Sebelas

112K 7.6K 314
                                    

BAPER ⚠

Jika bersama Allah, yakinlah tidak akan ada yang membuat hatimu terluka.

***

Sinar matahari yang semakin meninggi tampaknya tidak mampu untuk menjadi alasan Faruq dan Arsel terbangun dari tidur nyenyaknya. Bahkan kamar bernuansa remang-remang menambah kesan nyaman bagi keduanya untuk terus menyelami alam mimpi.

Arsel menggeliat merasakan tubuhnya yang tertepa hawa dingin. Ia bergerak pelan sekedar untuk merapatkan selimut yang membalut tubuhnya, tetapi lengan yang melingkar erat di perutnya tidak mengizinkan. Faruq justru semakin menekan tubuh Arsel untuk masuk ke dalam pelukannya, entah laki-laki itu sadar atau tidak akan apa yang dilakukannya.

"Ehm.." Arsel berusaha melepaskan diri karena merasa sulit bernapas.

Tidak berhasil, Faruq tampaknya tidak ingin paginya terganggu.

"Mas, sesak," cicit Arsel.

Sekali lagi tidak ada jawaban.

Arsel membuka matanya perlahan, tangannya yang terbebas dari jeratan Faruq menutupi wajahnya menghalau sinar matahari yang menerobos melalui sela-sela kamar. Ia melirik jam dinding tepat di hadapannya, dan seketika itu juga matanya membulat.

"Mas, udah jam tujuh," pekik Arsel.

Dan dengan tidak tahu malunya, Faruq justru semakin menyembunyikan wajahnya di balik rambut Arsel.

"Mas, bangun!"

"..."

"Mas katanya masuk kerja? Gimana sih?" Menyadari kembali tidak ada respon, Arsel memukul bahu polos Faruq dengan keras.

Faruq terkejut. "Aduh! Kenapa dipukul?" Suaranya serak khas bangun tidur.

"Udah jam tujuh, katanya mau kerja?"

Mata Faruq membola, sedetik kemudian ia langsung bangun berlari menuju kamar mandi dan meninggalkan Arsel dengan berbagai pekikan yang meramaikan rumah kecil mereka.

"Aduh! Rambut adek ketarik."

"Ihh baju Mas Faruq kemana?"

Lima belas menit kemudian Faruq sedang berlari kesana kemari sembari mengancingkan seragamnya. Sedangkan Arsel yang sudah selesai membereskan pakaian mereka yang berserakan di lantai, hanya duduk di tepi kasur sembari menyaksikan suaminya itu yang kalang kabut.

"Mas itu nyari apa sih?" tanya Arsel jengah.

"Sepatu," jawab Faruq singkat.

"Sepatu yang mana?"

"Buat kerja."

"Udah adek taruh di depan tadi."

"Kenapa nggak bilang?" Faruq keluar kamar dan menemukan sepatunya di teras depan.

Arsel mengikuti langkah Faruq setelah menyambar jilbab rumahannya yang selalu ia sampirkan di dekat pintu supaya lebih praktis. "Yah mas nggak nanya."

Arsel berdiri di dekat pintu sembari menunduk menatap Faruq yang berjongkok sembari mengenakan sepatunya. "Mas nggak sarapan dulu dong?"

"Nggak apa-apa, nanti aja di hotel."

"Pulangnya jangan lama-lama ya!" Arsel menggoyangkan tangan kanan Faruq ketika suaminya itu sudah berdiri menghadapnya.

"Iya."

Arsel mengecup punggung tangan Faruq dan menggenggamnya erat-erat. "Selesai kerja langsung pulang," titahnya.

Halal Bersama Arselia ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang