Empat Belas

105K 7K 182
                                    

Semua cerita yang saya tulis sangat ringan, mencerminkan kehidupan sehari-hari. Kalau yang suka konflik berat, hmm.. ku masih gak setega itu wkwk :')

🌸🌸🌸



Duhai hawa, pilihlah laki-laki yang baik agamanya, karena dengannya kau akan terjaga. Bukan dengan laki-laki yang hanya cakap rupa, tetapi terlalu banyak gaya, dan hatinya justru terasa hampa.

***

Setelah beberapa hari lalu Faruq turut andil membantu Arsel mengerjakan tugas essay untuk keperluan OSPEK—yang sebenarnya ia tidak yakin akan diperiksa satu persatu—kini Faruq kembali ikut terlarut duduk di lantai kamar yang sudah dilapisi karpet, membantu istrinya itu memeriksa barang bawaan.

Besok akan menjadi hari pertama Arsel menjadi mahasiswi meskipun masih harus melewati rangkaian OSPEK terlebih dahulu. Faruq tidak tahu harus menyebut istrinya itu sudah dewasa atau justru masih tumbuh menjadi sosok remaja mengingat statusnya yang sudah menjadi seorang istri.

Percaya atau tidak, terkadang Faruq masih tidak menyangka menikahi seorang perempuan yang bahkan belum wisuda SMA. Tetapi memang tidak ada yang bisa menyangka takdir yang membuat Faruq harus terjebak dalam pesona kekanakkan Arsel. Terlepas dari itu semua, ia menyukai semua yang ada pada diri istrinya itu.

Arsel sudah mengatakan bahwa akan menjalani OSPEK selama tiga hari. Hari pertama, OSPEK universitas, di mana semuanya akan berkumpul menjadi satu—tidak peduli dari fakultas apa—sesuai dengan gugus yang sebelumnya telah dibagi melalui WEB universitas. Sedangkan hari kedua dan ketiga OSPEK fakultas.

Tetapi itu belum dihitung dengan OSPEK jurusan yang akan diadakan di pertengahan kuliah semester ganjil, tepatnya pada saat weekend. Terlalu banyak yang membuat Faruq hanya bisa menghela napas.

"Dek," panggil Faruq.

"Hem?" Arsel berdehem. Ia mengeluarkan barang-barangnya dari ransel, berusaha menata kembali bawaannya setelah menyadari tidak muat.

"Ini beneran dibawa semua?"

"Iya, 'kan udah ada di perintahnya." Arsel menjawab seadanya, lebih memilih melipat keset—yang Faruq yakini digunakan untuk alas duduk—kemudian memasukkannya ke dalam tas.

"Emang Adek kuat bawanya? Adek kecil gitu."

Arsel mendongakkan kepalanya menatap Faruq sembari mengerucutkan bibirnya. "Maksud Mas, adek pendek gitu?"

"Emm.." Faruq menggaruk kulit kepalanya. "Iya 'kan?"

Sudah kah Faruq mengatakan jika Arsel itu sedikit mungil? Daripada mengikuti tubuh Abram, Arvan, Arvin, dan Arsen yang tampak jangkung, Arsel lebih menyerupai Ayu, ibu mertuanya, yang berbadan kecil.

Pernah suatu ketika sebelum Faruq memberanikan diri untuk melamar Arsel, saat itu ia tengah menunggu Abram di dalam mobil halaman rumahnya, Faruq melihat istrinya itu pulang sekolah membonceng anak tetangga yang masih SD. Entah penglihatannya yang salah atau bagaimana, anak SD itu tingginya sama dengan Arsel bahkan masih sedikit lebih tinggi, yang justru membuat istrinya itu terlihat lebih menyerupai anak SD yang terjebak di dalam seragam SMA.

Semoga Arsel tidak marah karena Faruq berpikir demikian.

"Iya sih, tapi 'kan nggak perlu terlalu jujur, bohong dikit dong biar adek senang," gerutu Arsel.

"Yaudah, Adek nggak jadi kecil, tapi gede." Faruq tersenyum kecil, matanya sedikit menyipit.

Arsel memukul pelan punggung tangan Faruq dengan penggaris yang akan ia masukkan ke dalam tas. "Nggak lucu."

Halal Bersama Arselia ✔ [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang