Aduh jangan disangkutkan kepada masalah itu dong, Pa, kan jadi takut. Namun, ya bagaimana, aku sudah terlanjur sayang dengan Davin. Ya sudah lah, let it flow, biar waktu yang menentukan siapa seharusnya yang aku pertahankan.
Malam harinya hujan deras, aku tidak bisa tidur karena udara di kamarku sangat dingin. Meskipun sudah 2 selimut, tetap saja dingin ini seperti menusuk tulang. Biasanya kalau aku tidak bisa tidur, aku melakukan panggilan video bersama Dion, tetapi sekarang aku sudah lupa dengan kegiatan itu. Jadi aku hanya menyalakan TV sampai aku tertidur. Paginya, aku merasa pusing, sepertinya karena semalam kedinginan. Aku tidak niat masuk sekolah, tetapi kalau aku tidak masuk, nanti aku tidak bisa bertemu dengan Davin haha, masuk sajalah lumayan dapat uang jajan.
Saat pelajaran, aku hanya tidur-tiduran di meja, semakin lama semakin pusing dan suhu badanku semakin panas. Sampai waktu istirahat, kepalaku masih tergulai lemas di atas meja. Badanku sangat lemas, rasanya menggerakkan tangan saja susah. Tiba-tiba seseorang merangkulku dari samping, ketika aku mengangkat kepalaku dan menoleh ke orang itu, ternyata itu adalah Davin. Davin panik saat melihat wajahku yang pucat dan tergulai lemas.
"Kok muka kamu pucet? Kamu kenapa? Sakit? Mau di UKS aja?" tanya Davin panik.
"Hah? Gak papa aku cuma pusing." jawabku lemas.
Davin mengukur suhu tubuhku dengan menempelkan tangannya di dahiku.
"Tuh kan panas, aku anterin UKS ya."
"Gak papa, Vin. Aku di sini aja."
"Enggak, kamu harus di UKS. Ayo sini berdiri, aku tuntun, atau mau aku gendong aja?"
"Enggak, aku bisa jalan kok."
Akhirnya, Davin menuntunku menuju UKS. Karena ini waktu istirahat, jadi masih banyak anak-anak di luar kelas. Sesuatu yang bikin kami panik adalah jalan menuju UKS itu harus melewati Otar dan kawan-kawannya.
"Aduh, ada Otar lagi." ujar Davin mulai takut.
"Ya udah, Vin. Gak usah, ayo ke kelas lagi."
"Gak papa, udah selow aja."
Sok berani ya, Vin?
Kamipun melewati Otar dan teman-temannya. Mereka melihat kami dengan sangat sinis.
"Ah, lu mah nyusahin gua aja sih. Gita kemana emang? Temen banget tuh anak. Sampai depan UKS gua tinggal ya, gua belom ngerjain fisika soalnya." kebohongan Davin terucap dengan lancar.
Lancar juga otakmu, Vin.
"Elah, lo jadi orang jahat amat sih. Kalo ada Gita juga ogah gue minta tolong lo."
Setelah drama sok tidak peduli itu, akhirnya kami bisa melewati Otar dengan aman.
Sesampainya di UKS, aku berbaring di tempat tidur UKS, sedangkan Davin duduk di kursi sebelah tempat tidurku. Karena tempat tidurku menghadap pintu dan jendela UKS, jadi aku dapat melihat di luar UKS lewat jendela.
Tiba-tiba Otar dan kawan-kawannya lewat. Aku panik dan bingung ingin berbuat apa.
"Davin! Ada Otar!" bisikku dengan panik.
Davin langsung mengumpat di kolong tempat tidur. Setelah Otar lewat, Davin duduk lagi di kursi.
Mengapa harus seperti ini? Sampai kapan akan seperti ini? Sebenarnya aku lelah, lelah menutupi kebohongan ini. Aku tau berbohong dan mengumpat itu dosa. Namun, ini untuk kebaikan kami. Ya Allah, aku sangat bingung.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Difference
Teen Fiction[Part 1] [Part 2 sudah selesai] [Part 3 sudah selesai] Jadi, kamu lebih memilih yang beda agama atau beda negara?