Chapter 13

244 24 0
                                    

"Haha, susah banget ya." tawaku, sedih sebenarnya.

"Andaikan lu disuruh milih antara perpisahan atau perbedaan, lu milih apa?"

"Dua-duanya pilihan sulit. Kalo kita berpisah, akan ada yang namanya perbedaan dan kalo kita berbeda, akan ada yang namanya perpisahan."

Davin merangkulku 'lagi'.

"Kadang, kita gak harus milih. Tapi kita ngejalanin dua-duanya sekaligus. Ya kan?"

"Maksudnya gimana ya, Vin?"

"Gak gimana gimana sih, Na. Gua cuma tunggu jawaban lu aja."

"Jawaban apa? Emang lo pernah kasih pertanyaan?"

"Barusan gua nanya, lebih milih perpisahan atau perbedaan?"

"Gak tau. Kalo di sekolah sih, kita butuh percobaan untuk mendapatkan jawaban."

"Jadi lu beneran mau nyoba?"

"Mmm, terserah aja, Vin. Tapi gue gak mau itu jadi masalah buat kita."

"Iya, gua akan berusaha biar itu gak jadi masalah." Davin menjanjikan 'lagi'.

"Oke."

"Jadi, sekarang kita?"

"Whatever."

Davin menatapku dengan senyuman yang paling manis yang pernah aku lihat. Tatapan yang sangat dalam yang membuatku terlena dengan tatapannya.

"Mungkin kita bisa pulang sekarang, my girlfriend?" pertanyaan Davin yang membuat pikiranku buyar.

"Oh, o- oke."

Akhirnya, setelah sekian lama aku bisa mendapatkannya. Meskipun mungkin ini adalah suatu 'percobaan' setidaknya pernah merasakan nyata.

Sesampainya di rumah, seperti biasa mama dan papa sedang menunggu kedatanganku sambil duduk di kursi halaman depan. Aku dan Davin turun dari motor dan menghampiri mama dan papa.

"Assalamualaikum."

"Selamat sore, Om, Tan."

Sekarang mama dan papa sudah tau siapa Davin sebenarnya. Jadi sekarang sudah tak ada lagi yang perlu ditutupi.

"Waalaikum salam, sore." salam balik mama.

Ekspresi papa berubah sinis ke Davin, sedangkan mama malah tersenyum melihat Davin.

"Maaf ya, Om, Tan. Diana pulang agak sore. Tadi dia main ke rumah saya bentar, kenalan sama nenek saya." permintaan maaf Davin dengan lembut.

"Ngapain kenalan sama nenek kamu? Emang kamu siapa?" celetukan papa dengan sinis.

"Shht papa, gak boleh gitu." teguran mama.

"Mmm, ya udah saya pamit pulang dulu ya, Om, Tan. Permisi." pamit Davin berjalan menuju motornya lalu pulang.

Keesokan harinya adalah hari Selasa, aku duduk seorang diri, Gita belum datang. Davin masuk kelas beberapa menit sebelum bell jam pertama, sedangkan Gita belum juga datang, mungkin ia sakit atau izin. Jadi hari ini aku duduk sendiri. Pelajaran pertama adalah agama. Bu Fatimah masuk kelas, Davin bangun dari tempat duduknya sambil membawa beberapa buku dan tempat pensilnya, ia berjalan menuju tempat duduk Gita lalu ia pindah ke tempat duduk Gita yang kosong.

The DifferenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang