayu, istri dari Abram, dan yang kedua adalah Arsel, anak bungsu dari atasannya itu.

"Hahh.." Faruq menghela napas pelan melirik sekilas Arsel yang tampak tertawa bahagia.

Ia sama sekali tidak menyadari, entah sejak kapan, nama Arsel sudah mengisi hatinya. Faruq hanya tahu jika beberapa bulan terakhir ini, keinginan untuk menikahi perempuan itu begitu kuat. Tetapi melihat keadaannya saat ini, rasanya ia terlalu tidak tahu diri.

"Assalamu'alaikum, Pak." Faruq turun dari mobil dan membukakan pintu penumpang untuk Abram.

"Wa'alaikumussalam, Faruq." Abram memukul pelan bahu Faruq. "Kamu itu dibilangin gak perlu bukain pintu segala."

Faruq tersenyum kaku, "Udah kebiasaan, Pak."

"Lain kali, gak perlu gitu lagi," ucap Abram.

Faruq menganggukkan kepalanya, "Iya, Pak."

"Kamu juga jangan terlalu kaku, santai sedikit," tegur Abram.

Dan Faruq hanya merespon dengan senyuman canggung.

Setelah memastikan Abram sudah siap di tempat duduknya, Faruq membelah jalanan menuju hotel. Meskipun ia tidak mempunyai mobil, tetapi kemampuannya mengendarai tidak perlu diragukan. Semuanya tentu bisa dipelajari asal orang itu berniat dan mau berusaha.

"Kamu gak pulang?" tanya Abram membuka pembicaraan.

"Pulang ke Surabaya?" Faruq memastikan.

Abram mengangguk membenarkan.

"Insya Allah lebaran besok pulang," jawab Faruq seadanya.

"Kamu itu jangan pulang satu tahun sekali doang, kasihan orangtua kamu berdua aja di rumah," nasihat Abram.

"Iya, Pak. Mau bagaimana lagi kalau pekerjaan saya di sini," timpal Faruq sopan.

"Kan kamu masih punya banyak jatah cuti. Kenapa? Mau kamu pakai buat nikah?" tanya Abram ramah.

Faruq hanya menjawab dengan senyum malu-malu.

"Kamu umur berapa? 24 ya?" tanya Abram sekali lagi.

"25 Pak," ralat Faruq.

"Udah ada calon?" Abram tampak santai menikmati pembicaraan mereka.

"Maksudnya, Pak?" tanya Faruq tidak yakin.

"Udah ada calon istri belum?" Abram menegaskan pertanyaannya.

"Masih dirahasikan sama Allah," jawab Faruq seadanya.

Abram terkekeh, "Semoga segera dipertemukan ya."

"Amin."

Iya amin, sama anak Bapak.

Setelahnya suasana kembali menghening. Faruq fokus menatap jalanan di depannya, kemudian melirik Abram dari kaca spion ketika mendengar atasannya itu terkekeh.

"Ya Allah.." ucap Abram lirih. Ia masih terkekeh kecil melihat ponselnya.

Faruq hanya diam sesekali memperhatikan Abram, sampai laki-laki paruh baya itu memutar voice note.

"Nanti pulang beliin martabaknya loh, udah janji tadi."

Hampir saja faruq kehilangan konsentrasi menyetirnya karena mendengar suara bernada manja dari ponsel Abram. Meskipun tidak pernah berbicara secara langsung, ia yakin seratus persen itu suara Arsel. Beberapa kali Faruq pernah tidak sengaja mendengar suara perempuan itu ketika menjemput Abram.

Faruq kembali memperhatikan Abram dari spion, atasannya itu terlihat mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Kemudian beberapa detik kemudian kembali memutar voice note.

"Gak ah, tadi abi udah janji pokoknya. Rasa strawberry, ya ya ya.." Arsel kembali berbicara dengan nada manja.

"Hahh.." Tanpa sadar Faruq menghela napas dengan kasar.

"Kenapa?" tanya Abram. Ketika merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan laki-laki di depannya itu.

"Tidak apa-apa, Pak."

Jika sudah seperti ini, bagaimana nasib hatinya? Perasaannya yang tidak yakin akan terbalas?

"Pak Abram!" panggil Faruq dengan ragu.

Abram mendongakkan kepalanya menatap ke depan. "Kenapa?"

"Saya mau ngomong," ucap Faruq.

"Iya, ngomong aja," timpal Abram. "Udah dibilangin jangan terlalu kaku!"

Faruq mencoba menata ucapannya, "Arsel udah lulus sekolah?"

Abram mengernyitkan keningnya bingung dengan arah pembicaraan laki-laki yang masih fokus menyetir itu. "Kenapa? Udah UNAS sih, tapi belum wisuda."

"Emm.." Faruq menjeda sejenak ucapannya. "Kalau saya meminta Arsel buat jadi istri saya, apa Pak Abram mengizinkan?"

Faruq menahan napasnya beberapa detik. Ia berusaha konsentrasi dengan jalanan di hadapannya ketika melihat Abram yang hanya terdiam tidak menanggapi perkataannya.

Ah.. harusnya aku gak perlu kecewa, karena udah tahu kalau bakal gini.

Bagaimana mungkin seseorang yang tidak punya apa-apa sepertinya, mengharapkan tuan putri yang cantik jelita? Iya, Faruq hanya perlu berdoa dan berpasrah diri menjalani ketentuan yang sudah Allah tetapkan.

"Kapan mau ajak orangtua kamu ke rumah?" tanya Abram menyadarkan lamunannya.

Ini... Faruq tidak salah dengar 'kan?

-Halal Bersama Arselia-


Malang, 1 Mei 2018

Halal Bersama Arselia ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang