03 ; Alo

22 6 0
                                    

Ignorance

.

.

.


Felcia Alodie Yura

Ketika satu hari mengubah segalanya.

Ketika waktu mengubah hal terpenting dalam hidup.

Ketika takdir mempermainkan suatu ke hidupan.

Tak ada cinta bahkan tak ada kepercayaan tentang cinta. 5 huruf itu hanyalah sebuah permainan bagi gue, alodie yura. Seorang cewek yang tidak ingin lagi merasakan cinta karena hari itu.

Siapa yang harus di salahkan di sini? Gue yang gak pernah ingin mencoba, atau dia yang membuat gue takut untuk mencoba? Keduanya salah menurut pikiran orang normal tapi beda dengan gue yang menganggap bahwa pilihan gue benar.

Cinta pertama itu emang nyata adanya. Yang datang sebagai luka atau yang datang untuk selamanya. Tak ada yang tahu.

Tapi takdir di hidup gue, memaksa diri gue untuk merasakan luka di cinta pertama gue.

Bagaimana perasaan lo jika mendengar kata "Gue cinta sama lo" dari orang yang lo cintai dan mengakhiri nya dengan "Sorry ya, sebenernya gue sama sekali gak ada rasa sama lo. Gue cuma kasihan sama lo yang selalu mengharapkan gue".

Setelah mendengarnya antara ingin ketawa atau menangis. Gue ketawa di depan dia. Percaya diri banget sih. Tapi gue gak bisa bohong kalau gue nangis setelah dia pergi. Dia yang terlalu percaya diri atau gue yang terlalu menyedihkan? Bingung. Ha.

Disini gue menyimpulkan kalau cinta itu adalah sebuah permainan dan gue tertarik untuk melakukan itu. Ya, anggap gue sahabat yang jahat di sini karena membuat earlene menjadi tokoh utama di permainan gue. Tapi jangan pernah pikir kalau gue sama sekali gak ngerasa bersalah. Disini gue udah nyuruh dia buat gak ngelanjutin sikap konyol ini lagi, tapi earlene tetaplah earlene. Sosok cewek yang selalu optimis pada apa yang dia lakukan tanpa memperdulikan akhir dari sikapnya itu.

Sekarang earlene setia di dekat gue. Lebih tepatnya gue yang setia ada di deket dia. Seharusnya hari ini gue tidur sampai siang karena percuma aja masuk. Tapi gue juga gak tega kalau earlene lomba puisi sendirian apalagi dia tipe anak yang gak akan datang kalau gak ada temannya. Dia ada di hadapan gue sambil menatap sekitar. Menunggu salah satu pantia yang bertugas memberikan informasi.

"Sekolah sepi banget. Masa cuma karena classmeeting pada bolos sih? Huh". Umur nya 6 bulan lebih muda dari gue dan sikapnya pun seperti layaknya seorang adik kalau dia ada di dekat gue. Seperti, sikap manja earlene akan timbul kalau dia ada di dekat gue. Gue senang kok dengan sikapnya yang kayak gitu, karena gue pun ingin memiliki seorang adik sementara gue adalah anak satu satunya di rumah gue.

"Kalau lo gak ikut lomba puisi gue juga bakal bolos". Dia gak ngerespon dan kembali menatap sekitar sampai akhirnya gue mendengar "Oiya, udah seminggu ini gue gak ngeliat davie ngikutin lo lagi". Sebuah pertanyaan yang berhasil menyadarkan gue.

Benar. Cowok itu udah gak lagi gangguin gue.

"Ya mana gue tau. Lagian gue juga lebih seneng dia gak ada di deket gue". Bohong ya? Padahal gue tau alesan dia gak lagi ngikutin gue. Dan dengan polosnya earlene percaya gitu aja.

"Jangan gitu die, lo pasti bakal ngerasa aneh".

"Aneh?".

"Kayak ada sesuatu yang kurang di hidup lo".

Ignorance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang