Chapter 7

275 23 0
                                    

Aku berjalan mundur menghampiri papa lalu berdiri di samping papa.

"Apa, Pa?"

"Menurut papa sih ya, kamu sama Davin aja. Dia sholeh, baik, sopan."

"Aku udah punya pacar, Pa."

"Pacar yang di Amerika itu? Diana, papa kasih tau ya. Kamu punya pacar di luar negeri, gak pernah ketemu lagi. Terus buat apa? Gak bisa ngimamin kamu kan?"

"Bisa kok lewat video call."

"Loh? Emangnya papa gak tau, Amerika itu perbedaan waktunya jauh. Walau bisa video call tapikan niat sholat dan rakaatnya beda. Kamu niat sholat maghrib, dia niat sholat shubuh. Kamu tiga rakaat dia dua rakaat, emang bisa?"

Pertanyaan Papa sangat menjebak. Mengapa aku tidak pernah berpikir seperti itu? Rasanya ada yang menusuk jantung saat papa melontarkan pertanyaan itu.

"Coba tuh kayak dia, bisa setiap hari bisa jadi imam kamu, Nak."

Davin itu nonmuslim, bagaimana caranya ia bisa mengimamiku? Itu semua hanya pencitraan supaya kami masih bisa berteman seperti apa yang ada dipikiran papa dan mama.

Sinar matahari pagi menembus jendela kelas kami. Aku, Daffa, dan Gita sedang berdiskusi tentang tugas kemarin. Tiba-tiba, Davin masuk dari pintu kelas sambil merapihkan rambutnya yang masih basah sehabis mandi. Pemandangan indah ini takkan kusia-siakan dengan menatap yang lain. Mataku hanya tertuju kepadanya.

"Oy, oy, kenapa lu?" Davin melambaikan tangannya di depan wajahku.

Aku segera membuang pandangan dari Davin dan menunduk menahan malu karena tertangkap sedang terlena menatapnya.

"Cie, liatin gua ya lu?"

"Idih, pengen banget diliatin." bantahku dengan tatapan sinis.

"Eh, mending lo sama Diana aja yang ngumpulin tugasnya." usul Gita.

"Yah, Git. Yah." tolakanku halus.

"Plis, sekali aja."

"Ya udah, mana sini tugasnya?" Davin mengulurkan tangannya dan bersedia mengumpulkan tugasnya.

Gita mengambil tugasnya dari dalam tas dan memberikannya kepada Davin. Dengan terpaksa, aku dan Davin berjalan menuju ruang guru di lantai 1. Kami mengobrol sepanjang jalan.

"Vin, gue mau bilang sama lo. Kan lo tau nih mama papa gue pada taat agama, nah kalo misalkan mereka tau nih ya lo nonmuslim dan lo udah berhasil ngebohongin mereka, mereka gak akan izinin gue ketemu lagi sama lo. Masalahnya sekarang mereka udah percaya banget sama lo."

"Terus gimana?"

"Ya, gimana ya."

"Ya udah, sekarang kita janjian aja. Lu jangan bilang ke orang tua lu dan gua juga gak akan nampakin." usul Davin cemerlang.

"Oke, janji."

Aku mengangkat jari kelingkingku sebagai tanda janji. Davin juga mengangkat jari kelingkingnya, lalu jari kelingking kami bersatu.

Saat kami menuju belokan sebelum tangga, aku menyenggol bahu orang yang ada di depanku. Ternyata itu adalah Otar. Otar terdiam sejenak, ia melihatku dan Davin dengan ekspresi sinis.

"Mau kemana, Pin?" tanya Otar dengan sinis.

"Mmm, ini mau ngumpulin tugas." jawab Davin menunduk.

The DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang