06 ; E

16 5 0
                                    

Ignorance
.
.
.

Earlene Azalia Emery

Gue ingin, omongan yang baru aja rael bilang, gak mengusik hati gue.

Gue pengen itu.

Tapi gue gak bisa.

Salah satu katanya bikin hati gue nolak untuk menerima. Tapi gue gak tau apa itu.

Gue gak tau, kalimat apa yang salah dari rael. Karena bagi gue, apa yang di bilang rael adalah suatu kebenaran.

Dan gue ragu. Ragu, siapa yang salah di sini.

"Len? Lo gak papa? Abis berantem sama kak rael? ". Pertanyaan gavyn berhasil membuat gue menoleh dan tersenyum canggung. Gue menggeleng.

"Yakin? dari tadi gue ngajakkin lo ngomong kayaknya sama sekali gak nyambung".

"Oh sorry sorry. Gue terlalu mikirin sama kehidupan gue".

"Gue boleh nanya sesuatu gak? pertanyaannya sih kayaknya gak pantes gue lontarin karena status lo itu kakak kelas gue. Tapi, kalau di perhatiin selama hampir dua minggu kenal lo, gue kayaknya harus nanya deh. Biar tidur gue tenang ". Gue mengangkat sebelah alis gue dan tetap menatap dia yang secara bergantian menatap gue dan jalan yang ada di hadapannya.

Gue melihat pergerakan mulut dia yang ragu buat ngelontarin pertanyaan itu.

Sampai akhirnya gue mendengar pertanyaan yang berhasil membuat pilihan untuk gue.

"Siapa yang nembak duluan di antara kalian?". Pilihan jawaban itu, antara pengen bohong atau jujur apa adanya.

Tapi seketika gue inget tentang rael yang sering marah - marah ke gue karena namanya yang sering terdengar buruk akibat kebodohan yang gue lakuin.

"Emang kenapa? ".

"Aduh gimana ya. Tapi, maaf banget nih. Ini cuma dari apa yang gue liat-"

"-Kenapa? ". Potong gue.

"Kayaknya hubungan kalian itu sunyi banget, gak sesuai dari apa yang gue denger. Gue sempet mengiyakan Ketika kalian di sebut sebagai pasangan romantis. Tapi yang gue liat selama hampir dua minggu kenal lo, dengan sikap rael yang masa bodo dengan keadaan lo, dengan sikap lo yang kadang suka menghindar dari rael, itu membuat gue membuang kata romantis di hubungan kalian. Dan satu lagi, salah satu hal yang gue tau tentang kak rael itu, dia selalu nolak setiap ada cewek yang nembak dia sekalipun itu cewek cantik". Gue diam ketika gavyn menjelaskan. Gue gak langsung menjawab pertanyaan gavyn.

Lo bener vyn.

Gue juga bingung sama mereka yang menyebutkan kalau kita adalah pasangan teromantis.

Hubungan sunyi ini emang bener adanya.

Gue pun merasakan hal yang lo liat.

Gue menundukkan kepala gue dan memperlihatkan kedua tangan gue yang saling bertautan di atas paha gue.

Ragu. Malu. Itu yang gue rasain sekarang.

"Gue. Yang lebih dulu ngajak pacaran itu gue". Jawab gue tegas pada akhirnya.

Gue membuang rasa malu dan ragu itu. Memberanikan diri menatap gavyn yang gue liat, matanya udah membulat sempurna.

Emang gak boleh ya cewek yang memulai? batin gue.

"Salahkah? ". Gue liat mata dia yang berkali kali tertutup.

"Enggak kok. Lo gak salah. Lo bener. Lo bukan pengecut yang dengan berani menyatakan perasaan lo lebih dulu. Bahkan semua cowok yang hidup di dunia ini, gak semuanya memiliki keberanian yang lo punya termasuk gue. Apalagi kalau kalian saling suka. Pasti bahagia kan". Dia senyum.

Ignorance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang