05 ; Ra

15 5 0
                                    

Ignorance

.

.

.


Gracio Rael Demetria

Kapan terakhir kali gue berteriak di depan lo?

Kapan terakhir kali lo tutup mata setiap ketemu sama gue?

Udah berapa kali gue di sugukan oleh banyak pertanyaan tentang lo?

Gue capek setiap denger pertanyaan pertanyaan itu.

"Lo sama earlene gimana?".

"Udah ketemu earlene belum?".

"Gue tadi ngeliat earlene di perpus".

Sebanyak apapun nama lo di sebut sama mereka, batin gue selalu bilang "Dia bukan urusan gue".

Gue risih mendengar nama lo di setiap topik pembicaraan. Bahkan ketika gue jalan di koridor sendirian, gue selalu mendengar nama gue yang menjadi bahan obrolan cuma karena lo.

"Kemaren gue denger, kalau rael gak suka di atur atur sama earlene. Padahal earlene cuma negur dia doang".

"Masa sih? Kapan?".

"Pas classmeeting kemarin. Lo sih gak masuk".

"Cakep sih, tapi kalau sikapnya kayak gitu, gue jadi ilfeel".

Manusia jaman sekarang itu menggosipkan orang dari apa yang dia dengar tanpa berusaha untuk mencari kebenarannya. Dari obrolan mereka, di sini kesannya gue jadi makhluk terjahat di dunia. Gue yang berlebihan atau emang itu realitanya?

Gue berhak marah gak sih di sini? Berhak dong? Status lo kan pacar gue. Ini bukan pertama kalinya nama gue jadi bahan obrolan. Gue selalu marah setiap tau kalau nama gue jadi bahan obrolan yang gak ada gunanya, dan gue selalu ngelontarin amarah itu ke earlene. Gue selalu bilang ke dia untuk udahin aja semuanya karena gue gak mau jadi bahan omongan, entah itu omongan yang positif ataupun negatif. Tapi earlene selalu nahan gue dengan bilang "Masa cuma karena itu doang lo minta udahan? Lemah lo jadi cowok". Cuma kata kata itu, gue merasa derajat gue sedikit kurang.

Mulai besok sekolah udah free dan gue gak lagi denger manusia manusia yang membicarakan manusia lainnya tanpa tau kebenerannya.

Dan sekarang gue lagi di cafe terdekat dengan cewek yang selalu bertingkah semau dia tanpa memikirkan apa yang terjadi dengan sikapnya. Dia sibuk dengan minumam di hadapannya dan berusaha untuk menghindari tatapan gue.

"Len, lo tau gak sih kesalahan lo di sini?". Dia ngelirik gue ragu, menghela nafas dan menyandarkan punggunya.

"Emang dari awal, hubungan ini terjadi karena kesalahan gue kan? Gue paham kok".

"Terus?".

"Terus, lo pengen kita udahin hubungan sekaligus permainan gue yang sama sekali gak lo ketahui. Tapi maaf rael, gue gak bisa".

"Jangan jadi egois len".

"Gue juga gak mau kayak gini rael. Tapi lo belum tau siapa gue lebih dalam. Gue cewek yang gak pernah berhenti di tengah jalan tanpa memperdulikan akhir dari semuanya".

"Kapan lo mau selesain semuanya?".

"Gue juga gak tau. Tapi yang pasti, permainan ini berakhir tergantung dari diri lo".

Gue ketawa. Dia yang mulai permainannya, tapi gue yang mengakhirinya. Gue udah pernah nyuruh dia buat udahin semuanya, tapi dia selalu nahan gue.

"Ini gue emang bego, apa lo yang ngebegoin gue sih?". Dia cuma natap gue datar tanpa memperdulikan suara tawa gue yang menganggap ini konyol.

Ignorance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang